Share

Bagian 5

Author: Adriana
last update Last Updated: 2024-09-29 13:05:11

Seribu tahun yang lalu, lebih tepatnya pada abad ke-11 pertengahn (1024-1025)

Di sebuah Hutan para bangsa derigala hidup dengan damai.

Pepohonan menjulang tinggi, membentuk kanopi yang melindungi tanah di bawahnya dari sinar matahari yang terik.

Di tengah hutan ini berdiri megah Kerajaan Serigala, sebuah benteng yang menjadi rumah bagi manusia serigala yang dihormati dan ditakuti.

Kaelan yang saat itu merupakan putra mahkota yang berusia dua puluh tahunan, duduk di tepi jendela istana.

Dia mengamati kehidupan di luar, di mana anggota bangsanya berlatih bertarung, berlari dengan lincah dan berburu.

Hari itu Wolfric, ayah dari Kaelan memimpin latihan para prajurit. Raja Serigala yang Agung itu dikenal dengan keberanian dan kebijaksanaannya.

Dalam beberapa bulan terakhir, bisikan angin membawa kabar yang kurang baik. Ada rumor bahwa manusia mulai mengetahui keberadaan mereka. Hal itu membuat Wolfric memerintahkan para prajutit istana untuk berlatih dengan keras.

Kaelan turun dari jendela dan berjalan menuju halaman latihan. "Ayah," serunya ketika mendekati Wolfric, "apakah kita tidak perlu melakukan sesuatu? Ada desas-desus bahwa mereka mendekat."

Wolfric berhenti dan menatap putranya dengan tatapan serius. "Kita tidak bisa bertindak sembarangan, Kaelan. Kita harus mempertahankan perdamaian, setidaknya untuk saat ini. Namun, kita juga harus bersiap. Jika mereka datang untuk kita, kita tidak akan ragu untuk melawan."

Sinar matahari mulai meredup, sebuah kabar mengerikan datang dari tepi hutan. Beberapa pengintai manusia serigala yang bertugas memantau pergerakan manusia kembali dengan wajah pucat.

"Yang mulia! Mereka datang! Pasukan manusia menuju ke sini dengan senjata lengkap!"

Kaelan merasakan hatinya berdegup kencang. Dia melihat ayahnya, yang tidak menunjukkan tanda-tanda panik, mengumpulkan para prajuritnya. “Siapkan pertahanan!” teriak Wolfric. “Kita akan melindungi kerajaan ini hingga titik darah penghabisan!”

Beberapa jam kemudian, suara teriakan dan dentingan logam terdengar di kejauhan. Ketika Kaelan berdiri di samping ayahnya, mereka bisa melihat bayangan pasukan manusia berbaris dengan kuda mereka.

“Ayah, mereka banyak sekali. Apakah kita benar-benar harus melawannya?” Tanya Kaelan.

“Hmm, kita akan melawannya. Jangan biaran para manusia membantai bangsa kita.” Jawabnya.

Pertempuran dimulai. Kaelan berjuang berdampingan dengan ayahnya, menggunakan semua keterampilan yang dia pelajari selama ini. Namun, meskipun mereka bertarung dengan keberanian, pasukan manusia jauh lebih banyak. Dalam kepanikan, banyak prajurit yang jatuh, sementara yang lain berjuang keras untuk melindungi tanah mereka.

Kaelan merubah wujudnya menjadi serigala dan menyerang mereka, tetapi sayang jumlah mereka sangat banyak membuatnya hampir mati. Beruntung Fors keburu datang dan membantunya.

“Kau baik-baik saja?” Tanyanya membuat Kaelan mengangguk.

Dia melihat sahabtnya kembali berubah menjadi serigala dan menyerang para manusia yang mencoba membantainya.

Tidak berapa lama, Kaelan melihat ayahnya terdesak oleh dua manusia. Wolfric berjuang melawan mereka dengan seluruh kekuatannya, tetapi Kaelan tidak bisa hanya berdiri diam. Dengan keberanian yang membara, ia melompat untuk membantu ayahnya, namun saat itu salah satu prajurit menusukkan pedangnya tepat di perut Wolfric.

"AYAH!" teriak Kaelan saat dia berlari, tetapi sudah terlambat. Raja Serigala yang Agung terjatuh ke tanah dan sekarat.

Kaelan melihat darah mengalir dari luka ayahnya, matanya dipenuhi amarah yang membara. Dengan raungan keras yang menggetarkan hutan, tubuhnya bergetar hebat, berubah menjadi serigala besar berwarna abu tua.

Gigi taringnya yang tajam berkilat di bawah cahaya bulan yang samar. Dia menerkam kedua prajurit manusia yang telah melukai Wolfric, ayahnya. Taringnya menancap dalam di tubuh mereka, mencabik-cabik daging mereka dengan brutal.

