Ayudia akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan impiannya sebagai seorang dosen. Tapi ternyata ia harus memulai kariernya menjadi asisten pengajar terlebih dahulu. Siapa yang menyangka ternyata Ayudia harus bekerja bersama Adam Mahendra, dosen paling menyebalkan di seantero fakultas?! Keduanya memiliki sifat yang begitu mirip! Keras kepala, penuh emosi, dan cerdas! Tapi karena keduanya begitu mirip, setiap pertemuannya hanya berisi pertengkaran antara satu sama lain. Namun seiring dengan setiap pertengkaran, rasa cinta yang tidak diduga pun muncul di antara keduanya. Bagaimana Ayudia dan Adam menyadari cinta antara satu dan yang lain? Dan bagaimana keduanya menjalani hubungan yang dirahasiakan dari setiap orang di kampus tempat mereka bekerja? Lalu apa yang terjadi ketika hubungan itu terungkap? Karier dan reputasi keduanya dipertaruhkan dalam cinta mereka yang begitu panas dan membara!
View MoreAyudia menatap selembar kertas di hadapannya. Namanya tertulis disana dan nama seorang lainnya tertulis sebagai dosen pembimbing tesisnya.
"Adam Mahendra? Pak Adam yang killer itu?" Seru Ayudia heboh.Kepalanya seketika terasa pusing. Ia kira perjalanan S2nya akan lebih baik dan mudah dibandingkan saat S1. Awalnya memang begitu. Tapi seharusnya Ayudia sudah curiga. Hidupnya tidak pernah manis jika berkaitan dengan hal akademis. Lulus terlambat saat S1 karena dosen pembimbing yang sensitif dan seringkali bersuasana hati buruk.Dan sekarang? Saat perjalanannya untuk meraih gelar S2 sudah di depan mata, hambatan satu lagi muncul di hadapannya! Dan hambatan itu bernama Adam Mahendra!"Serius, Yu? Dosen pembimbingmu sungguh Pak Adam?" Maya, sahabatnya, melirik ke arah kertas yang ia pegang.Ayudia mengangguk lemah. Seketika ia merasa lemas memikirkan betapa sulitnya ia akan menyelesaikan studi S2nya ini. Adam Mahendra adalah dosen paling terkenals seantero Fakultas Ekonomi Universitas Bhinneka.Tidak, bukan terkenal karena keramahan apalagi kebaikan hatinya. Tapi karena sifatnya yang menyebalkan, mulutnya yang tajam, dan rautnya yang selalu tampak seperti akan menelan siapapun yang ada di hadapannya. Meskipun demikian, Ayudia dan mahasiswi lainnya mengakui bahwa Adam memiliki paras yang luar biasa rupawan. Perpaduan sempurna antara Jawa dan Arab. Dan otak pria itu pun sangat cemerlang. Tentu saja, lulusan Inggris untuk gelar masternya dan lulusan Amerika Serikat untuk gelar doktoralnya.Tapi semuanya berhenti sampai disitu. Adam memang tampan dan cerdas. Cukup. Tidak ada lagi pujian untuknya karena dia adalah si brengsek Fakultas Ekonomi Bhinneka.Dan sekarang Ayudia harus menyelesaikan tesisnya di bawah bimbingan pria menyebalkan itu. Bukankah semuanya terasa seperti mimpi buruk yang menjadi nyata?Dengan kesal Ayudia melemparkan tasnya ke lantai dan menangis di koridor kampusnya. Ia menenggelamkan kepalanya di antara kedua lututnya sembari berkali-kali mengutuk nasib buruknya. Mungkinkah Ayudia pernah menjadi penjahat besar di masa lalunya? Kenapa hidupnya buruk sekali?Maya duduk di sampingnya sembari mengusap punggung Ayudia. Ia berusaha keras menghibur sahabatnya itu, namun Maya lebih tahu daripada siapapun bahwa hidup Ayudia tidak akan berjalan mulus setelah ini. Yah, tapi setidaknya ia harus tetap menjalankan tugas sebagai sahabat yang baik, bukan?"Sabar ya, Ayu. Sepertinya Pak Adam tidak seburuk itu kok."Ayudia mengangkat wajahnya dan menatap Maya dengan wajah berkerut."Benar, tidak seburuk itu. Tapi sangat buruk! Kamu lihat, pesanku untuk menemuinya