Setelah pengujian, Isabella mengajak Luke keliling rumah sebelum jadwal latihan menembak nanti siang. Mereka hanya jalan-jalan di luar rumah.
Mereka sampai di taman belakang rumah yang luas. Tamannya cukup asri, banyak pepohonan dan tanaman hias yang menyegarkan tumbuh di sana. Taman belakang rumah Isabella juga dilengkapi dengan kolam ikan dan area santai. Mereka mengambil duduk di kursi ayunan berhadapan di area santai. “Sekarang aku ajak keliling rumah dulu. Kalau kau udah resmi jadi bodyguardku, kau akan tinggal di sini juga.” Luke mengangguk paham. “Kapan-kapan aku akan ajak kau ke butik milikku juga.” “Kau punya butik?” “Ya, tidak jauh dari sini.” “Kau terlalu baik padaku.” Isabella menaikkan sudut bibirnya sedikit. “Hm, ngomong-ngomong apa kau punya pacar?” Isabella menekuk badannya, lebih condong ke arah Luke. Ia menatap Luke dengan tatapan penuh cinta. Luke menggeleng. “Tidak. Aku tidak pernah pacaran.” Pupil Isabella membesar. “Benarkah? Orang tampan dan keren seperti kau tidak pernah pacaran?” “Ya, begitulah kenyataannya. Aku pernah dekat dengan beberapa wanita tapi tidak berakhir dengan sebuah hubungan romantis.” “Oh, sepertinya standar kau cukup tinggi ya?” Isabella memicingkan mata. Luke tersenyum malu. “Tidak juga. Kalau menurutku cocok, aku pasti akan langsung menyukainya. Bagaimana dengan kau?” Isabella diam sejenak namun matanya tak lepas dari Luke, tak berkedip. “Jika aku suka seseorang, aku tak malu untuk menunjukkannya,” katanya dengan tatapan tak lepas dari Luke. “Permisi, nona Isabella!” seorang kepala pelayan datang menginterupsi hingga keduanya memutus kontak. Isabella menoleh. “Ya?” “Makan siang sudah siap. Ayah nona sudah menunggu di meja makan.” “Ok.” Isabella berdiri, meraih pergelangan tangan Luke. Seolah mengerti situasi, pelayan itu lantas berkata. “Apa nona ingat pesan dari Ayahnya nona? Tidak sembarang orang bisa memasuki rumah apalagi makan bersama keluarga.” Isabella terpaksa melepas tangan Luke kemudian melirik Luke kasihan. “Oh, tidak apa-apa, kalau begitu aku pulang dulu. Aku akan kembali nanti siang. Latihan menembaknya jam 2 siang ‘kan?” Isabella mengangguk, “Hati-hati ya,” ucapnya seraya mengusap lengan Luke. Luke menyunggingkan senyum tipis lalu pergi meninggalkan kediaman Isabella sementara Isabella kembali masuk ke rumah diikuti dengan kepala pelayan tersebut. Di ruang makan mewah bergaya eropa klasik. Mejanya berbentuk persegi panjang berbahan granit putih dengan corak keemasan dan ujungnya dilapisi emas 24k serta kursi mewah yang dilapisi emas layaknya kursi kerajaan tampak ayahnya sudah duduk seorang diri. “Kenapa Ayah tidak membiarkan Luke makan bersama kita?” Alex sontak melirik tajam putrinya. “Sudah berapa kali Ayah bilang jangan terlalu akrab sama orang asing terlebih pria. Dia belum resmi menjadi bodyguard kau, jadi dia bukan siapa-siapa sekarang,” jelas Alex. Isabella terdiam, ia tidak bisa berkelit karena yang dibilang Ayahnya itu benar. Tapi sayangnya dia sudah terlanjur jatuh hati pada pria itu dan menganggapnya sebagai orang terdekatnya. *** Jam 2 siang, Isabella sudah berada di ruang latihan menembak bersama Luke dan Anton. “Ok, karena Luke belum pernah belajar menembak. Saya akan mencontohkannya dulu. Posisinya harus seperti ini, lurus menghadap ke depan.” Anton memperagakan postur tubuh dan tangan sebelum