Share

Bab 4

Rasa gugup menyelimuti sekujur tubuh Ayudia. Ia berdiri di depan pintu kantor Adam dengan memeluk map berisi proposal tesisnya. Hari ini genap tiga hari sejak hari ia melabrak Adam di pagi hari. Dan sungguh, sekarang Ayudia tidak tahu harus berkata apa dan bereaksi bagaimana kepada dosen pembimbingnya itu.

Ayudia menarik nafas dalam beberapa kali. Berusaha membuat rasa gugupnya menguap.

"Tenang, Ayu! Prof. Eko kan sudah mengatakan judulmu luar biasa!" Batin Ayudia meyakinkan dirinya sendiri.

Setelah merasa lebih baik, ia mengangkat tangannya dan mengetuk pintu di depannya dengan yakin.

TOK! TOK! TOK!

Tak perlu waktu lama, suara Adam terdengar dari dalam ruangan.

"Iya, masuk saja."

Ayudia menarik nafas dalam sekali lagi. Baiklah, sekarang atau tidak sama sekali. Lagipula Adam masih manusia dan bukannya monster yang akan memakan Ayudia dalam sedetik. Ayudia meyakinkan dirinya bahwa ia harus sedikit tenang dan melupakan semua kejadian itu.

Semoga saja Adam juga melakukan hal yang sama. Melupakan penghinaan yang diberikan Ayudia kepadanya.

Gadis itu membuka pintu dan melongok dari celah pintu yang sedikit terbuka.

"Saya boleh masuk, Pak?"

Adam melihat ke arah Ayudia dan tersenyum pongah.

"Ayu? Tentu saja. Silahkan masuk."

Adam terdengar sangat ceria hari ini. Dan itu sangat aneh. Ayudia bahkan merasa bulu kuduknya berdiri karena suasana hati Adam yang tampak begitu bagus. Jika seorang monster tiba-tiba menjadi baik hati, maka sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Dan Ayudia bahkan tidak bisa menebak apa itu.

Ayudia berjalan dengan gugup dan duduk di hadapan Adam.

"Saya ingin mengajukan judul penelitian saya, Pak." Ujar Ayudia dengan hati-hati.

Adam tersenyum tipis dan menyodorkan tangannya. Memberikan isyarat bagi Ayudia untuk menyerahkan map merah yang ia peluk sejak tadi. Gadis itu mengangguk dan melakukan apa yang diminta dosen pembimbingnya itu. Adam membacanya sekilas. Benar-benar hanya dalam sekejap, lalu ia mencoret dan melemparkan berkas itu ke mejanya.

Ayudia menatapnya dengan melongo. Tidak mengerti apa maksud pria brengsek di hadapannya ini.

"Judulmu membosankan. Ganti." Jawab Adam singkat.

"Ta-tapi, Pak, Prof Eko juga sudah menyetujuinya. Beliau bilang judul saya sangat bagus dan layak sekali untuk diteliti lebih lanjut."

Adam tampak tak peduli dan mencondongkan tubuhnya ke arah Ayudia.

"Dosen pembimbingmu saya atau Prof Eko?" Tanya Adam dingin.

Gadis itu terdiam dan mengangguk pelan.

"Bapak dosen pembimbing saya."

Adam lalu tersenyum dan menyenderkan tubuhnya kembali ke kursi.

"Bagus, kalau begitu ikuti apa kata saya dan bukan Prof Eko."

Ayudia begitu tercengang dengan semua yang terjadi sepersekian detik ini. Jadi? Ia harus mengganti semuanya? Mencari judul penelitian lagi sementara teman-temannya sudah mulai mengerjakan proposal mereka? Yang benar saja!

"Kenapa kamu melihat saya seperti itu, Ayu? Keberatan?"

Ayudia buru-buru menggeleng dan memaksakan sebuah senyuman palsu.

"Tidak, Pak. Saya akan segera menggantinya dan besok akan menyerahkannya kembali." Ucap Ayudia mantap.

Gadis itu langsung berdiri dan mohon pamit. Namun belumlah ia sempat meninggalkan ruangan, Adam memanggilnya dan Ayudia menoleh. Mengharapkan mungkin hati pria itu akan tergugah dan menyetujui judul penelitiannya.

"Ayu?"

"Iya, Pak?"

"Jangan lupa, kamu bisa mengganti dosen pembimbing jika kamu tidak menyukai saya." Ucapnya sambil tersenyum.

