"Alhamdulillah, baik! Bagaimana dengan kamu? Berapa anak kamu?" tanya Ayah yang begitu penasaran dengan kehidupan sahabatnya itu.
Sesaat, raut wajah yang tadinya bahagia perlahan memudar ketika pertanyaan itu terlontar dari mulut ayah.
"Ada apa?" tanya Ayah mengusap bahu sahabatnya itu.
Ayah memberikan minuman untuk sahabatnya itu.
"Minumlah! Maafkan aku jika telah menyinggung tentang kehidupanmu," kata Ayah merasa bersalah.
"Tidak apa!" jawab Dimaz mengamati usaha sahabatnya yang terbilang sangat kecil.
Ayah tersenyum menatap sahabatnya yang berpenampilan bak seorang pengusaha yang sukses seperti mantan bossnya dulu.
"Kenapa melihatku seperti itu? Apa aku sudah terlihat sangat tua?" tanya Dimaz memegang dagunya yang halus tanpa jenggot.
Ayah terkekeh dengan apa yang terlontar dari mulut sahabatnya itu.
"Tidak. Justru kamu terlihat masih sangat muda," puji Ayah yang membuat tawa mereka pecah seketika.
Ibu me
"Jika iya! Bisa mati aku di hadapan Arini!" gumam Saka menghela nafas panjang.Sesaat, kedua matanya mengerling saat melihat arah jarum jam yang melingkar di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 4 sore."Apa dia sudah membeli gaun?" tanya Saka sembari mengetuk jari jemarinya tepat di atas meja. "Ah ... aku tak sabar melihatnya memakai gaun. Pasti terlihat sangat aneh," kata Saka menyeringai.Di apartemenArini mengerling saat membaca sms dari saka."Acara makan malamnya di apartemen, kakek ingin mencoba makanan yang kamu masak!" Pesan Saka yang membuat Arini berpikir."Makanan yang aku masak? Kenapa kakek Rendra ingin aku memasak untuknya? Aduh, kenapa harus sekarang, sih? Aku kan capek!" gerutu Arini memanyunkan bibirnya. Dengan wajah yang tak bersemangat, Arini menscroll kembali layar pipihnya. Lentik indah bulu matanya seakan tak berhenti mengerjap melihat beberapa pesan berikutnya yang belum ia baca
"Tapi, kata dokter saka, kekasihnya itu sangat tomboy!" kata Nanda membantu Azti membungkus baju tersebut.Ternyata benar Arini orangnya? tanya batin Aura seakan tak percaya.Dengan cepat aura bersembunyi di balik baju yang berjejer menggantung di depannya. Kedua matanya mengernyit melihat saka yang mulai pergi meninggalkan butik tersebut.Aura mendongak seraya mendesah sebal. Ia tak menyangka, mantan kekasihnya membelikan baju sebanyak itu pada orang yang ia benci.Di apartemen, Arini terperangah dengan apa yang ia lihat. Beberapa baju mahal yang masih terbungkus rapi membuatnya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Kenapa bengong? Pilih salah satu! Sebentar lagi kakek akan datang ke sini," gumam saka sembari melihat ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Semua ini beneran untuk saya, Dok?" tanya Arini memastikan dan tak berhenti melihat label harga yang masih menempel di baju tersebut."Jika k
Di rumah, Arini terbelalak kaget melihat balasan dari dokter saka.Semua akan baik-baik saja, jika ayah dan ibu menerimanya!"What? Apa dia membalasnya dalam keadaan sadar? Jika ayah dan ibu menerimanya, otomatis pernikahan itu akan terjadi!"Arini menggigit bibir mungilnya yang memerah tanpa lipstik. Langkah kedua kakinya tak berhenti mondar-mandir ke sana kemari mencoba mencerna pesan dari Saka."Pernikahan?" tanya Arini duduk dan berpikir kembali."Apa mungkin aku menikah dengan dia?"Arini mulai merebahkan tubuhnya. Helaan nafas panjang terlihat jelas di dirinya. Kedua bola matanya terus memandang atap-atap rumahnya."Argh ... kenapa jadi seperti ini?" gumam Arini mengacak-acak rambutnya sambil memiringkan tubuhnya.Sejenak, kedua matanya menyipit menatap sepasang kaki yang terlihat di kolong meja.Perlahan, Arini mulai mendongak. Senyum manisnya tertoreh melihat ibu mengernyit ke arahnya."Ibu!" kata Arin
"Kamu ini bagaimana? Mereka pacaran sudah hampir 7 tahun. Bagaimana bisa kamu tak tau hal itu!"Tujuh tahun? Bagaimana bisa mereka bilang sama kakek seperti itu? Bukankah tujuh tahun itu saka berpacaran dengan Aura? batin Devian bertanya.Apa mereka ...?Tepukan keras sang kakek membuyarkan lamunan Devian."Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu berniat tak mau menemani adik kamu setelah apa yang dilakukan adikmu begitu besar padamu selama ini?" Pertanyaan sang kakek membuat Devian tak bisa berkata-kata.Memang, selama ini ia banyak berhutang budi pada saka. Tapi, ia malah selalu menyakiti hati adiknya berulang kali tanpa saka sadari."Jika besok kalian sudah bertemu dengan keluarga Arini. Pastikan tanggal pernikahan mereka tepat di hari ulang tahun kakek!'"Devian mengernyit. Ia terkejut akan permintaan kakeknya yang terkesan sangat mendadak."Kek, ulang tahun kakek kan satu bulan lagi. Mana mungkin mereka mau melaksanakan per
Apa iya mereka ke sini untuk melamar Arini? batin ayah bertanya seraya menatap ke arah baju batik yang ia kenakan. Jika itu benar, aku sangat bersyukur mendapatkan menantu setampan dan sebaik nak saka.Beberapa menit kemudian, sebuah mobil mewah mulai terlihat dari pertigaan yang menuju rumah Arini. Seketika, Ayah dan ibu berdiri. Senyum manis mulai tertoreh di diri mereka."Ayah, itu pasti saka dan keluarganya!" tunjuk ibu sumringah menyambut kedatangan sang calon menantu idaman."Iya, itu saka!" jawab ayah merapikan rambut dan kemeja yang terbilang sangat mahal bagi orang susah sepertinya.Sesaat, ayah dan ibu tak berhenti mengerjap ketika melihat saka dan keluarganya yang terlihat memang orang konglomerat. Setelan jas hitam yang melekat di diri dua kakak beradik itu, membuat ayah mengingat kembali momen di masa lalunya.Terlihat begitu jelas, cara membuka kacamata, cara berjalannya, mengingatkan ayah pada dua majikan kecilnya yang
"Ehm, dua-duanya!" jawab Alya yang membuat tawa mereka pecah melihat kelucuan Alya. Tapi tidak halnya dengan Aura.Hatinya seakan memanas terbakar rasa cemburu yang menyesak di dada.Apa iya dia cantik melebihi kecantikanku? Sampai-sampai Alya memujinya setinggi itu! kata batin Aura seraya mengambil minuman yang tersaji di depannya.Devian menoleh ke arah istrinya. Senyum manisnya sedikit memudar saat Aura menegak minuman itu dengan buru-buru. Ia sangat tau akan arti di balik perasaan istrinya itu."Om Saka, lihatlah!" pinta Alya menunjuk Arini yang berjalan menghampiri.Sejenak, Saka seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Kedua matanya mengerling menatap wanita yang terkenal akan tomboynya bisa tampil cantik dan anggun seperti wanita lainnya."Maaf, sudah membuat kalian menunggu!" kata Arini tersenyum tipis seraya membenarkan rambutnya yang terurai. Sesaat, senyum Arini memudar dan mengernyit heran ketika dua kakak beradik yang a
"Apa perlu aku menghubungi boss kalian?" Pertanyaan saka yang membuat mereka serempak menolehnya."Apa kamu mengenal boss kami?" tanya mereka balik.Saka tersenyum tipis. Apa yang saka pikirkan memang benar. Mereka sama sekali tak ingat kepadanya yang telah menolong mereka dan boss mereka setahun yang lalu."Dokter, apa dokter mengenalnya?" bisik Arini yang juga terkejut mendengarnya.Saka tersenyum dan berkedip seakan mengisyaratkan bahwa dirinya memang mengenal boss mereka."Baiklah! Jika kalian tak mau menghubungkan aku dengan boss kalian, aku akan menghubunginya sendiri," gegas Saka mengambil ponsel dan menghubungi Pak Berto, selaku rentenir yang telah menjadi pasiennya saat berada di Papua.Kelima preman itu bingung dan terlihat raut wajah mereka yang gelisah dan cemas."Gimana ini, Bang? Kalo boss besar tau, bisa abis kita!" bisik salah satu mereka yang membuat Arini mengernyit melihat tingkah laku mereka.Ken
"Aku berbicara indah dan panjang lebar seperti itu, kamu pikir aku hanya akting?" Pertanyaan saka yang membuat senyum arini memudar.Lentik indah bulu kedua matanya tak berhenti mengerjap saat Saka memarahi dirinya."Aku serius, Arini! Entah sejak kapan rasa itu muncul tapi yang jelas aku ingin hubungan kita benar-benar serius," kata Saka meraih tangan Arini yang mulus tanpa noda sedikitpun.GlekArini menegak salivanya dengan paksa. Ia tak menyangka jika dokter tampan yang sangat hobi menggodanya, diam-diam memiliki perasaan kepadanya.Tenang Arini tenang! Kamu harus waspada dengan ucapannya. Jangan sampai mempermalukan diri kamu hanya karena pernyataan cintanya yang terlihat sangat tulus. Ini yang ke 99 kali dia menyatakan perasaannya. Tapi, itu semua hanyalah sebuah candaan belaka baginya.Yach, meski sebenarnya aku mengharapkan cintanya! gumam batin Arini mengernyit menatap saka yang menunggu jawaban darinya."Bagaimana? Apa aku