menembak. Luke memperhatikannya dengan saksama. Dor! Peluru tepat mengenai bagian tengah papan, tepat sasaran. Menembak seperti seorang ahli. Luke tampak terkesima, mulutnya menganga tanpa sadar dan itu membuat Isabella yang sedari memperhatikannya terkekeh pelan. “Giliran kau.” Anton mempersilakan Luke. Luke berdiri di tempat Anton tadi, berusaha mengikuti posisi yang diajarkan Anton namun ia masih tampak kaku. Anton pun turun tangan. “Tangan harus lurus, jangan bengkok.” Anton memperbaiki posisi tangan Luke. Isabella memperhatikan dengan saksama sambil melipat tangan di depan dada. Dor! Luke menembak namun sayang meleset, peluru tidak mengenai papan sasaran. “Sayang sekali, tapi kau bisa coba lagi nanti, terus lah berlatih. jangan menyerah." "Baik." Dor! Percobaan kedua, Luke menembak papan namun tidak tepat di tengah dan hampir di pinggir papan, hampir keluar dari papan sasaran. “Cukup bagus, kau mulai mengerti. Pelan-pelan saja, relax.” ‘Sepertinya dia memang tidak bisa menggunakan pistol sebelumnya tapi kenapa dia membawa pistol tempo hari? Apa dia membawanya hanya untuk gaya-gayaan? atau untuk melindungi diri dari penjahat?’ Isabella sibuk dengan pikirannya. “Nona Lancaster,” “Nona Isabella.” “Nona Isabella!” Isabella terperanjat ketika Anton meninggikan suaranya. “Maaf nona tapi sekarang giliran anda.” “O-oh ya. Ok.” Isabella terbata-bata, bola matanya bergerak-gerak gugup namun ia langsung maju mengambil posisi. Dor! Anton tersenyum ketika melihat Isabella berhasil menembak bagian tengah untuk pertama kali mencoba hari ini. “Sudah aku bilang kau semakin baik nona." “Terima kasih paman Anton.” Kata Isabella namun Luke hanya diam dengan ekspresi datar, memantau dari kejauhan. Dor! Percobaan kedua, Isabella juga mengenai bagian tengah, itu membuat sudut bibir Isabella naik membentuk senyuman bangga. Setelah kurang lebih 1 jam, mereka akhirnya beristirahat. Anton meninggalkan mereka berdua. Mereka mengambil duduk di lantai semen. “Kau sudah lama belajar menembak?” Luke membuka pembicaraan. “Iya cukup lama dan aku hanya belajar dengan paman Anton. Kau akan lebih baik setelah banyak berlatih.” Luke mengangguk paham. “Hm, ngomong-ngomong paman Anton kelihatan sangat dekat dengan keluarga kau.” “Iya, tentu saja. Dia sudah lama bekerja dengan keluargaku. Dia sangat setia pada kami, Ayahku bahkan sudah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga besar Lancaster.” Luke masih menatap Isabella dari samping mendengar penjelasan Isabella dengan baik namun tiba-tiba Isabella menoleh, keduanya bertemu pandang lagi dan lagi. “Maaf soal tadi ya, aku tidak berniat mengusir kau.” Isabella menyinggung soal tadi pagi. Luke menyunggingkan senyum tipis. “Tidak apa-apa, aku mengerti. Aku juga bukan siapa-siapa kalian sekarang, aku hanya orang asing.” Isabella tertegun, ia menelan ludahnya, matanya berkedip-kedip pelan. Perkataan Luke mirip dengan perkataan Ayahnya. “Hm, kalau kau bekerja di sini nanti dan kau melakukan pekerjaan dengan baik, kau pasti akan menjadi seperti paman Anton, kau akan diterima dengan baik.” Isabella kembali menatap ke depan. “Ayahku tidak semenyeramkan itu, apalagi aku adalah anak satu-satunya, dia sangat menyayangiku.” “Hm, kalau boleh tahu, ibu kau di mana?” Raut wajah Isabella tiba-tiba, ia menurunkan pandangannya. “Ibuku meninggal saat