saja belum dibalas sejak tadi, Maya. Padahal statusnya online!" Gerutu Ayudia sembari terisak sedih.Gadis itu kembali menangis lagi. Ah, sialan. Ayudia menjalani studi S2nya dengan beasiswa dan dia memiliki tenggat waktu kelulusan yang harus ia penuhi. Mendapatkan dosen pembimbing seperti Adam sama saja dengan membuat beasiswa Ayudia akan melayang dengan sia-sia. Tentu saja. Hingga sekarang tidak ada seorang pun mahasiswa bimbingan Adam Mahendra yang lulus tepat waktu.Dan entah kenapa Ayudia yakin ia akan bernasib sama dengan mereka."Apa yang kalian lakukan? Menangis di koridor seperti anak remaja saja."Sebuah suara membuat Ayudia dan Maya tersentak. Tubuh keduanya seketika membeku saat menyadari siapa pemilik suara itu. Adam Mahendra berdiri di hadapan mereka dengan pandangan menyelidik dan tangan yang disilangkan di depan dada.Iblis sudah datang.Iblis yang baru saja mereka bicarakan sekarang muncul di hadapan mereka. Sial sekali nasib mereka. Apakah mungkin tadi pagi Ayudia kejatuhan cicak hingga nasibnya seburuk ini?Ayudia dan Maya buru-buru berdiri dan tertawa canggung. Gadis itu dengan cepat menyeka air matanya dan segera menyunggingkan senyum kepada dosen pembimbingnya."Ah, tidak, Pak. Saya tadi sedang tidak enak badan saja."Tanpa menunggu kata-kata Ayudia selesai, pria itu langsung melangkah pergi dengan tampang tak peduli. Ayudia dan Maya saling bertatapan namun seketiak, Maya memukul bahu Ayudia dan membuat gadis itu mendelik kepada Maya."Apa sih, May?!""Dosen pembimbingmu, Bodoh! Cepat kejar Pak Adam dan minta tanda tangannya!" Seru Maya panik sembari menunjuk kertas yang ada di tangan Ayudia.Ayudia menepuk keningnya. Bodoh sekali dirinya. Alasan ia ingin menemui Adam karena ia ingin meminta tanda tangan pria itu di berkas pengajuan tesisnya. Kenapa ia malah diam saja saat melihat Adam tadi?"Ah, sialan! Tunggu disini, May. Aku akan mengejar Pak Adam." Seru Ayudia seraya berlari cepat ke arah dimana Adam tampak berjalan.Gadis itu memacu langkahnya dengan sangat cepat. Kedua matanya terpaku pada sosok Adam yang berjalan beberapa meter di depannya.Sialan, kenapa langkah pria itu cepat sekali? Ayudia sampai terengah-engah mengejarnya hingga akhirnya ia berhasil menyamakan posisinya dengan Adam. Pria itu berhenti dan melihat ke arah Ayudia dengan tatapan aneh. Seolah Ayudia adalah seekor fauna langka yang baru muncul dari permukaan tanah."Apa lagi?" Tanyanya sebal.Ayudia mengatur nafasnya yang memburu cepat. Jantungnya terasa seperti akan meledak karena ia terus menerus berlari selama tiga menit."Sebentar, Pak. Saya harus bernafas dulu.""Memangnya kamu tadi tidak bernafas?" Balas Adam ketus.Pria itu melirik jam tangannya sekali dan memandang Ayudia lagi."Kalau tidak ada yang perlu dibicarakan, saya akan pergi." Ujarnya hendak membuka pintu mobilnya.Ayudia panik dan segera berdiri tegap menghadap ke arah Adam."Tunggu dulu, Pak. Saya ingin meminta tanda tangan Bapak." Ucapnya buru-buru sambil menyodorkan selembar kertas ke arah Adam.Adam mengambil kertas itu dan membacanya. Formulir persetujuan dosen pembimbing. Ah, rupanya Adam akan menjadi dosen pembimbing dari gadis ini? Ia mengangkat wajahnya dari kertas dan melihat ke arah Ayudia yang memandangnya dengan penuh harap."Ini? Saya harus tanda tangan ini?" Tanya Adam sekali lagi.Ayudia mengangguk mantap. Adam melihat ke arah kertas itu sekali lagi. Lalu tanpa menandatanganinya, ia menyerahkan kembali dokumen tersebut kepada Ayudia. Gadis itu membelalak dan menatap Adam dengan begitu terkejut. Matanya