"KAELAN!" Fors berteriak dari belakangnya. Dalam wujud serigalanya yang gagah, Fors berlari cepat, menerkam prajurit-prajurit lain yang mencoba mendekat.

Kaelan tidak berhenti. Nafsu untuk membalas dendam atas luka ayahnya membuatnya melupakan sejenak bahaya yang mengancam. Kaelan mencabik satu demi satu manusia yang berdiri di hadapannya.

Setelah tubuh terakhir jatuh tak bernyawa di tanah yang kini tergenang darah, Kaelan berdiri terengah-engah, tubuh serigalanya dilumuri darah musuh.

Fors yang juga telah kembali ke wujud manusia, menghampirinya. "Kaelan, kita harus pergi! Mereka datang dengan lebih banyak pasukan. Kita tidak bisa menang!" Suaranya penuh desakan.

Kaelan menoleh, matanya merah penuh kebencian, namun dia tahu Fors benar. Dengan gemetar, dia kembali ke wujud manusianya. Tanpa berkata apa-apa, dia berjalan menuju tubuh ayahnya yang tergeletak di tanah.

Wolfric masih hidup, tetapi napasnya sangat lemah. Dengan air mata yang hampir tak terbendung, Kaelan berlutut di sampingnya. “Ayah...,” bisiknya dengan suara parau.

Wolfric membuka matanya perlahan, menatap putranya dengan penuh kasih. "Kaelan... lindungi mereka... lindungi bangsamu...," suaranya lemah, hampir tidak terdengar.

“Aku tidak akan membiarkan mereka mati, Ayah. Aku berjanji,” jawab Kaelan, meski dalam hati dia tahu ancaman itu terlalu besar.

Fors menepuk bahu Kaelan dengan cemas. "Kita harus pergi sekarang!"

Tanpa ragu, Kaelan mengangkat tubuh ayahnya, membopongnya dengan kekuatan penuh kasih sayang meski tubuh Wolfric terasa semakin berat.

Fors terus berjaga di sisinya, memeriksa setiap gerakan dan suara dari arah musuh.

Mereka bertiga, dengan Kaelan yang membawa ayahnya yang sekarat, mulai berlari menembus hutan yang gelap. Asap dari pertempuran dan aroma kematian masih pekat di udara. Dari kejauhan, terdengar teriakan prajurit manusia yang masih memburu sisa-sisa kaum serigala.

“Hutan ini bukan lagi tempat yang aman,” kata Fors sambil berlari. "Mereka akan membantai habis kita jika terus di sini."

Kaelan mengangguk dengan berat hati. Ia tahu bahwa kali ini, mereka harus meninggalkan rumah yang telah menjadi perlindungan bangsanya selama berabad-abad.

Sebuah perang yang mereka tidak minta telah datang, dan kerajaannya kini runtuh. Kaelan berjanji pada dirinya sendiri bahwa hari ini bukanlah akhir dari segalanya.

Akan datang waktunya bagi bangsa serigala untuk bangkit kembali dan dia akan menjadi pelindung mereka. Tapi untuk sekarang, yang penting adalah bertahan hidup.

Mereka bertiga terus berlari di bawah bayang-bayang malam, meninggalkan benteng yang terbakar dan suara pertempuran yang kini mereda di kejauhan. Di antara pepohonan hutan yang gelap, nasib bangsa serigala kini tergantung pada sang pewaris, Kaelan.

Sesampainya di tempat yang aman, Kaelan segera membaringkan ayahnya dan mencoba mengobatinya.

Sang Raja Serigala, yang selama ini menjadi pilar kekuatan bangsa mereka, kini terbaring di ambang kematian.

Wolfric menggenggam tangan Kaelan dengan sisa-sisa tenaganya. Matanya yang memudar masih penuh kebijaksanaan dan kasih sayang, meskipun tubuhnya sudah tidak sanggup lagi bertarung.

"Kaelan...," suara Wolfric terdengar serak, hampir seperti bisikan. "Bangsa ini kini berada di tanganmu."

Kaelan mengangguk, air mata menggenang di matanya, namun dia tetap teguh. "Aku akan melindungi mereka, Ayah. Aku bersumpah, tak satu pun dari kita akan dibantai lagi."

Wolfric mengangkat tangannya yang lemah, melepaskan mahkota yang terbuat dari emas dan perak yang selama ini dia pakai sebagai lambang kekuasaan dan tanggung jawab.

Mahkota itu kemudian diserahkan kepada Kaelan. "Mulai sekarang, engkaulah Wolfric. Engkau pewaris terakhir dan tanggung jawab ini kini menjadi bebanmu."

Kaelan merasakan berat dari mahkota itu, tidak hanya secara fisik, tetapi juga tanggung jawab yang datang bersamanya. Dia memegang mahkota itu dengan tangan yang gemetar, menyadari bahwa kerajaan ini dan nasib bangsanya bergantung padanya.

"Ayah, aku akan membuat bangsa kita kembali berjaya. Aku akan membangun kembali kerajaan kita dan aku berjanji akan membalas perbuatan manusia itu!"

Wolfric tersenyum tipis, meskipun rasa sakit menguasai tubuhnya. "Jangan lakukan itu, Kaelan. Dendam tidak akan membuatmu lebih baik. Ayah hanya minta hasilkanlah keturunan yang banyak, pastikan keturunanmu akan terus hidup... terus bertahan. Jangan pernah menyerah pada manusia... atau takdir."

Napas terakhir Wolfric terhembus pelan, dan tubuhnya yang besar serta gagah kini terkulai lemah.

“AYAH!” Kaelan merasa kehilangan yang begitu dalam, namun dia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk berduka. Dia harus bangkit.

Fors mendekat, meletakkan tangan di bahu Kaelan. "Kita harus bergerak. Mereka bisa menemukan kita kapan saja."

Kaelan berdiri, mengusap air matanya dengan cepat. Dia mengenakan mahkota yang telah diserahkan ayahnya, lalu menatap Fors. "Mulai sekarang, kita tidak akan berlari lagi. Kita akan bertarung. Dan aku akan memastikan mereka membayar untuk setiap darah serigala yang mereka tumpahkan."

Fors menggelengkan kepalanya, dia tampak tidak setuju dengan keputusan Kaelan. "Kita tidak akan mampu melawan mereka yang mulia. Mereka terlalu banyak, tidak akan sebanding dengan kekuatan kita berdua."

Kaelan terdiam beberapa saat, apa yang dikatakan Fors memang benar. Dia hanya mampu meratapi jasad sang ayah yang kini telah berubah menjadi serigala.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 27

    Malam itu Kaelan melangkah perlahan di bawah cahaya rembulan yang samar, mencoba menghindari setiap bunyi ranting atau dedaunan kering yang bisa membongkar keberadaannya. Di balik jendela kamar, istrinya tampak sedang berbicara dengan ibunya. “Huh, untung saja aku bergerak cepat.” Gumamnya pelan. Dia melesat mengitari rumah mertuanya hingga berhenti tepat di depan pintu. Dengan perlahan dia mengetuk pintu tersebut. Tok, tok, tok! Sementara itu di dalam Ayu dan ibunya menoleh saat mendengar ketukan pintu. “Bu, sepertinya itu Mas Kaelan.” Ucap Ayu. “Kamu sudah berbaikan dengan suamimu yu?” Tanya sang ibu. “Hmm, iya bu. Sebenarnya itu hanya kesalahpahaman.” Ujar Ayu beralasan. “Ya sudah, cepat bukakan pintu yu. Kasian suamimu.” Ucap sang ibu dengan lembut. Ayu bergegas menuju ruang tamu untuk membukakan pintu. Sesampainya di depan pintu, Ayu menarik napas panjang sebelum akhirnya memutar gagang pintu. Begitu pintu terbuka, Kaelan langsung menerobos masuk tanpa berkata sepatah k

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 26

    Malam itu langit tampak gelap gulita, tidak ada bintang satupun menghiasi langit Jakarta. Kawlan tampak berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke arah kota besar. Setelah pertengkaran dengan Ayu di memutuskan menenangkan diri di Markas bangsa serigala. Di sisi lain Leo tampak sibuk dengan benda pipih yang baru di belikan Fors. “Kae, ini bagaimana menggunkannya?” Tanyanya. Pria tampan itu menghiraukan seruan sahabatnya, tatapannya kosong. “Kae…tolong lah! Aku tidak mengerti menggunakan benda canggih ini.” Gerutunya sambil mengangkat ponsel yang ada di tangannya. Kaelan berbalik, tatapannya tajam seolah Leo telah mengganggunya. “Kau sangat berisik! Aku pergi,” katanya yang langsung nyelonong begitu saja. “Kau mau kemana kae?” Teriaknya lalu kembali fokus pada benda yang di pegangnya. Dia terus menggerutu sambil menatap layar ponselnya. Matanya terpaku pada beberapa ikon warna-warni yang bergerak di layar, merasa sedikit kebingungan dan frustrasi. Dengan ragu-ragu, ia me