melahirkanku.” “Oh, maafkan aku. Aku tidak bermaksud—“ “Tidak apa-apa. Itu sudah cukup lama walaupun masih menyakitkan karena aku tidak bisa melihat ibuku secara langsung.” Isabella menghela napas panjang. “Bagaimana dengan kau?” Luke mengangkat kepalanya, menatap langsung ke mata Isabella. “Ibuku juga sudah meninggal, karena dibunuh oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Aku tidak akan memaafkannya seumur hidupku. Aku bersumpah untuk membalasnya suatu saat nanti.” Tatapan Luke yang dalam dan tajam membuat Isabella terintimidasi ditambah kata-katanya yang tegas dan menusuk seolah itu ditunjukkan padanya, tiba-tiba matanya berkaca-kaca dan hatinya sesak entah mengapa. bersambungTak jauh berbeda dengan respon Luke, Isabella juga kaget melihat Luke berada di antara orang-orang berandal itu namun yang paling membuatnya kaget adalah orang-orang yang pernah menyerangnya dan Anton saat itu sekarang sedang berkumpul bersama di sini. Itu artinya Luke mengenalnya ‘kan? Siapa sebenarnya Luke?Isabella diam membisu, hatinya remuk tak berbentuk, wajahnya memerah menahan amarah.“Lepaskan dia!” suara beratnya menggema membuat pria yang menahan Isabella reflek melepaskannya.Luke bergerak mendekati Isabella.Plak!Isabella menampar Luke dengan keras, dadanya naik turun dan matanya memerah menahan tangis. “Dasar pengkhianat!”Luke terdiam, rahangnya mengeras. Ia kembali menoleh tanpa menunjukkan rasa sakit seolah tamparan keras itu bukan apa-apa lalu mencengkram tangan Isabella sampai membuat Isabella mendesis kesakitan.“Jangan sentuh aku!” bentak Isabella, menarik tangannya paksa lalu mundur beberapa langkah. Napasnya tersengal. “Kau … kau membohongi aku selama ini! Siap
Tiga Minggu kemudianLuke telah resmi menjadi bodyguardnya Isabella setelah aksi heroiknya melawan gerombolan geng motor yang membahayakan nyawa Isabella. Ia sudah bekerja dengan keluarga Lancaster selama 2 Minggu dan belum ada muncul kecurigaan dari keluarga Lancaster terhadapnya. Selama Luke di sisi Isabella, tidak ada yang bisa melukai Isabella.Pagi ini, suasana di rumah Lancaster aman dan damai seperti biasa, seluruh pelayan bekerja seperti biasa, Anton sedang menikmati kopi hitamnya seraya membaca koran bersama Luke yang sudah resmi tinggal di sana sementara Ayah Isabella sedang tidak ada di rumah, ia pergi ke Mexico karena ada masalah dengan produsen penyedia bahan baku bisnisnya.Lain hal dengan Isabella yang tampak terduduk lemas di kamar mandi. Tangannya memegang sebuah alat tes kehamilan yang menunjukkan tanda dua garis. Hatinya mencelos, matanya basah berair.“A-aku hamil,” bisiknya lirih dengan tatapan kosong, napasnya memburu seolah tak percaya dengan kenyataan tersebut
Seminggu kemudianSudah seminggu sejak Alex memberikan teguran pada Isabella agar menjauhi Luke dan sejak saat itu mereka tidak pernah lagi bertemu. Isabella sibuk mengurus butiknya sementara Luke tidak ada kabar.“Mbak, mau rendanya sampai ke bawah?” tanya Isabella yang sedang mengobrol bersama seorang pelanggan yang ingin membuat gaun pengantin khusus untuk pernikahannya nanti. Dia datang bersama calon suaminya.“Iya mbak sama dikasih manik-manik cantik yang bersinar gitu juga Mbak.”“Oke siap. Jadi mau model yang seperti ini?” Isabella memastikan kembali seraya menunjuk katalog outfit pernikahan. Wanita tersebut ingin menambah sedikit detail di baju pengantinnya, tentu saja wanita tersebut juga harus mengeluarkan uang lebih karena menambah permintaan.“Iya Mbak.”Isabella tersenyum ramah. “Oke, kalau gitu kita ukur dulu ya Mbak.” Isabella mengambil meteran yang tergantung di sebuah mannequin, ia memperbaiki kacamata minus yang ia kenakan sebelum mengukur tubuh wanita kurus dengan t
“Ayah kecewa dengan kau Isabella. Apa kau tidak ingat dengan nasehat Ayah? Apa selama ini kau menganggap nasehat ayah hanya sebuah angin lalu, huh?!”Pagi ini Isabella disidak oleh Ayahnya di ruangan ayahnya. Ayahnya sudah mengetahui tentang ciuman semalam dari Anton dan Alex sangat murka. Alex sudah sering kali menasehati Isabella untuk tidak mudah dekat dengan pria asing apalagi jatuh cinta.“Kenapa Ayah menyuruh paman Anton untuk memantauku diam-diam? Aku ‘kan sudah bilang kalau aku tidak suka dipantau!” tutur Isabella tak terima seraya melirik tajam Anton yang berdiri di belakang Alex sedang menundukkan pandangannya.“Jangan mengalihkan pembicaraan, Isabella! Kau tetap salah. Mulai sekarang jauhi Luke, Ayah tidak mau lihat kau dekat dengan dia lagi.”“Tapi Yah—““Tidak ada tapi-tapian dan mulai sekarang kalau kau mau kemana-mana, kau cuma boleh pergi dengan Anton. Mengerti?!” tanpa sadar suara Alex meninggi. Ia terpaksa meneriaki anaknya bukan karena tidak sayang tapi ini demi keb
“Awasi dia,” “Siap Don!” Alex menuruni tangga dengan cepat, mengendarai mobil seorang diri, balik ke rumah. Anton tidak ikut balik karena ia harus melakukan misi yang diperintahkan oleh Alex. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar sebelum bergerak menjauh, mencari taksi. Luke keluar setelahnya, tanpa memperhatikan sekitar, ia menaiki motornya. “Ikuti motor ducati hitam itu pak. Tapi jangan terlalu terang-terangan, pelan-pelan saja.” “Baik.” Anton mengikuti luke diam-diam bersama taksi dengan jarak yang aman. Alex memberikan perintah untuk mengikuti Luke sampai ke rumah. Alex ingin Anton mencari tahu tentang latar belakang Luke dan keluarganya. Awalnya Luke tidak sadar sama sekali namun di pertengahan jalan, ia tak sengaja melirik kaca spion, matanya memicing curiga. Ia berusaha berkendara dengan santai namun tetap sesekali memantau. Ia pun memutar otaknya sehingga ia tetap bisa bersikap santai di saat seperti ini. Beberapa saat kemudian, ia tiba di sebuah rumah minima
Alex sudah mendengar tentang insiden penembakan di butik putrinya dari Anton.“Dia menembaknya tepat di kepala?”“Iya Don, pria itu mati di tempat dan sekarang Luke berada di kantor polisi.”“Aku akan urus itu nanti. Bagaimana dengan putriku?” Alex melirik Anton tajam seolah menuntut jawaban cepat.“Nona Isabella baik-baik saja. Dia ikut dengan Luke ke kantor polisi untuk memberikan keterangan.”“Oke. Jemput dia sekarang. Setelah selesai dengan urusan kepolisian, bawa dia pulang.” Alex menanggapinya dengan santai bahkan sempat-sempatnya menyesap kopi hitamnya.“Baik Don.” Anton membungkuk hormat sebelum keluar.Setelah menyesap kopinya, Alex menatap lurus ke depan dengan tatapan tajam tanpa berkedip, seperti ada sesuatu yang dipikirkannya.***“Kau tenang saja, ayahku pasti akan membebaskan kau.” Isabella memegang tangan besar Luke, menenangkannya namun Luke hanya diam.Mereka sudah memberikan keterangan dan untuk sementara waktu, Luke akan ditahan di sana sampai penyelidikan selesai.