Share

Bab 4

Author: SY
last update Last Updated: 2025-07-07 23:37:41

Setelah pengujian, Isabella mengajak Luke keliling rumah sebelum jadwal latihan menembak nanti siang. Mereka hanya jalan-jalan di luar rumah.

Mereka sampai di taman belakang rumah yang luas. Tamannya cukup asri, banyak pepohonan dan tanaman hias yang menyegarkan tumbuh di sana. Taman belakang rumah Isabella juga dilengkapi dengan kolam ikan dan area santai.

Mereka mengambil duduk di kursi ayunan berhadapan di area santai.

“Sekarang aku ajak keliling rumah dulu. Kalau kau udah resmi jadi bodyguardku, kau akan tinggal di sini juga.” Luke mengangguk paham. “Kapan-kapan aku akan ajak kau ke butik milikku juga.”

“Kau punya butik?”

“Ya, tidak jauh dari sini.”

“Kau terlalu baik padaku.” Isabella menaikkan sudut bibirnya sedikit.

“Hm, ngomong-ngomong apa kau punya pacar?” Isabella menekuk badannya, lebih condong ke arah Luke. Ia menatap Luke dengan tatapan penuh cinta.

Luke menggeleng. “Tidak. Aku tidak pernah pacaran.”

Pupil Isabella membesar. “Benarkah? Orang tampan dan keren seperti kau tidak pernah pacaran?”

“Ya, begitulah kenyataannya. Aku pernah dekat dengan beberapa wanita tapi tidak berakhir dengan sebuah hubungan romantis.”

“Oh, sepertinya standar kau cukup tinggi ya?” Isabella memicingkan mata.

Luke tersenyum malu. “Tidak juga. Kalau menurutku cocok, aku pasti akan langsung menyukainya. Bagaimana dengan kau?”

Isabella diam sejenak namun matanya tak lepas dari Luke, tak berkedip. “Jika aku suka seseorang, aku tak malu untuk menunjukkannya,” katanya dengan tatapan tak lepas dari Luke.

“Permisi, nona Isabella!” seorang kepala pelayan datang menginterupsi hingga keduanya memutus kontak.

Isabella menoleh. “Ya?”

“Makan siang sudah siap. Ayah nona sudah menunggu di meja makan.”

“Ok.” Isabella berdiri, meraih pergelangan tangan Luke.

Seolah mengerti situasi, pelayan itu lantas berkata. “Apa nona ingat pesan dari Ayahnya nona? Tidak sembarang orang bisa memasuki rumah apalagi makan bersama keluarga.”

Isabella terpaksa melepas tangan Luke kemudian melirik Luke kasihan.

“Oh, tidak apa-apa, kalau begitu aku pulang dulu. Aku akan kembali nanti siang. Latihan menembaknya jam 2 siang ‘kan?”

Isabella mengangguk, “Hati-hati ya,” ucapnya seraya mengusap lengan Luke.

Luke menyunggingkan senyum tipis lalu pergi meninggalkan kediaman Isabella sementara Isabella kembali masuk ke rumah diikuti dengan kepala pelayan tersebut.

Di ruang makan mewah bergaya eropa klasik. Mejanya berbentuk persegi panjang berbahan granit putih dengan corak keemasan dan ujungnya dilapisi emas 24k serta kursi mewah yang dilapisi emas layaknya kursi kerajaan tampak ayahnya sudah duduk seorang diri.

“Kenapa Ayah tidak membiarkan Luke makan bersama kita?”

Alex sontak melirik tajam putrinya. “Sudah berapa kali Ayah bilang jangan terlalu akrab sama orang asing terlebih pria. Dia belum resmi menjadi bodyguard kau, jadi dia bukan siapa-siapa sekarang,” jelas Alex.

Isabella terdiam, ia tidak bisa berkelit karena yang dibilang Ayahnya itu benar. Tapi sayangnya dia sudah terlanjur jatuh hati pada pria itu dan menganggapnya sebagai orang terdekatnya.

***

Jam 2 siang, Isabella sudah berada di ruang latihan menembak bersama Luke dan Anton.