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 25

    "Jadi, maksudmu aku harus meninggalkan hutan dan hidup di antara manusia seperti yang kau lakukan?" Leo menatap Kaelan dengan sorot penuh keraguan. "Aku tidak sekuat itu, Kaelan. Menyaksikan bangsa kita dibantai, lalu hidup berdampingan dengan para pembunuh itu... bukan hal yang mudah." Kaelan mengangguk pelan, memahami keraguan sahabatnya. "Aku tahu, Leo. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Dunia ini telah berubah, dan kita harus menyesuaikan diri atau punah. Aku tidak bisa membiarkan kenangan masa lalu menjadi penghalang. Kita butuh keturunan yang kuat untuk melanjutkan garis keturunan bangsa serigala." Leo terdiam tampak berpikir dejenak sebelum kembali berargumen. "Bagaimana jika mereka tahu kita masih hidup, Kaelan? Jika manusia tahu keberadaan kita… apa yang akan terjadi?" Kaelan menarik napas dalam-dalam, lalu menatap sahabatnya dengan tegas. "Itu risiko yang harus kita ambil. Kita tidak bisa bersembunyi selamanya. Selama kita bisa beradaptasi, tidak ada yang perlu kita

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 24

    Malam itu Kaelan duduk di ruang keluarga sambil membaca laporan pekerjaan di laptopnya. Sedangkan Ayu di sebelahnya sambil mengelus perutnya yang masih rata. “Mas…” panggil Ayu pelan. Kaelan menoleh, memasang senyum lembut. "Ada apa, Sayang?" Ayu menatapnya dengan wajah polos tapi penuh harap. "Aku kayaknya lagi pengen sesuatu." Kaelan mengangkat alis, lalu menyimpan laptopnya. “Pengen apa? Bilang saja, biar aku carikan.” Ayu menggigit bibirnya menunduk sedikit malu. "Aku pengen makan mangga muda, Mas... yang asam, terus dicocol sama sambal rujak yang pedesnya." Kaelan menahan tawa kecil mengingat kejadian saat ia mencoba sambal ijo untuk pertama kalinya.“Mangga muda ya? Hmm, sebentar aku coba lihat dulu di kulkas. Kalau nggak ada aku akan cari di luar.” Ayu tersenyum lebar, matanya berbinar penuh harapan. “Serius, Mas? Terima kasih ya!” Kaelan mengangguk lalu beranjak menuju dapur untuk memeriksa kulkas. Namun, setelah membuka pintu kulkas dan memeriksa isinya, ia hanya mend

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 23

    Kaelan kembali membawa piring dengan sepotong roti panggang berisi telur ceplok dan sayuran segar, memang terlihat biasa, tapi setidaknya bisa mengenyangkan istrinya. Ia tersenyum kecil, sedikit merasa bersalah."Maaf ya, sayang. Mungkin ini lebih cocok untukmu," katanya sambil meletakkan piring itu di depan Ayu.Ayu tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok."“Ya sudah cepat di makan.” Kata Kaelan.Kaelan melirik jam di tangannya, lalu dengan perlahan melepas celemek yang ia kenakan. Dia menghela napas sejenak sebelum menatap Ayu yang mulai menikmati roti panggang buatannya."Setelah makan, kamu istirahat saja ya, Sayang," ucap Kaelan sambil meletakkan celemeknya di meja. "Aku akan kembali tengah malam."Ayu menghentikan gerakannya, mengernyitkan alis. "Memangnha kamu mau ke mana?"Kaelan tersenyum paksa. "Aku ada rapat penting di kantor."“Rapat? Memangnya serigala punya kantor ya?” Tanya Ayu polos.Kaelan tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Bukan, aku rapat bers

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 22

    Pagi itu suasana rumah terasa berbeda. Ayu sibuk berkemas, memeriksa satu per satu barang yang akan dibawanya ke Jakarta. Hari ini ia akan ikut bersama suaminya, meninggalkan rumah orang tuanya untuk beberapa waktu.Ratna berdiri di ambang pintu kamar Ayu, memperhatikan putrinya dengan tatapan sedih. Sementara Darto duduk di ruang tamu sambil menunduk, mencoba menahan perasaan yang berkecamuk di dadanya. Darma adik laki-laki Ayu, mondar-mandir di depan kamar, tampak gelisah."Yakin nggak ada yang ketinggalan, Yu?" tanya Ratna, suaranya terdengar serak.Ayu berhenti sejenak, menatap ibunya dengan senyuman lembut. "Insya Allah nggak ada, Bu. Semua udah aku cek berkali-kali."Ratna menghela napas panjang. "Kamu bakal sering pulang, kan?"Ayu mendekat, menggenggam tangan ibunya. "Pasti, Bu. Lagian, Jakarta nggak jauh kok. Cuma beberapa jam aja."Darto yang sedari tadi diam, tiba-tiba angkat bicara. "Tetap aja, Ayu. Rumah ini bakal sepi tanpa kamu. Kita nggak terbiasa kalau kamu nggak di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status