Isabella Lancaster seorang anak perempuan dari seorang mafia yang cukup berpengaruh dan disegani di Italia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Luke Alonzo, setelah diselamatkan Luke dari kejaran orang-orang asing yang kemungkinan adalah musuh dari ayahnya. Kedekatan keduanya membuat keduanya menghabiskan satu malam bersama sampai benih tumbuh di rahim Isabella. Namun Isabella merasa dikhianati setelah mengetahui bila Luke, orang yang dicintainya merupakan anak dari seorang mafia kejam dan disegani, yang sialnya adalah musuh bebuyutan ayahnya. Cinta terlarang yang tidak seharusnya terjadi membuat keduanya terancam dimusnahkan oleh ayah mereka yang murka. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? apakah mereka bisa bersama?
View More“Apa kau baik-baik saja?”
Seolah terbius oleh tatapan si pria berambut pirang dengan iris hazel yang menawan itu lantas tubuh seorang wanita pemilik iris amber itu membeku, jiwanya seakan melayang meninggalkan raganya sampai. Bugh! Wanita berambut panjang gelombang yang mengenakan mini dress burgundy sebatas lutut itu tersadar ketika pria pirang itu ditendang oleh pria asing yang mengejarnya tadi, pria pirang itu jatuh tersungkur sambil memegangi pinggangnya. Wanita itu melayangkan tatapan tajam dengan alis menukik pada pria asing yang sudah menendang pria pirang tersebut, hampir saja dia mengeluarkan pistol yang selalu dibawanya kemana-mana untuk menyelesaikan semuanya. "Apa kau baik-baik saja?" giliran si wanita yang bertanya. Pria pirang itu bangkit perlahan, wajahnya sempat meringis menahan sakit, namun senyum tipis tercipta di sudut bibirnya kemudian. “Aku baik-baik saja,” gumamnya, seolah menenangkan si wanita, sebelum menoleh pada pria asing yang kini memasang ancang-ancang menyerang. Dalam sekejap, pria pirang itu melesat maju. Pukulan cepat menghantam rahang pria asing, membuatnya terhuyung. Si wanita mengerjap, tertegun menyaksikan betapa cekatannya pria pirang itu bergerak. Setiap gerakan penuh presisi, seolah ia sudah terlatih sejak lama. Ia melawan dua pria asing itu seorang diri, menggunakan tubuhnya yang bergerak lihai, sampai membuat kedua pria asing itu melarikan diri. “Apa kau baik-baik saja?” pria pirang kembali bertanya dengan napas masih terengah-engah. Pertanyaan yang sama. Wanita itu tersenyum, menyelipkan rambut ke belakang telinga. “Aku baik-baik saja. Siapa nama kau?” Pria itu hanya tersenyum, menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. Singkat cerita, mereka pergi untuk minum. Pria pirang mengajak wanita itu ke bar. Tentu saja wanita itu menerima tawaran dari pria tampan yang mencuri perhatiannya sejak pertama kali bertemu. “Kau belum menjawab pertanyaanku. Siapa nama kau?” wanita itu kembali bertanya, menatapnya lekat sambil bertopang dagu. “Aku Luke.” “Luke. Wow nama yang keren seperti nama anjingku.” Karena pengaruh alkohol, wanita itu mulai mengatakan hal tidak masuk akal dan memalukan bahkan faktanya wanita itu tidak punya peliharaan. “Ah, begitu ya.” Wanita itu terkekeh. “Ah, aku hanya bercanda. Aku Isabella. Kau bisa memanggilku Bella. Aku suka ketika orang memanggil namaku seperti itu.” Isabella tersenyum dengan mata setengah tertutup, menatap wajah tampan di sampingnya lama sampai tak sadar ia mengedipkan mata genit. Luke merasa terpancing lantas ia menyeringai. Suasana di bar tiba-tiba menjadi panas. “Kau mengantuk?” tanya Luke seraya membelai rambut Isabella lembut, menyelipkan rambut ke belakang telinganya. Isabella menggeleng pelan, padahal matanya hampir sepenuhnya tertutup. Luke tiba-tiba mendekat, kali ini tangannya berpindah ke dagu Isabella, mengangkatnya lembut, mengikis jarak di antara mereka sampai akhirnya kedua benda kenyal terbelah itu bertemu. Isabella tidak mencegahnya, ia terlihat menyukainya, ia bahkan sesekali membalasnya, menyeimbangkan permainan, menarik tengkuk Luke dengan tangannya, memperdalam ciuman yang semakin intens hingga menimbulkan bunyi kecipak yang khas. Ciuman terus berlanjut, tanpa melepas, Luke membawa Isabella ke atas sofa, mengukungnya dengan tubuh kokohnya. Parfummya menusuk indra penciuman Isabella ketika Luke mendekat mencium lehernya. Aroma maskulin semacam woody atau musk menguar kuat. “Shh, ahh ....” erangan tak tertahan keluar ketika Luke menggigit lehernya. Tangan luke tergerak mengusap sensual paha Isabella, bergerak masuk ke dalam mini dress burgundy yang Isabella kenakan, meremas gundukan besar dan kencang dengan tangan besarnya seolah itu mainan yang membuat candu membuat Isabella mengigit bibir kuat seraya menarik kepalanya ke belakang, merasakan ketegangan yang naik dengan cepat. Ia kembali menyeringai setelah selesai dengan leher Isabella. “Apa kau menyukainya, Bella?” tanyanya dengan suara berat yang menggoda. Lagi-lagi Isabella terpana dengan tatapan mata dan suaranya yang menggoda, apalagi ketika dia menyebut nama Isabella dengan sebutan kesukaannya. Isabella mengalungkan tangannya kembali ke leher Luke menariknya mendekat seraya berbisik. “Malam ini aku milik kau Luke!” Luke menyeringai, akhirnya ia membawa Isabella ke kamar VVIP, melanjutkan permainan panas mereka semalaman. *** Keesokan harinya “Dari mana saja kau?” Isabella tidak pulang semalam, tentu saja Ayahnya bertanya, bahkan mungkin akan menyidaknya juga. Pria paruh baya dengan wajah bulat berjanggut menatap tajam putrinya sambil melipat tangan di depan dada. “Aku dikejar dua pria asing, Ayah. Jadi aku bersembunyi sepanjang malam. Mereka tidak membiarkan aku pergi." Isabella mengambil duduk di sofa mewah, bersikap santai agar ayahnya tidak curiga. “Siapa yang menyuruh kau pergi sendiri? sudah berapa kali Ayah bilang kalau mau kemana-mana jangan sendiri.” “Maafkan aku Ayah. Tapi aku membawa senjata untuk melindungi diriku sendiri. Ayah tidak perlu khawatir.” Isabella mencuri pandang sesekali pada ayahnya yang masih berdiri. Isabella bisa lihat ayahnya frustasi. Alex, ayahnya Isabella menghela napas seraya menggeleng-gelengkan kepalanya lalu mengambil duduk di sofa single. “Oke, karena kau sudah pulang, hati ayah sedikit tenang sekarang. Istirahat lah, nanti siang jangan lupa dengan latihan menembak.” “Hm, tapi Ayah ada sesuatu yang ingin aku sampaikan.” Dahi Alex mengernyit. Isabella membasahi bibirnya seraya memainkan jarinya seolah ragu untuk mengatakannya. “Apa sebenarnya yang ingin kau katakan?” “Ayah pernah bilang padaku kalau aku boleh punya bodyguard ‘kan?” Alex mengangguk walaupun dahinya berkerut seolah sedang berpikir. “Tapi, bukannya dulu kau bilang kau tidak butuh bodyguard?” “Iya, itu dulu, tapi sekarang aku mau. Asalkan aku yang memilihnya sendiri.” “Apa kau sudah dapat orangnya?” Isabella mengangguk cepat diiringi dengan senyum mengembang di wajahnya, memikirkan seseorang yang terus berada di pikirannya sejak kemarin. “Baiklah kalau itu kemauan kau, bawa dia menemui ayah secepatnya. Ayah perlu mengetesnya terlebih dulu.” “Baik Ayah.” Alex menyunggingkan senyum kecil sebelum meninggalkan Isabella. Isabella Lancaster, putri tunggal dari keluarga Lancaster, keluarga mafia yang cukup berpengaruh dan disegani di Italia. Sejujurnya Isabella tidak ingin mengikuti jejak ayahnya, ia hanya ingin menjadi warga sipil biasa karena lingkungan ini sangat berbahaya, untungnya ayahnya mengerti. Alex tidak pernah memaksa Isabella untuk mengikuti jejaknya, ia membebaskan Isabella untuk memilih jalan hidupnya sendiri tapi ia selalu berpesan kepada putrinya untuk bisa menjaga diri dan jangan mudah jatuh cinta dengan pria asing karena pria yang baru dikenal belum tentu dapat dipercaya namun Isabella melanggarnya, Isabella jatuh cinta pada Luke. Isabella jadi merasa bersalah pada ayahnya jadi ia berencana untuk menjadikan Luke bodyguardnya agar ayahnya bisa kenal dengan Luke juga dan merestui hubungan mereka. Siang ini Isabella berlatih menembak dengan Anton, kaki tangan ayahnya yang lihai dalam menggunakan pistol dan berkelahi. Ia berlatih setiap hari. Isabella tampak berdiri tegap, memposisikan tangannya lurus ke arah sasaran sambil memicingkan mata. Dor! Isabella berhasil menembak tepat di bagian tengah target yang tercetak di papan sasaran. “Kau semakin baik nona Lancaster. Ayah kau pasti bangga.” “Terima kasih paman Anton, ini juga berkat kau.” Anton menyunggingkan senyum tipis. “Tetap fokus sampai kau mendapatkan apa yang kau inginkan,” bisik Anton tepat di sebelah Isabella. Kata-kata yang sering anton lontarkan bila ingin memberikan semangat. Drrt! tiba-tiba ponsel Anton berbunyi. “Sebentar nona, saya izin angkat telepon dulu.” Isabella menurunkan pistolnya lalu mengangguk. Beberapa saat kemudian Isabella akhirnya berlatih sendiri ketika Anton pamit undur diri karena ada urusan. Walaupun sudah sering dipuji, Isabella tidak akan berhenti berlatih sampai mahir. Ia masih sering tidak tepat sasaran, tadi itu hanya keberuntungan. Dor! “Aish, sial!” umpatnya ketika peluru meleset tak mengenai papan. Ia menghela napas lalu kembali ke posisi semula, menatap tajam papan sasaran seolah sedang melihat musuh, sekali ctek peluru keluar melesat mengenai bagian tengah papan. Senyumnya mengembang. “Not bad,” ujarnya seraya memutar pistol dengan telunjuknya. *** “Kau sudah menemuinya?” “Sudah, Ayah.” Luke sedang terlibat pembicaraan serius dengan ayahnya di ruang utama yang megah. “Apa informasi yang sudah kau dapat?” seorang pria paruh baya duduk seraya merentangkan kedua tangannya di sandaran sofa. “Dia membawa pistol. Aku rasa dia membawa pistol kemana-mana untuk menjaga diri.” Bill Alonzo, Papa Luke mengubah posisi duduknya yang tadi bersilang kaki menjadi mengangkang, menautkan jari-jarinya seraya menatap lurus ke depan dengan sorot mata tajam. “Ternyata Alex membekali putrinya dengan baik.” “Apa dia mengenal kau?” tanya Bill lagi. “Aku rasa tidak.” “Bagus. Terus dekati dia, gali semua informasi tentang keluarga Lancaster darinya.” “Baik Ayah,” jawabnya mantap. Luke Alonzo adalah putra tertua dari keluarga Alonzo, keluarga mafia yang terkenal kejam dan disegani di Italia, pesaing terberat keluarga Lancaster yang memiliki kekuasaan di wilayah yang sama. Keluarga Alonzo sudah lama menguasai wilayah Sicilia dan seenaknya keluarga Lancaster datang mengambil alih kekuasaan di bagian Palermo. Itulah mengapa hubungan kedua keluarga tidak berjalan dengan baik. Pada awalnya keluarga Lancaster tinggal di Meksiko namun pindah ke Italia setelah mendapatkan catatan kriminal pertamanya di sana karena kurang luasnya jaringan yang dia punya sehingga masih sangat butuh perlindungan lalu menawarkan kerjasama bisnis pada keluarga Alonzo karena mendengar bila keluarga Alonzo adalah keluarga mafia terkuat di Sicilia namun keluarga Alonzo menolaknya karena beberapa alasan. Perang makin memanas ketika orang dari Lancaster menembak Bill dan istrinya hingga membuat istri Bill meregang nyawa dan Bill sempat koma beberapa bulan di rumah sakit. Sejak kecil Luke juga sudah diasingkan ke California, tinggal bersama neneknya. Ia tidak tumbuh di lingkungan mafia sehingga membuatnya menjadi warga sipil biasa. Kedua orangtua Luke sengaja menyembunyikan identitas anak pertamanya karena tidak ingin anaknya diincar dan tak ingin tumbuh kembang anaknya terganggu. Saat Luke beranjak dewasa, ayahnya baru meminta Luke untuk tinggal bersamanya. Itu lah mengapa banyak orang tidak mengetahui bila Luke adalah bagian dari keluarga Alonzo. bersambung"Bagaimana?" tanya Nicole pada Lucas. Mereka sedang duduk di kursi tunggu yang tersedia di depan ruang gawat darurat. Setelah membawa Clara ke rumah sakit karena Clara tiba-tiba pingsan, kondisinya kritis, maka dari itu mereka langsung menghubungi Luke untuk datang, takut-takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, dan Luke juga adalah cucu kesayangan Clara."Dia akan ke sini secepatnya, karena di sana tengah malam, mungkin besok siang dia baru bisa berangkat ke sini," jawab Lucas.Nicole sontak menoleh ke arah Lucas, memiringkan kepalanya dengan dahi berkerut. "Tengah malam? Bukankah Italia dan California beda 9 jam ya?"Lucas melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 1 malam. "Iya juga ya.""Memangnya Luke sekarang di mana? dia tidak di Italia?""Dia di Italia. Dia pulang ke Italia Minggu lalu.""Hmm ...." Nicole berusaha berpikir keras. "Tapi ya sudahlah itu tidak penting, yang penting sekarang adalah Luke bisa cepat sampai ke sini untuk bertemu Oma. Siapa tahu
Brak!seseorang mendobrak pintu. "Hei! jangan lari!"Luke terperanjat namun ia tidak benar menoleh, ia tidak mau menunjukkan wajahnya yang mungkin akan dikenali oleh dua pria itu. Dengan gerakan cepat, ia menggapai jendela lalu melompat keluar."Ayo kita hadang dari luar!" Salah satu pria berkata seraya menarik jaket pria lainnya keluar.Luke mendarat ke tanah dengan keras hingga tudung hoodienya terlepas. Ia segera menggenggam tangan Isabella erat sambil mengedarkan pandangan ke sekitar namun hanya ada hutan yang berbatasan dengan bagian belakang gedung."Luke, ke mana kita harus pergi? Apa kita harus masuk hutan?" tanya isabella panik."Hei, berhenti!"Keduanya menoleh sekilas namun sayangnya itu membuat wajah Luke terlihat oleh mereka. Luke baru sadar kepalanya tidak ditutup hoodie lagi, ia merutuki dirinya dalam hati."Tsk!" Luke kembali menarik tudung hoodienya lalu menarik Isabella masuk ke dalam hutan.Mereka berlari menelusuri hutan dan dua orang pria itu terus mengejar mereka
Sesampainya di sana, hari sudah gelap. Luke melangkahkan kakinya menuju gedung tua yang tampak gelap tanpa ragu. Walaupun dalam hatinya ia merasa bila gedung itu tampak tak berpenghuni.Luke masuk sambil menghidupkan flashlight ponselnya untuk penerangan di dalam. "Isabella!" suaranya menggema dalam gedung kosong yang gelap dan mencekam namun ia tidak mendapatkan balasan. Suasana di sana terasa sunyi, dingin dan menyeramkan.Luke terus melangkah, cahaya ponselnya menyorot dinding kusam yang penuh lumut dan cat terkelupas. Debu beterbangan setiap kali ia menginjak lantai semen. Udara di dalam begitu pengap, membuat napasnya terasa berat.“Isabella!” panggilnya lagi, kali ini dengan suara lebih keras. Namun tetap saja sunyi. Beberapa saat kemudian, ia keluar dari gedung setelah menyadari tidak ada siapapun di sana.'Tidak ada siapapun di sini? apa Brian salah memberikan alamat? atau dia berniat menipuku?' Luke berpikir keras kemudian mengeluarkan ponselnya, mengecek kembali informasi ya
Setelah memutuskan sambungan sepihak, Luke menyimpan ponselnya lalu melangkahkan kakinya keluar dari hotel. Ia akan berkeliling kota menggunakan taksi, ia akan mencari Brian dulu karena dia lah satu-satunya kunci saat ini.Dia duduk di kursi belakang, menoleh ke luar jendela sepanjang jalan, tatapannya tajam menyapu ke jalanan yang dilewatinya."Pak, apa kau tahu tempat-tempat biasanya gangster berkumpul?"Sang supir melirik Luke dari kaca spion atas. Tatapannya seolah menyiratkan kebingungan bercampur ketakutan. "Saya tidak tahu, Mas. Tapi biasanya basecamp gangster gitu berada di tempat tersembunyi di pinggiran kota atau jauh dari keramaian."Luke mengangguk kemudian menghela napasnya pelan, merasakan kesulitan dalam pencarian Isabella karena tidak memiliki petunjuk sama sekali. Sesekali ia memeriksa ponselnya dan belum juga ada kabar dari Brian."Pak, antar saya ke Violetta cafe saja," ujar Luke akhirnya. Ia memutuskan untuk pergi ke kafe, tempat di mana Brian kerja. Siapa tahu Bri
Luke sadar bila semua mata di dalam kafe kini tertuju pada mereka. Suasana mendadak hening, penuh bisik-bisik tak jelas. Dengan rahang mengeras, ia langsung menarik paksa lengan Brian dan menyeretnya keluar.Mariana hanya bisa memandang dengan cemas. Ia menggigit bibir, bimbang apakah harus ikut campur atau tidak. “Siapa sebenarnya pria itu?” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Begitu berada di luar, Brian sontak menarik dirinya dari genggaman Luke dengan kasar. Tatapannya menusuk.“Apa kau pikir aku ini sampah yang bisa seenaknya kau tarik begitu saja?!” bentaknya, suaranya bergetar menahan emosi. “Apa kau tidak punya sopan santun? Siapa kau sebenarnya? dan apa hubungan kau dengan Isabella?”Luke menatapnya tajam, dadanya naik turun. “Aku suaminya Isabella,” jawabnya tanpa ragu.Mata Brian terbelalak, jantungnya serasa berhenti berdetak namun sekian detik kemudian ia menggelengkan kepalanya.“Kau pikir aku bisa percaya begitu saja? Kalau memang benar, kenapa selama ini kau tidak pe
Luke tidak bisa tidur sepanjang malam, ia menunggu fajar datang. Hatinya gelisah takut rencana keberangkatannya akan diketahui Papanya.Setelah jam menunjukkan pukul setengah 6 pagi. Luke keluar dari kamar sambil menenteng tas jinjing pria hitam, melangkah mengendap-endap dengan tatapan tajam mengawasi sekitar.Ia berhasil sampai ke lift tanpa ada yang tahu, hendak menuju lantai dasar.Setibanya di lantai dasar, ia dapat melihat beberapa pelayan yang sedang mondar-mandir melakukan tugasnya."Selamat pagi, tuan Luke!" Seorang pelayan wanita menyapanya."Pagi.""Tuan, mau ke mana pagi-pagi begini?""Saya ada urusan penting," jawabnya kemudian melirik ke sekitarnya sebelum bergerak mendekat, membisikkan sesuatu pada pelayan tersebut. "Kalau nanti Papa saya nanya, bilang saja saya pergi ke Roma untuk perjalanan bisnis. Saya belum sempat memberitahunya."Pelayan itu mengernyitkan dahi sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baik, Tuan." Setelah dirasa aman, Luke berjalan cepat keluar dari ru
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments