Keinginan Miranda dipenuhi oleh Victoria. Putranya itu diperiksa kondisi kejiwaannya oleh Dokter Asih. Hasilnya ternyata Carlos mengalami gangguan jiwa berat. Kombinasi antara depresi dan bipolar. Oleh karena itulah sikap pria itu tidak konsisten, terutama terhadap istrinya sendiri. Terkadang dai dapat bersikap sayang sekali, tapi tak jarang berubah menjadi acuh tak acuh. Demikian pula dia dulu tak segan-segan melakukan kekerasan fisik dan mental terhadap Miranda ketika naik darah waktu mengetahui Lukas berenang di kolam renang rumah mereka.Tuntutan kasus KDRT terhadap Carlos dicabut oleh Miranda. Wanita itu benar-benar menepati janjinya untuk tak menggugat harta gono-gini dalam gugatan cerainya. Victoria menghargai tindakan menantunya tersebut. Diam-diam dia meminta pengacaranya untuk menggunakan segala cara demi mempercepat persidangan hingga Miranda segera putus hubungan dengan keluarga Martin.Winda, kuasa hukum Miranda yang mencurigai hal itu kemudian memberitahu kliennya. Miran
Miranda merasa hidupnya bagaikan mimpi. Semuanya berjalan begitu cepat. Perkawinannya dengan Carlos, KDRT yang dialaminya, musibah keguguran yang menimpanya, tuntutannya terhadap sang suami atas tindak pidana kekerasan, dan yang terakhir adalah perceraiannya dengan konglomerat muda tersebut.Wanita itu menghela napas panjang. Dia sudah hidup berdua lagi dengan Joy di rumah lamanya. Kembali menjalani kehidupan mereka sebelum dirinya menikah dengan Carlos. Setiap pagi mengantarkan keponakannya itu ke sekolah sekaligus tempat penitipan anak. Lalu dia melanjutkan hari dengan bergelut dalam kesibukan sebagai broker properti.Rosita, pemilik kantor pemasaran properti tempatnya bekerja, tidak banyak bertanya tentang perceraiannya. Demikian pula dengan rekan-rekannya sesama broker properti. Mereka memahami bahwa pasti ada alasan serius yang membuat Miranda melepaskan diri dari keluarga Martin. Tak mudah mendapatkan hati seorang konglomerat muda seperti Carlos Martin. Kalau sampai Miranda tak
“Halo?”“Halo, dengan Ibu Miranda saya bicara?”“Betul. Bisa dibantu, Pak?”“Saya sekarang berada di depan ruko tiga lantai yang dijual atau disewakan di komplek CBD. Rukonya menghadap ke jalan raya. Pada spanduknya tertera nama dan nomor telepon Anda. Berapa harga jual dan sewa ruko ini, Bu?”Broker properti yang bernama Miranda itu menyebutkan nominal yang dikehendaki si pemilik ruko.“Wow, tinggi juga, ya?” komentar peneleponnya. “Ngomong-ngomong, berapa luasnya? Sertifikatnya apa?”“Sertifikatnya Hak Guna Bangunan, Pak. Maaf, dengan Bapak siapa saya bicara?”“Saya Carlos. Apakah sertifikatnya bisa ditingkatkan menjadi Hak Milik?”“Maaf, Pak Carlos. Karena itu kawasan komersial, jadi menurut peraturan pemerintah sertifikatnya harus Hak Guna Bangunan. Bisa diperpanjang setelah tiga puluh tahun kok, Pak.”“Begitu, ya. Hmm…, berapa luas ruko ini?”“Luas ruko itu….”Gadis itu menyebutkan luas ruko yang sudah hampir dua tahun tidak laku tersebut. Mudah-mudahan Pak Carlos ini calon pembe
Tapi biar gimana klien adalah raja, batin gadis itu berusaha menyabarkan hatinya. Ditatapnya pemuda tampan itu sambil berkata sopan, “Selamat sore, Pak Carlos.”Dia kembali bersikap formal. Tak lagi memanggil Carlos dengan sebutan Mas.Pemuda itu nyengir menatapnya. “Tadi di telepon Anda memanggil saya dengan sebutan Bapak. Lalu begitu sampai di tempat ini panggilan Anda terhadap saya berubah menjadi Mas Carlos. Dan setelah mengetahui saya adalah pemilik Martin Bakery, Anda kembali memanggil saya dengan sebutan Pak Carlos. Rupanya Anda adalah orang yang tidak konsisten,” ucapnya dingin.Miranda terperangah. Apa sih, maksud orang ini? pikirnya bingung. Itu kan cuma persoalan kecil. Kenapa sampai dibesar-besarkan?“Maafkan saya kalau telah menyinggung perasaan Anda. Terus terang setiap orang tak dikenal yang menelepon, selalu saya sapa dengan sebutan Bapak atau Ibu. Karena saya hanya mendengar suara, tapi tidak bertatap muka secara langsung. Jadi tidak mengetahui kira-kira berapa usi
Ternyata nyeri sendi dan memar-memar yang sering dialaminya bukanlah akibat kelelahan biasa. Gadis itu terpukul sekali mengetahui penyakit berbahaya yang bersarang dalam tubuhnya.“Kakak akan mengupayakan yang terbaik demi kesembuhanmu, Trid. Jangan patah semangat, ya,” ucap Miranda memotivasi adiknya kala itu.Ibu mereka telah meninggal dua tahun sebelumnya akibat komplikasi diabetes. Sedangkan sang ayah meninggalkan kedua gadis itu semenjak mereka masih kecil.Miranda merasa sedih sekali. Tak lama lagi dia akan kehilangan adiknya pula. Betapa malang nasibnya hidup sebatang kara di dunia ini!“Astrid nggak mau meninggal sebelum menjadi wanita seutuhnya, Kak!” seru adiknya histeris. Air mata tak henti-hentinya mengalir membasahi wajahnya yang tirus.Miranda menatap gadis itu tak mengerti. Apa maksud perkataan Astrid barusan? pikirnya galau. Menjadi wanita seutuhnya? Apa artinya?Melihat sorot mata sang kakak yang penuh tanda tanya, Astrid langsung mengungkapkan isi hatinya, “Astri mau
Selesai menuruni wahana, gadis itu lalu duduk tak jauh dari papan perosotan tinggi yang diincar Joy. Dia suka menyaksikan ekspresi kegembiraan di wajah keponakannya setiap kali meluncur turun dari wahana yang menjadi favorit sebagian besar anak kecil itu.“Miran…da? Ya Tuhan, ini benar kamu Miranda?”Gadis itu menengadah. Dia tercengang. Sontak gadis itu bangkit dari tempat duduknya. Di hadapannya berdiri seorang pemuda bertubuh tinggi tegap dan mengenakan seragam penjaga arena permainan.Pemuda itu orang yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Pemuda yang menempati posisi penting dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Pemuda itu Lukas, ayah kandung Joy!Orang itu berteriak kegirangan, “Ternyata kamu memang Miranda. Syukurlah akhirnya aku menemukanmu! Sudah bertahun-tahun aku….”Miranda diam seribu bahasa. Dia tak tahu harus bereaksi bagaimana. Gadis itu merasa dirinya sedang dipermainkan oleh nasib. Kenapa Lukas bisa muncul tiba-tiba di tempat ini?Apa tujuanmu yang sebenarnya, Tuhan?
“Kamu nggak berubah, Mira. Mudah panik kalau menangis di depan umum,” komentarnya jahil. Tapi mulutnya menutup otomatis begitu melihat mata gadis di hadapannya melotot tanda tidak senang.“Sori, sori,” katanya meminta maaf. “Bukan maksudku membuatmu kesal. Jangan kuatir. Nggak ada orang yang berani menegurku di sini. Karena aku adalah pemilik tempat ini.”Miranda terbelalak tak percaya. Mulutnya sampai ternganga saking terkejutnya. Lukas tersenyum sambil mengangguk. “Nggak pantes, ya? Aku jadi bos di tempat ini,” ucapnya tenang.Mantan kekasihnya itu menjadi kikuk. Gila, batin Miranda masih shock. Bukan satu-dua kali aku mengajak Joy bermain di sini. Tapi kenapa baru sekarang kami bertemu dengan Lukas?“Apa kamu dan Joy sering datang kemari, Mira?” tanya pria itu seolah-olah dapat membaca isi hatinya.Perlahan gadis itu mengangguk. “Tempat ini merupakan arena permainan favorit Joy di mal ini. Kadang kami pergi ke mal-mal lain untuk ganti suasana. Tapi setidaknya empat bulan sekali aku
Miranda terharu. Dia dapat merasakan pria ini masih menyimpan cinta terhadap dirinya. Sorot mata dan kata-kata yang dilontarkan Lukas menunjukkan hal itu.Dia masih ingat kata-kata-kata yang kuucapkan dulu saat kami masih bersama, keluh gadis itu dalam hati. Ah, masa-masa itu memang indah. Tapi sudah berlalu. Aku rela berkorban demi kebahagiaan Astrid, adikku tercinta….“Lalu gimana ceritanya kamu sampai bisa menjadi pemilik arena permainan ini?” tanya Miranda ingin tahu.Lukas mendesah sejenak. Dia lalu menjawab, “Papa-mamaku meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat terbang, Mira. Mereka ternyata mempunyai asuransi jiwa yang uang pertanggungannya sangat besar. Tentu saja ahli warisnya adalah aku sebagai anak tunggal. Di samping itu juga ada kompensasi yang tidak sedikit dari perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Sejumlah dana itu kupakai buat membeli arena ini enam bulan yang lalu. Pemiliknya menjual tempat ini karena mau beralih pada bidang usaha lain….”“Kamu sudah kaya sekara