Mendengar itu, darah Ayudia terasa mendidih. Emosinya mengebul hingga ke ubun-ubun. Ternyata ini maksud Adam. Pria itu bertingkah begitu menyebalkan karena ingin menyingkirkan Ayudia? Karena ia ingin Ayudia mengaku kalah dan menyerah?

Oh, sungguh Adam telah membuat penilaian yang salah. Jika ia mengira Ayudia akan mundur begitu saja hanya karena gertakan sepele, maka Adam benar-benar keliru. Ia akan menempel erat dengan pria itu. Persis seperti benalu menyebalkan yang akan membuat Adam kehilangan akal sehatnya.

Ayudia menyunggingkan senyuman termanisnya. Melemparkan tantangan yang sama kepada Adam.

"Tenang saja, Pak. Saya tetap akan bersama Bapak sampai selesai."

***

Kali ini tekad Ayudia sudah bulat. Ia tidak akan kalah dari permainan mental yang direncanakan Adam. Jika Adam memang ingin memukulnya mundur dengan rintangan remeh seperti ini, maka yang akan didapatkan pria itu hanyalah kegagalan besar. Jika Adam menyira Ayudia akan menyerah dan berlari menangis, Adam benar-benar salah besar.

Mendengar kata-katanya tadi semakin memantik api kompetisi di dalam hati Ayudia. Kali ini ia akan benar-benar menunjukkan pada pria itu siapa dirinya. Siapa seorang Ayudia Cempaka yang berhasil lulus dengan sederet prestasi gemilang? Ayudia akan benar-benar membuktikan kepada Adam bahwa dirinya bukanlah seorang mahasiswi bodoh yang bisa ia remehkan.

Kobaran api semangat terpancar di mata Ayudia dan ia kembali fokus kepada laptop di hadapannya. Tangannya menari di atas papan ketik dengan cepat seolah jemarinya di sulut api. Otaknya berputar dengan keras dan mengeluarkan untaian ide cemerlang untuk ia pamerkan kepada Adam. Dan semangatnya berada dalam garis maksimal. Mendorongnya semakin cepat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan Adam.

"Yu, aku takut melihatmu." Ujar Maya sembari bergidik ngeri melihat sahabatnya.

"Takut kenapa?" Tanya Ayudia tanpa menoleh dari layar sedikitpun.

Maya memandang Ayudia dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sahabatnya itu sedang memakai kacamatanya dan rambut hitam Ayudia dikuncir dalam sebuah cepol yang tinggi. Matanya berkilat penuh ambisi dan Ayudia benar-benar tampak seperti jenderal yang akan turun berperang.

"Kamu terlihat menyeramkan kalau dalam mode seperti ini." Jawab Maya. Gadis berisi itu lalu duduk di kasur sembari mengamati Ayudia.

"Mode bertarung." Sambung Maya lagi.

Ayudia tertawa. Jemarinya masih bergerak dengan lincah mengetikkan kata demi kata di laptopnya.

"Aku memang sedang bertarung, Yu. Bertarung dengan Adam Mahendra dan aku pasti akan menang." Jawab Ayudia penuh tekad.

Maya tertawa.

"Kamu itu gila, Yu. Tahu kenapa?"

Kali ini perkataan Maya membuat Ayudia mengalihkan wajahnya dan memandang sahabatnya dengan bingung.

"Kenapa?" Balas Ayudia tak mengerti.

"Orang-orang kalau sudah dibantai Pak Adam pasti akan memilih mundur, tapi kamu malah makin kekeuh. Bukannya berpikir mengganti dosen, kamu malah bilang akan terus bersama dia sampai selesai. Apalagi kalau bukan gila namanya?"

Ayudia memutar kursinya dan menghadap ke arah Maya sepenuhnya. Tangannya ia silangkan di dada.

"Orang seperti Adam Mahendra terbiasa mendapatkan apa yang ia inginkan karena orang lain selalu menyerah menghadapinya, May. Sekali sekali dia harus diberi pelajaran. Dia harus tahu bahwa menjadi brengsek itu tidak ada gunanya. Dan aku yang akan memberi pelajaran itu." Jawab Ayudia mantap.

Memandang sahabatnya itu, Maya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Maya yakin benar, perang besar akan segera terjadi di antara keduanya. Bagaimanapun juga, sifat Adam dan Ayudia begitu mirip. Dan jika dua orang yang terlalu mirip bersama, hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Kebencian yang begitu hebat atau malah sebaliknya. Cinta yang begitu dalam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status