membulat hingga tampak seperti dua bola berwarna hitam di balik kacamatanya."Pak, tanda tangannya?" Ucap Ayudia tak mengerti."Besok saja." Jawab Adam singkat."Ta-tapi saya sudah ada disini, Pak. Tidak bisakah Bapak menandatanganinya sebentar saja?" Bujuk Ayudia lagi."Saya tidak membawa pena." Balas Adam tak peduli.Namun Ayudia tidak mau kalah. Ia sudah begitu letih memacu kakinya hingga tiba disini. Dan ia tidak akan menyerah hanya karena Adam Mahendra menggunakan alasan konyol itu untuk menolaknya."Pakai pena saya saja, Pak."Adam menaikkan sebelah alisnya dan memandang Ayudia dengan tatapan yang menurut Ayudia sangat menyebalkan. Jika saja pria di hadapannya itu bukan dosennya, mungkin Ayudia sudah akan melayangkan pukulan tepat di perut Adam."Besok, Ayu. Bukan hari ini tapi besok."Begitu saja Adam berkata. Tanpa mempedulikan Ayudia yang menatapnya tak percaya, Adam masuk ke mobilnya. Tak lama kemudian, kereta besi itu melaju meninggalkan Ayudia yang memandangnya dengan tatapan melongo.Ayudia tidak dapat menyembunyikan rasa kagetnya saat ia melihat Sean berdiri di hadapannya. Pria itu mengenakan kaos olahraga tanpa lengan berwarna hitam dan celana training pendek dengan warna yang sama. Sean menyeringai lebar saat ia menyapa Ayudia yang masih tampak terkejut.“Kenapa? Ada yang aneh denganku?” tanya Sean iseng.Ayudia menggelengkan kepalanya, “Tidak. Hanya saja aku tidak menyangka akan melihatmu sepagi ini disini.”Sean mengernyitkan dahinya dan memandang Ayudia sedikit bingung, “Kenapa? Karena kamu tidak mengira bahwa seorang bule sepertiku bisa bangun pagi?”Gadis itu mengedikkan bahunya dan kembali berlari kecil, “Begitulah.”Sean segera menyamakan langkahnya dan ikut berlari di sisi Ayudia. Perbincangan di antaranya kembali mengalir bagaikan air di sungai yang bersih. Seolah Sean dan Ayudia adalah teman lama dengan sejuta topik pembicaraan yang tidak ada habisnya. Padahal keduanya baru berkenalan selama empat puluh delapan jam!“Jadi? Apakah bosmu marah kepadamu
Ayudia benar-benar tidak menyangka perkataan yang meluncur dari mulut Adam saat keduanya berada di dalam lift tadi. Ia merasa kesal dan marah. Apalagi ketika ia menyadari fakta bahwa Adam mendiskreditkan semua kerja kerasnya hanya karena Adam melihat Ayudia bercengkerama dengan Sean. Seolah semua pekerjaan yang ia lakukan secara sempurna selama sepanjang hari menjadi tidak berarti karena hal remeh itu.“Menyebalkan sekali! Apa yang dipikirkan Adam hingga dia berhak menghinaku seperti itu?!” gerutu Ayudia penuh emosi saat ia berada di dalam kamar hotelnya.“Dia tidak berhak memandangku remeh! Aku sudah bekerja sepanjang hari sebagai asistennya! Memangnya aku salah jika aku mengobrol dengan Sean?!” semburnya lagi seraya menghapus riasannya di depan kaca kamar mandi.Rasa kesal dan amarah seolah membakar dirinya. Ayudia benci dan bahkan tidak sudi untuk melihat sosok Adam Mahendra lagi. Setidaknya untuk beberapa hari ke depan.Ayudia mengira emosinya akan mereda jika beberapa jam telah b
“Sean?! Apakah kamu benar-benar Sean?” Ayudia bahkan tidak mempercayai matanya sendiri saat melihat pria tampan itu mendekatinya. Ia tidak pernah menyangka, pria bule yang tampak seperti seorang backpacker itu ternyata salah satu peserta konferensi ekonom paling bergengsi ini. Begitu banyak pertanyaan yang berkelebat di kepala Ayudia, namun hanya satu yang terucap dari bibirnya.“Apa yang kamu lakukan disini?” tanya Ayudia penasaran.Sean menunjukkan tanda pengenalnya yang bertuliskan ‘Steering Committee’ lengkap dengan fotonya yang tampak begitu formal. Ayudia membelalak menatap pria di hadapannya dengan tidak percaya. “Kamu? Steering Committee konferensi ini?” seru Ayudia dengan antusiasme yang sangat kentara.Sean mengedikkan bahunya, “Begitulah. Kurasa aku harus memperkenalkan nama lengkapku kepadamu?”“Tentu saja! Aku harus tahu Sean yang sebenarnya, bukan?”Keduanya tertawa lalu berjabat tangan dan saling memperkenalkan diri.“Namaku Ayudia Cempaka. Mungkin sulit bagimu untuk
“Kenapa lama sekali?”Adam menatap Ayudia dengan sebal dan bertanya dengan begitu ketus. Membuat Ayudia bergidik ngeri karena sudah memancing emosi Yang Mulia Adam Mahendra. Pria ini bahkan emosinya lebih labil dibandingkan gadis remaja yang tengah puber. Menghadapi Adam Mahendra memang membuat Ayudia pusing setengah mati.Dan mereka baru bersama selama delapan jam!Ayudia menghela nafas pelan. Sepertinya dua minggu ke depan akan menjadi hari yang cukup berat baginya. Berkali-kali Ayudia mencoba menyemangati dirinya sendiri dengan membayangkan gedung Opera House yang ia impikan.Semangat Ayu! Ingat kamu akan pergi ke Opera House! – begitu yang ia tanamkan terus menerus sejak detik ia berada dalam satu pesawat dengan Adam.Tanpa berkata banyak, Adam beranjak dari duduknya dan berjalan mendahului Ayudia. Gadis itu mengamatinya dan mendapati Adam pergi keluar hotel. Dengan cepat Ayudia mengejarnya bagaikan anak itik yang mengikuti induknya.“Kita mau kemana, Pak?”Adam melangkah dengan b
Enam belas jam kemudianm Ayudia dan Adam akhirnya tiba di negeri Kangguru. Negara yang selalu diimpikan Ayudia untuk ia kunjungi. Akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk pergi ke negara yang katanya dipenuhi binatang berukuran tidak wajar ini.Namun tak peduli betapapun orang-orang mengatakan Australia bukanlah sebuah negara yang menarik, Ayudia tetap saja mengidam-idamkan untuk menjejakkan kakinya disini. Di melting pot yang menjadi tempat perantauan berjuta suku bangsa. Mulai dari Asia, Amerika, bahkan Afrika. Ayudia bahkan selalu menancapkan foto Sydney Opera House di kamarnya dengan harapan ia bisa mengunjunginya. Bahkan jika itu hanya sekali saja.“Bagus sekali ya, Pak!” seru Ayudia antusias saat keduanya sudah melewati gerbang imigrasi.Adam mendengus dan tertawa mengejek, “Jangan norak. Kita baru tiba di bandaranya, Yu. Dan tidak ada yang bagus tentang sebuah bandara.”Ayudia menatap Adam dengan sebal. Ia menyilangkan tangannya di depan dada, hendak protes kepada pria itu, “B
Ayudia sebenarnya ragu dengan tawaran yang diberikan Adam.Bukan. Bukan karena ia tidak menghargainya. Hanya saja pergi ke konferensi bergengsi hanya sebagai asisten Adam bukanlah sesuatu yang ia inginkan. Ayudia sangat ingin pergi dan menampilkan pemikirannya sendiri. Menunjukkan kemampuannya pada deretan orang jenius di luar sana.Bukannya menjadi asisten Adam dan mengekor di belakangnya sepanjang hari. Alih-alih menelurkan pemikiran emas, yang akan dilakukan Ayudia hanyalah mencatat setiap kata-kata dan diskusi yang dicetuskan Adam. Lalu memindahkannya ke dalam laporan yang akan disetorkan sebagai laporan pertanggung jawaban.Namun sisi lain otaknya terus mendorongnya untuk menerima tawaran itu.Kapan lagi kamu bisa ke Sydney gratis? Dan konferensi ini akan memberimu kesempatan untuk menjalin relasi dengan orang-orang hebat itu, Yu! – pikirnya demikian.Kebimbangan yang memenuhi kepalanya membuat Ayudia terus menimbang-nimbang. Sepanjang sore yang ia lakukan hanyalah memikirkan ke
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments