Share

Pengaruh Buruk

Calista terus meronta, dia berteriak sekuat mungkin. Tangan yang satunya dipegang dengan kuat oleh pria berperawakan besar, sementara tangannya yang satu sibuk menarik tangan pria itu agar lepas. Namun sia-sia saja....

Kakinya berusaha untuk bertahan di tempat, namun percuma juga karena tarikan pria berperawakan besar itu membuat dia tidak bisa melawan. Calista diseret secara paksa oleh pria besar itu....

“Tolong!!!” jeritnya lagi dengan wajah pucat, air matanya sudah bercucuran karena membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. “Lepaskan!”

“Tenang, cantik.... Kamu nggak akan kesakitan. Malahan kamu akan menikmati apa yang akan terjadi nanti,” ucap pria berbaju merah itu sambil tertawa-tawa.

Calista didorong sehingga dia jatuh terjerembab di antara rerumputan. Dia mengernyit kesakitan namun memekik kaget karena pria yang berbadan besar itu sudah berdiri di atas sambil membuka bajunya.

“Kita mulai ya sayang....”

Gadis itu berteriak dan memberontak karena kancing baju seragam atasnya yang sudah mau dibuka, dan terdiam lagi karena tamparan keras pria itu yang membuat pipinya terasa nyeri.

Calista menggigit bibirnya sambil terus menangis, bayangan ibu, paman Jorge dan Eden berkelebat di benaknya. Orang-orang yang disayanginya....

Membayangkan kesuciannya akan direnggut kedua pria jalanan ini saja...membuat Calista memberontak lagi, namun percuma...karena badan pria itu sudah menghimpit Calista sehingga gadis itu kehilangan tenaganya.

Percuma sayang...ya sudah nikmati saja ya. Kalau kamu pasrah, nggak akan terasa sakit...” ucap si pria itu sambil menjilat bibirnya...menikmati setiap lekuk tubuh Calista.

Kancing baju seragamnya sudah terbuka dua hingga menunjukkan belahan dada gadis itu, dan Calista sudah pasrah akan apapun yang terjadi.

Tangan pria itu sudah mulai menjelajah semakin ke bawah saat Calista mendengar suara hantaman yang membuat pria di atasnya terjatuh ke samping.

“Bruakkkkk!!”

Calista memekik dan membuka mata saat dia melihat Eden memukul pria berperawakan besar itu dengan keras. Mereka jatuh bergulingan sementara pria berperawakan besar itu tampak kaget, lalu wajahnya menunjukkan ekpresi murka.

Calista menjerit lagi saat pria berbaju merah mengambil batu dan siap untuk menyerang Eden dari belakang....

“Edennnn, awasss!!” serunya panik saat melihat pria yang dicintainya dikeroyok dari depan dan belakang.

“Stop!!” Terdengar seruan tidak jauh dari mereka.

Calista melihat seorang security dan seorang bapak berlari dari jauh, melihat kegaduhan di situ. Pria berbaju merah yang melihat ke arah satpam menoleh ketakutan dan berteriak pada temannya....

“Gun....lari, Gun!! Ada warga!”

Pria berperawakan besar itu memukul Eden sehingga anak muda itu jatuh sedikit terpelanting, lalu mendecih kesal.

“Ya sudah, ayo lari!! Awas ya kamu....kalau ketemu lagi!”

Calista yang sekarang sudah duduk gemetaran, menatap kedua orang itu yang sudah berlari tunggang langgang menuju ke balik pepohonan. Eden segera menghampiri Calista dengan wajah cemas...

“Calista.....maaf ya aku ninggalin kamu....”

Calista hanya menatap Eden dengan bibir yang gemetar dan mata berkaca-kaca, “Aku takut....mereka nyaris memperkosa aku....”

“Mbak, nggak apa-apa?!” tanya bapak berkacamata sembari menatap Calista yang masih duduk di bawah dengan wajah pucat. Kedua tangan gadis itu menutup kancing bajunya yang rusak karena dibuka paksa.

Calista menggelengkan kepala sambil dia berdiri, dibantu oleh Eden. Eden memberikan jaketnya dan memasangkannya di bahu Calista.

“Untung pacar saya datang, Pak dan bapak datang. Saya pikir tadi saya sudah hampir diperkosa....” katanya dengan gugup. Bayangan pria berperawakan besar yang menyeretnya itu masih membuatnya ketakutan hingga sekarang.

“Saya tadi dengar jeritan mbak....dan melihat mas ini berkelahi. Langsung saya panggil satpam!” katanya, lalu melihat bapak satpam yang berjalan ke arah mereka dengan wajah jengkel.

“Sial! Dua orang itu lari cepat sekali!” omel bapak berkumis itu dengan nafas yang tersengal-sengal

karena habis berlari. “Kalau tertangkap mau saya bawa ke kantor polisi! Bikin pengunjung pantai jadi ketakutan kalau ke sini nanti!!”

“Maaf ya mba, nggak pernah loh ada kejadian seperti tadi!” ucapnya dengan wajah menyesal sambil melihat ke arah Calista yang tampak berantakan. “Pantai ini biasanya aman dan nggak ada preman! Apalagi pemerkosa!”

Calista hanya terdiam sambil mengangguk, tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Eden memeluk bahu Calista, menenangkan gadis itu...

“Pacar saya sangat tergoncang dengan kejadian barusan, Pak. Sepertinya kami pergi saja dari sini dulu, untuk dia menenangkan diri...” ucap Eden sambil mengangguk. “Terima kasih untuk bantuannya.”

Mereka berjalan pergi dari situ, dengan Calista yang berjalan menunduk sambil dipegangi bahunya oleh Eden. Pria itu bersikap sangat protektif terhadapnya sehingga Calista merasa terlindungi.

“Ini Calista....” ucap Eden sambil memberikan helmnya, lalu dia mengaitkan kaitan helm Calista memastikan kalau sudah terpasang dengan benar.

“Kalau tahu akan ada kejadian seperti itu, aku nggak akan meninggalkanmu tadi...” ucapnya di tengah perjalanan dengan wajah menyesal. “Maaf ya Calista...”

“Nggak apa, Eden. Bukan salah kamu...” ucap Calista lirih.

Keduanya terdiam sepanjang perjalanan tanpa mengucapkan apapun lagi. Calista memperhatikan pohon-pohon di sepanjang perjalanan, namun tak urung bayangan kejadian tadi masih terekam di ingatannya. Dia memperketat pelukannya dan menyenderkan kepala ke punggung pria itu.

Hanya memperhatikan bayangan pohon sepanjang perjalanan, Calista tidak menyadari kalau Eden membawanya ke rute yang berlawanan dengan rumahnya.

“Loh Eden....aku mau pulang ke rumah,” ucap Calista bingung saat tersadar dari lamunannya. “Ini di mana?”

“Calista... ini masih belum jam pulang sekolah. Kamu yakin mau kembali ke rumah? Nanti dimarahin sama ibu dan pamanmu yang galak itu,” jawab Eden sambil melambatkan laju motornya saat memasuki halaman apartemen.

“Tapi....” kata Calista lalu berpikir sejenak...

“Aku nggak akan macam-macam, Calista,” jawab Eden lagi. “Kamu nggak percaya sama aku?”

“Bukan begitu...” kata gadis itu merasa tidak enak. Pria itu yang telah menyelamatkannya dari kedua pria brengsek yang hampir memperkosanya barusan.

“Istirahat saja sebentar di sini, Calista...” kata Eden sambil terus melajukan motornya mencari tempat kosong untuk memarkir motornya.

“Aku tinggal hanya berdua kakak perempuanku, dan dia biasanya baru pulang larut malam karena kerja.”

Gadis itu turun dari motor lalu memberikan helmnya kepada Eden. Dia berdiri di samping motor sambil mendongak menatap apartemen yang sangat tinggi. Tempat tinggal Eden.

“Ayo Calista...” ajak Eden sambil menggenggam tangan kekasihnya itu. Mereka berdua berjalan menuju ke pintu masuk apartemen.

Sementara itu, di sekolah....Arabel dan Inneke gugup karena guru mereka menanyakan keberadaan Calista.

“Arabel....tadi saya minta Calista datang ke ruangan saya siang ini,” ucap Ibu guru senior itu sambil membetulkan letak kacamatanya. “Ke mana dia ya?”

“Saya kurang tahu bu...” pungkas Inneke sambil menundukkan kepala, membuat wali kelas itu menaikkan alisnya.

“Ehh...Calista tadi bilang kurang sehat, Bu. Jadi pulang ke rumah...” ucap Arabel berusaha mencari alasan yang tepat.

“Loh, kok nggak ijin ke Ibu dulu? Kan pasti kalau memang kurang sehat, Ibu kasih ijin...” ucap Bu Riris, wali kelas berkacamata itu. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Tidak ada kecurigaan dalam dirinya tentang Calista, siswi teladan di kelasnya.

“Yah begitulah Bu....” jawab Arabel kelu. Sekilas ada keraguan membayang di wajahnya, namun tidak terlihat oleh wali kelas itu. “Mungkin tadi dia lupa....”

Bu Riris menggeleng-gelengkan kepala, “Ya sudah, tidak apa untuk Calista. Tapi lain kali nggak boleh ya, masak pergi dari sekolah tidak ijin dulu!”

Arabel menaikkan alisnya sambil melirik Inneke, saat Bu Riris berlalu dari hadapan mereka. Masih satu jam pelajaran lagi sebelum bel pulang sekolah.

“Kacau ini....kacau...” keluh Arabel sambil mengetuk-ngetukkan bolpennya ke meja. “Baru sekali pacaran, baru juga beberapa hari sudah begini kelakuan Calista dibikin anak baru itu!”

Inneke menghela nafas sambil bergumam pelan, “Apa kubilang....nggak percaya sih...”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status