Putrinya kambuh? Apa maksud dokter adalah Alya?" tanya Saka penasaran.
"Iya, siapa lagi kalo bukan Alya. Bukankah putrinya hanya Alya?"
"Iya, benar. Tapi, kenapa dokter bilang kalo putrinya kambuh? Apa maksud dokter?" tanya dokter penasaran.
Ceklek
Semua mata tertuju pada Sarah yang terlihat panik saat membuka pintu.
"Maaf, Dokter Han. Ada pasien yang membutuhkan dokter," ucap Sarah dengan nafas terengah-engah.
"Baik, saya akan segera ke sana!" ucap Dokter Han bersiap untuk berdiri.
"Dok ...," kata Saka terhenti.
"Saya tinggal dulu, ya! Pikirkan kesehatan kamu jangan memikirkan orang lain," kata dokter Han tersenyum dan pergi meninggalkan Saka.
"Permisi, Dok!" pamit Sarah pergi.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada Alya? Apa dia punya penyakit yang serius?" tanya Saka bingung. Jari jemari tangannya dengan cepat mengambil ponsel dan berniat untuk menghubungi kakaknya. Namun, jari jemari tangannya terhenti
Sejenak, Arini terkejut saat amplop di tangannya melayang ke tangan orang lain."Tak seharusnya, kamu mendapatkan uang ini!" ketus Aura tiba-tiba.Arini mengerling, ia berdiri dan memicing menatap Aura yang berdiri di depannya."Apa maksud mbak Aura? Jelas-jelas itu uang saya. Tolong kembalikan!" kata Arini menengadah tangan kanannya."Heh, siapa kamu? Berani-beraninya kamu memerintah saya!" ucap Aura sombong.Arini menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir jika wanita yang selalu di banggakan oleh dokter Saka ternyata memiliki sifat yang begitu angkuh. Tak seperti wajahnya yang sangat cantik dan manis."Saya hanya orang biasa, Mbak. Nggak seperti mbak Aura yang kaya raya," ucap Arini sinis.Di dalam, Saka mengernyit saat mendengar suara yang mengganggu istirahatnya."Ada apa di luar?" tanya Saka menghela nafas dan mencoba untuk memejamkan matanya kembali. Tapi, kedua matanya terbuka kembali saat suara Au
Arini menghela nafas panjang. Ia tau kalo dokter saka tidak nafsu makan karena mengingat pertemuannya dengan Aura."Haruskah aku meninggalkannya di saat ia rapuh seperti ini?" gumam batin Arini seraya melipat bibir mungilnya.Dengan penuh perhatian, Arini menutupi tubuh Saka dengan selimut tebal yang tersedia di apartemen."Cepet sembuh, Dok! Aku nggak tega melihat dokter seperti ini," ucap Arini pergi meninggalkan Saka.Kedua mata Saka terbuka dan menegak salivanya sendiri dengan paksa. Ia mengernyit seraya melirik Arini yang masih sibuk di dapur miliknya."Apa aku terlalu menyedihkan? Sampai-sampai dia mengasihaniku seperti itu," kata Saka menghela nafas panjang dan mencoba untuk memejamkan matanya kembali.****Devian tertidur pulas di samping Alya. Wajahnya terlihat lelah menjaga putrinya semalaman."Pak Dev ... Pak ...," ujar Surti membangunkan majikannya itu."Surti," jawab Devian mulai terbangun dari tidurnya.
Saka menghela nafas panjang. Entah kenapa, ia tak bisa menolak perintah dari asistennya tersebut. Perlahan, ia mulai menempelkan kepalanya tepat di kepala Arini. Senyum manisnya pun mulai ia perlihatkan.Dari kejauhan, ada dua mata yang tertuju ke arah mereka. Hatinya terluka, sakit saat melihat kebersamaan mereka berdua. Hal yang seharusnya tak boleh ia rasakan."Seharusnya aku tidak buru-buru mengambil keputusan untuk meninggalkan dirinya. Aku merasa tak rela jika dia bersama wanita lain," kata Aura mengusap air matanya yang sempat terjatuh.Tit titBunyi klakson mengagetkannya. Dengan cepat, Aura melajukan mobilnya saat lampu lalu lintas beralih menjadi warna hijau.Saka mengerling. Pandangannya mengarah pada mobil kakaknya yang melaju di tepat depannya."Aura," kata batin Saka terus menatap mobil itu sampai tak terlihat lagi."Ini yang tidak pedas, Neng!" ucap penjual tersebut."Makasih, ya, Pak!" uc
Arini terdiam seraya berpikir sejenak. Ia melirik ke arah dokter saka yang seakan tak memperbolehkan dirinya untuk menerima tawaran dari Devian."Kenapa dokter saka menatap seperti itu? Dia terlihat sangat marah," gumam batin Arini bingung, apa dia terima ajakan Devian atau tidak?"Sebenarnya aku mau aja pulang sama kak Devian. Tak perlu keluarin uang dan tak susah-susah mencari taksi. Tapi, aku juga tak enak dengan dokter saka. Kalo aku pulang dengan kakaknya pasti dia mengira aku berpihak pada kakaknya itu.Huh ...," kata batin Arini seraya menghela nafas panjang."Kalian tidak searah!" Ucapan Saka yang membuat Devian terkejut."Ya nggak papa. Aku akan mengantarnya sampai rumah," jawab Devian.Arini terdiam. Kedua matanya mengerling menatap mereka yang selalu beda pendapat."Aku sudah memesan taksi online buat dia. Jadi, kamu nggak perlu repot-repot untuk mengantarnya!" tukas Saka tegas.Dugaan Arini benar. Dalam hatinya,
Saka mulai mengingat apa yang terjadi dengannya semalam."Dokter dengar 'kan apa yang saya bica ...," ucapan Arini yang seketika mengingatkan Saka pada kejadian itu.Ciuman yang seharusnya tak ia lakukan pada Arini."Apa itu kenyataan?" tanya Saka menegak salivanya dengan paksa. Kedua matanya tak berhenti menatap ke arah bibir mungil Arini yang terkatup dengan manisnya."Mana mungkin itu terjadi! Jika itu terjadi, bisa-bisa dia akan menghabisiku!" tutur Saka menghela nafas panjang.******Ibu dan ayah Arini tak berhenti bersyukur. Raut wajah mereka terlihat sangat bahagia saat tiba di depan rumah yang sangat mereka rindukan. Meskipun terbilang kecil tapi bagi mereka, rumah itu adalah harga satu-satunya."Akhirnya, ayah bisa pulang!" ucap ayah senang."Iya, Yah. Alhamdulillah!" jawab Ibu memegang tangan suaminya."Hari ini, Arini memberi kejutan apa, ya, buat kita?" tanya ayah menoleh ke arah istrinya.Ibu dara menoleh
"Aduh, kenapa jantungku berdetak begitu kencang seperti ini?" ucap Arini tertunduk seraya memegang dadanya."Semoga saja ia tak mengingatnya.Ya Tuhan, Aku tak bisa bayangkan jika ia mengingatnya? Pasti dia akan memberiku pertanyaan yang akan menyudutkanku. Secara, dia 'kan sangat hobi menggodaku," gumam batin Arini mengatur nafasnya."Arini?" panggil Saka yang mengejutkan Arini."Ya." Arini mendongak. Kedua matanya tak berhenti mengerjap saat Saka mendekati dirinya. Tenggorokannya seakan kering tak mampu menegak salivanya sendiri."Dokter mau ngapain?" tanya Arini mengernyit seraya berjalan mundur mengimbangi langkah Saka.Saka menyeringai. Langkahnya terhenti saat Arini naik ke atas kursi."Jika dokter berani maju selangkah lagi, saya akan ...," ujar Arini terhenti saat saka mengkodenya untuk diam."Makasih, ya! Semalam kamu datang ke sini. Aku tak tau apa yang terjadi padaku kalo kamu tidak datang. Mungkin saat ini, aku sudah
"Hubunganmu dan dia! Heh, aku tak menyangka jika kamu bisa move on dariku secepat itu," tutur Aura memicing. Rasa cemburu dan tak rela mulai menghampiri dirinya."Apa mungkin dari dulu kamu sudah berkhianat padaku?"Pertanyaan Aura benar-benar membuat saka naik darah. Ia tak habis pikir akan tuduhan Aura kepadanya itu."Aku tak sepertimu yang tega mengkhianatiku hanya demi harta," ketus Saka memicing.Aura terperangah. Mulutnya seakan terkunci saat kata-kata itu terlontar dari mulut Saka. Perkataan, pertanyaan ataupun pernyataan dari Saka yang dulu memiliki kelembutan kini hilang begitu saja. Raut wajahnya yang selalu ramah mendadak hilang begitu saja."Pergilah! Jika kamu datang ke sini hanya untuk mengusikku!" ketus Saka yang memalingkan wajahnya.Aura menghela nafas panjang. Ia benar-benar tak tahan dengan ucapan ketus kepadanya. Tapi, sebuah hadiah menghentikan niatnya untuk pergi dari hadapan saka."Aku akan memberikan apapun keing
"Syukurlah!Ayo masuk, Dok!" ajak Ibu dara mempersilahkan saka dengan baik."Arini, kamu panggil Ayah, ya! Bilang saja, kalo dokter saka datang ke sini. Buruan!" bisik ibu yang membuat Arini terheran-heran.Arini tak habis pikir jika kedua orangtuanya menyambut baik kedatangan dokter saka. Sangat berbeda dengan apa yang ia pikirkan."Arini, kenapa malah bengong? Ayo!" perintah ibu seraya mengibaskan tangannya. Salah satu kode untuk mengusirnya secara halus."Iya-iya!" gegas Arini terkejut saat ayahnya sudah ada di depannya."Apakah dia dokter saka? Orang yang menolong ayah?" Pertanyaan ayah yang membuat semua mata tertuju padanya.Saka menyeringai dan menundukkan kepala untuk memberi hormat pada ayah yang berjalan pincang menghampirinya."Pagi, paman!" ucap Saka dengan senyum manisnya.Arini tak berhenti mengerjap. Ia seakan seperti mimpi melihat kedua orangtuanya begitu akrab dengan Saka."Tak hanya semua orang yang terpikat kar