“Ok, karena Luke belum pernah belajar menembak. Saya akan mencontohkannya dulu. Posisinya harus seperti ini, lurus menghadap ke depan.” Anton memperagakan postur tubuh dan tangan sebelum menembak. Luke memperhatikannya dengan saksama.

Dor!

Peluru tepat mengenai bagian tengah papan, tepat sasaran. Menembak seperti seorang ahli.

Luke tampak terkesima, mulutnya menganga tanpa sadar dan itu membuat Isabella yang sedari memperhatikannya terkekeh pelan.

“Giliran kau.” Anton mempersilakan Luke.

Luke berdiri di tempat Anton tadi, berusaha mengikuti posisi yang diajarkan Anton namun ia masih tampak kaku. Anton pun turun tangan.

“Tangan harus lurus, jangan bengkok.” Anton memperbaiki posisi tangan Luke. Isabella memperhatikan dengan saksama sambil melipat tangan di depan dada.

Dor!

Luke menembak namun sayang meleset, peluru tidak mengenai papan sasaran.

“Sayang sekali, tapi kau bisa coba lagi nanti, terus lah berlatih. jangan menyerah."

"Baik."

Dor!

Percobaan kedua, Luke menembak papan namun tidak tepat di tengah dan hampir di pinggir papan, hampir keluar dari papan sasaran.

“Cukup bagus, kau mulai mengerti. Pelan-pelan saja, relax.”

‘Sepertinya dia memang tidak bisa menggunakan pistol sebelumnya tapi kenapa dia membawa pistol tempo hari? Apa dia membawanya hanya untuk gaya-gayaan? atau untuk melindungi diri dari penjahat?’ Isabella sibuk dengan pikirannya.

“Nona Lancaster,”

“Nona Isabella.”

“Nona Isabella!”

Isabella terperanjat ketika Anton meninggikan suaranya.

“Maaf nona tapi sekarang giliran anda.”

“O-oh ya. Ok.” Isabella terbata-bata, bola matanya bergerak-gerak gugup namun ia langsung maju mengambil posisi.

Dor!

Anton tersenyum ketika melihat Isabella berhasil menembak bagian tengah untuk pertama kali mencoba hari ini. “Sudah aku bilang kau semakin baik nona."

“Terima kasih paman Anton.” Kata Isabella namun Luke hanya diam dengan ekspresi datar, memantau dari kejauhan.

Dor!

Percobaan kedua, Isabella juga mengenai bagian tengah, itu membuat sudut bibir Isabella naik membentuk senyuman bangga.

Setelah kurang lebih 1 jam, mereka akhirnya beristirahat. Anton meninggalkan mereka berdua. Mereka mengambil duduk di lantai semen.

“Kau sudah lama belajar menembak?” Luke membuka pembicaraan.

“Iya cukup lama dan aku hanya belajar dengan paman Anton. Kau akan lebih baik setelah banyak berlatih.”

Luke mengangguk paham. “Hm, ngomong-ngomong paman Anton kelihatan sangat dekat dengan keluarga kau.”

“Iya, tentu saja. Dia sudah lama bekerja dengan keluargaku. Dia sangat setia pada kami, Ayahku bahkan sudah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga besar Lancaster.” Luke masih menatap Isabella dari samping mendengar penjelasan Isabella dengan baik namun tiba-tiba Isabella menoleh, keduanya bertemu pandang lagi dan lagi.

“Maaf soal tadi ya, aku tidak berniat mengusir kau.” Isabella menyinggung soal tadi pagi.

Luke menyunggingkan senyum tipis. “Tidak apa-apa, aku mengerti. Aku juga bukan siapa-siapa kalian sekarang, aku hanya orang asing.”

Isabella tertegun, ia menelan ludahnya, matanya berkedip-kedip pelan. Perkataan Luke mirip dengan perkataan Ayahnya. “Hm, kalau kau bekerja di sini nanti dan kau melakukan pekerjaan dengan baik, kau pasti akan menjadi seperti paman Anton, kau akan diterima dengan baik.” Isabella kembali menatap ke depan. “Ayahku tidak semenyeramkan itu, apalagi aku adalah anak satu-satunya, dia sangat menyayangiku.”

“Hm, kalau boleh tahu, ibu kau di mana?”

Raut wajah Isabella tiba-tiba, ia menurunkan pandangannya. “Ibuku meninggal saat melahirkanku.”

“Oh, maafkan aku. Aku tidak bermaksud—“

“Tidak apa-apa. Itu sudah cukup lama walaupun masih menyakitkan karena aku tidak bisa melihat ibuku secara langsung.” Isabella menghela napas panjang. “Bagaimana dengan kau?”

Luke mengangkat kepalanya, menatap langsung ke mata Isabella. “Ibuku juga sudah meninggal, karena dibunuh oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Aku tidak akan memaafkannya seumur hidupku. Aku bersumpah untuk membalasnya suatu saat nanti.”

Tatapan Luke yang dalam dan tajam membuat Isabella terintimidasi ditambah kata-katanya yang tegas dan menusuk seolah itu ditunjukkan padanya, tiba-tiba matanya berkaca-kaca dan hatinya sesak entah mengapa.

bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Terlarang Sang Mafia   Bab 45

    "Bagaimana?" tanya Nicole pada Lucas. Mereka sedang duduk di kursi tunggu yang tersedia di depan ruang gawat darurat. Setelah membawa Clara ke rumah sakit karena Clara tiba-tiba pingsan, kondisinya kritis, maka dari itu mereka langsung menghubungi Luke untuk datang, takut-takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, dan Luke juga adalah cucu kesayangan Clara."Dia akan ke sini secepatnya, karena di sana tengah malam, mungkin besok siang dia baru bisa berangkat ke sini," jawab Lucas.Nicole sontak menoleh ke arah Lucas, memiringkan kepalanya dengan dahi berkerut. "Tengah malam? Bukankah Italia dan California beda 9 jam ya?"Lucas melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 1 malam. "Iya juga ya.""Memangnya Luke sekarang di mana? dia tidak di Italia?""Dia di Italia. Dia pulang ke Italia Minggu lalu.""Hmm ...." Nicole berusaha berpikir keras. "Tapi ya sudahlah itu tidak penting, yang penting sekarang adalah Luke bisa cepat sampai ke sini untuk bertemu Oma. Siapa tahu

  • Cinta Terlarang Sang Mafia   Bab 44

    Brak!seseorang mendobrak pintu. "Hei! jangan lari!"Luke terperanjat namun ia tidak benar menoleh, ia tidak mau menunjukkan wajahnya yang mungkin akan dikenali oleh dua pria itu. Dengan gerakan cepat, ia menggapai jendela lalu melompat keluar."Ayo kita hadang dari luar!" Salah satu pria berkata seraya menarik jaket pria lainnya keluar.Luke mendarat ke tanah dengan keras hingga tudung hoodienya terlepas. Ia segera menggenggam tangan Isabella erat sambil mengedarkan pandangan ke sekitar namun hanya ada hutan yang berbatasan dengan bagian belakang gedung."Luke, ke mana kita harus pergi? Apa kita harus masuk hutan?" tanya isabella panik."Hei, berhenti!"Keduanya menoleh sekilas namun sayangnya itu membuat wajah Luke terlihat oleh mereka. Luke baru sadar kepalanya tidak ditutup hoodie lagi, ia merutuki dirinya dalam hati."Tsk!" Luke kembali menarik tudung hoodienya lalu menarik Isabella masuk ke dalam hutan.Mereka berlari menelusuri hutan dan dua orang pria itu terus mengejar mereka

  • Cinta Terlarang Sang Mafia   Bab 43

    Sesampainya di sana, hari sudah gelap. Luke melangkahkan kakinya menuju gedung tua yang tampak gelap tanpa ragu. Walaupun dalam hatinya ia merasa bila gedung itu tampak tak berpenghuni.Luke masuk sambil menghidupkan flashlight ponselnya untuk penerangan di dalam. "Isabella!" suaranya menggema dalam gedung kosong yang gelap dan mencekam namun ia tidak mendapatkan balasan. Suasana di sana terasa sunyi, dingin dan menyeramkan.Luke terus melangkah, cahaya ponselnya menyorot dinding kusam yang penuh lumut dan cat terkelupas. Debu beterbangan setiap kali ia menginjak lantai semen. Udara di dalam begitu pengap, membuat napasnya terasa berat.“Isabella!” panggilnya lagi, kali ini dengan suara lebih keras. Namun tetap saja sunyi. Beberapa saat kemudian, ia keluar dari gedung setelah menyadari tidak ada siapapun di sana.'Tidak ada siapapun di sini? apa Brian salah memberikan alamat? atau dia berniat menipuku?' Luke berpikir keras kemudian mengeluarkan ponselnya, mengecek kembali informasi ya

  • Cinta Terlarang Sang Mafia   Bab 42

    Setelah memutuskan sambungan sepihak, Luke menyimpan ponselnya lalu melangkahkan kakinya keluar dari hotel. Ia akan berkeliling kota menggunakan taksi, ia akan mencari Brian dulu karena dia lah satu-satunya kunci saat ini.Dia duduk di kursi belakang, menoleh ke luar jendela sepanjang jalan, tatapannya tajam menyapu ke jalanan yang dilewatinya."Pak, apa kau tahu tempat-tempat biasanya gangster berkumpul?"Sang supir melirik Luke dari kaca spion atas. Tatapannya seolah menyiratkan kebingungan bercampur ketakutan. "Saya tidak tahu, Mas. Tapi biasanya basecamp gangster gitu berada di tempat tersembunyi di pinggiran kota atau jauh dari keramaian."Luke mengangguk kemudian menghela napasnya pelan, merasakan kesulitan dalam pencarian Isabella karena tidak memiliki petunjuk sama sekali. Sesekali ia memeriksa ponselnya dan belum juga ada kabar dari Brian."Pak, antar saya ke Violetta cafe saja," ujar Luke akhirnya. Ia memutuskan untuk pergi ke kafe, tempat di mana Brian kerja. Siapa tahu Bri

  • Cinta Terlarang Sang Mafia   Bab 41

    Luke sadar bila semua mata di dalam kafe kini tertuju pada mereka. Suasana mendadak hening, penuh bisik-bisik tak jelas. Dengan rahang mengeras, ia langsung menarik paksa lengan Brian dan menyeretnya keluar.Mariana hanya bisa memandang dengan cemas. Ia menggigit bibir, bimbang apakah harus ikut campur atau tidak. “Siapa sebenarnya pria itu?” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Begitu berada di luar, Brian sontak menarik dirinya dari genggaman Luke dengan kasar. Tatapannya menusuk.“Apa kau pikir aku ini sampah yang bisa seenaknya kau tarik begitu saja?!” bentaknya, suaranya bergetar menahan emosi. “Apa kau tidak punya sopan santun? Siapa kau sebenarnya? dan apa hubungan kau dengan Isabella?”Luke menatapnya tajam, dadanya naik turun. “Aku suaminya Isabella,” jawabnya tanpa ragu.Mata Brian terbelalak, jantungnya serasa berhenti berdetak namun sekian detik kemudian ia menggelengkan kepalanya.“Kau pikir aku bisa percaya begitu saja? Kalau memang benar, kenapa selama ini kau tidak pe

  • Cinta Terlarang Sang Mafia   Bab 40

    Luke tidak bisa tidur sepanjang malam, ia menunggu fajar datang. Hatinya gelisah takut rencana keberangkatannya akan diketahui Papanya.Setelah jam menunjukkan pukul setengah 6 pagi. Luke keluar dari kamar sambil menenteng tas jinjing pria hitam, melangkah mengendap-endap dengan tatapan tajam mengawasi sekitar.Ia berhasil sampai ke lift tanpa ada yang tahu, hendak menuju lantai dasar.Setibanya di lantai dasar, ia dapat melihat beberapa pelayan yang sedang mondar-mandir melakukan tugasnya."Selamat pagi, tuan Luke!" Seorang pelayan wanita menyapanya."Pagi.""Tuan, mau ke mana pagi-pagi begini?""Saya ada urusan penting," jawabnya kemudian melirik ke sekitarnya sebelum bergerak mendekat, membisikkan sesuatu pada pelayan tersebut. "Kalau nanti Papa saya nanya, bilang saja saya pergi ke Roma untuk perjalanan bisnis. Saya belum sempat memberitahunya."Pelayan itu mengernyitkan dahi sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baik, Tuan." Setelah dirasa aman, Luke berjalan cepat keluar dari ru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status