Tawa ejek terdengar dari Arlan. “Saya gak minta kamu buat nunggu saya, ya. Sebaiknya sekarang kamu pergi, masih banyak kerjaan yang harus saya selesaikan. Lagipula, ini pemberian mama. Mama yang masak dan siapkan semuanya, lalu untuk apa saya berterima kasih sama kamu?”
“Tapi, Mas, itu ....”
“Pak Arlan, ini laporan yang sudah saya perbaiki.”
Seseorang yang datang tiba-tiba membuat Shena menghentikan kalimatnya. Keduanya menoleh ke sumber suara dengan kompak. Sedangkan, karyawan yang datang tadi sontak terdiam di tempat ketika melihat sosok Shena yang juga berada di ruang kerja Arlan.
Shena yang merasa tidak enak hati dengan Arlan pun sontak membuka suaranya. “Maaf, tolong jangan salah paham dulu, ya. Saya Shena, ART baru di rumah pak Arlan. Saya ditugaskan oleh ibu Kinara untuk mengantarkan bekal makanan pak Arlan, itu saja.”
Sang karyawan sontak menganggukkan kepalanya dan tersenyum. “Iya, saya tau, kok. Di depan tadi kan kita ketemu,” ucapnya membuat Shena menepuk keningnya karena lupa. “Oh, iya, Pak, ini laporan yang sudah saya perbaiki.”
Arlan menerima hasil laporan yang karyawannya berikan tadi. “Nanti saya cek lagi. Sudah, kamu keluar sana. Lain kali ketuk pintu dulu kalau mau masuk.”
“Baik, Pak, maafkan saya yang sudah tidak sopan kepada Pak Arlan,” ucap sang karyawan seraya membungkukkan badannya sedikit, lalu keluar dari ruang kerja Arlan.
Setelah pintu kembali ditutup, Arlan meletakkan hasil laporan tadi di atas meja kerjanya dan kembali menoleh ke arah Shena.
“Kenapa kamu bilang kalau kamu itu ART baru di rumah saya?” tanya Arlan.
“Kalau saya memperkenalkan diri sebagai ‘calon istri’ Mas Arlan, emangnya Mas Arlan gak papa?” ucap Shena balik bertanya seraya menekan kata ‘calon istri’ dalam kalimatnya. Arlan hanya diam tidak menjawab. “Sudah jelas kalau Mas Arlan tidak mau hal itu terjadi. Saya melakukan ini agar citra Mas Arlan tidak menurun karena memiliki calon istri seorang gadis kampung yang tidak berpendidikan seperti saya. Jadi, Mas Arlan akan tetap dihormati oleh karyawan-karyawan Mas Arlan.”
“Terus, kenapa kamu masih di sini?”
“Saya menunggu ucapan terima kasih dari Mas Arlan,” jawab Shena dengan cepat. Lagi-lagi Arlan diam, tidak merespons ucapan Shena yang terus meminta kata ‘terima kasih’ darinya. “Baiklah, Mas Arlan memang sulit sekali untuk mengucapkan terima kasih, ya?”
“Tau apa kamu tentang saya?”
“Seharusnya Mas Arlan mengerti, kalau ingin lebih dihormati, maka hormatilah orang lain. Dari yang saya lihat, Mas Arlan bahkan tidak berterima kasih kepada karyawan tadi. Mas Arlan harus sadar, kalau tanpa adanya mereka, perusahaan tidak akan bisa sebesar ini.
“Saya tidak bermaksud menggurui Mas Arlan, maaf kalau ada salah kata. Saya izin pamit untuk pulang, permisi,” lanjut Shena, kemudian berjalan melewati Arlan yang masih diam di tempat.
Setelah Shena benar-benar pergi dari ruangannya, Arlan mengembuskan napas beratnya dan duduk di kursi kerja miliknya. Dia mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas dan membukanya. Dia juga mengeluarkan botol air minum miliknya yang Shena bawakan untuknya.
Tanpa menunggu lama, Arlan segera menyantap makanan tersebut. Satu suapan telah dia rasakan, wajahnya seakan menunjukkan raut terkejut. “Telur semur buatan mama kenapa rasanya beda?” gumamnya.
Shena telah sampai di depan rumah Arlan. Dia turun dari mobil dan tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada pak Eno yang sudah mau mengantarnya.
“Anak mama udah pulang!”
Seruan Kinara membuat Shena sontak menoleh ke sumber suara dengan cepat. Dia menunjukkan senyumnya kembali dan membalas pelukan dari Kinara.
“Gimana? Arlan terima bekalnya gak?” tanya Kinara kemudian setelah melepas pelukannya.
Shena mengangguk. “Mas Arlan terima, kok, Ma.”
“Syukur, deh, kalau gitu. Yaudah, masuk lagi, yuk!” ajak Kinara. Shena mengangguk dan ikut berjalan di samping Kinara.
Waktu kembali berlalu dengan cepat, hari sudah berganti malam. Arlan berjalan ke arah meja makan dengan langkah lunglai. Dia melepas jasnya dan duduk, lalu mulai mengambil piring serta beberapa lauk di atas meja makan dan langsung melahapnya.
“Makanannya enak?”
Suara Kinara yang datang tiba-tiba membuat Arlan sontak menoleh dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Mama belajar masak di mana? Kok, makin enak masakannya?’
Tidak langsung menjawab, Kinara justru hanya terkekeh kecil dan ikut duduk di depan Arlan. “Itu bukan mama yang masak.”
Melihat raut bingung Arlan, Kinara pun menunjuk ke arah Shena yang sedang mencuci piring di belakang. Tahu siapa yang memasak, Arlan menghentikan aktivitas makannya.
“Kenapa berhenti? Makan aja, Arlan. Enak, ‘kan? Sayang kalau gak dihabiskan,” ucap Kinara. Arlan hanya menatap makanan di depannya dengan diam. “Udah, gak usah gengsi gitu.”
“Oh, Mas Arlan sudah pulang?” Suara Shena membuat Kinara dan Arlan sontak menoleh dengan kompak.
“Tunggu, kenapa dia di sini, Ma?” tanya Arlan.
“Loh, kamu lupa? Shena kan udah tinggal di sini sejak kemarin malam,” jawab Kinara. Jawaban Kinara membuat Arlan lagi-lagi terdiam, benar, dia lupa soal itu. “Yaudah, mama ke kamar dulu, ya.”
Arlan dan Shena sontak mengangguk dengan kompak. Setelah kepergian Kinara, Arlan beralih menoleh ke arah Shena.
Shena yang terus ditatap oleh Arlan pun sontak memasang raut bingungnya. “Ada apa, Mas?”
“Ini semua kamu yang masak?” tanya Arlan. Mendengar nada bicara Arlan yang berubah menjadi sedikit lembut, Shena seketika tersenyum dan mengangguk. “Kenapa?”
“Kenapa? Itu karena ...,” ucap Shena menggantung kalimatnya. “Aku kan ART baru di sini,” lanjut Shena masih menunjukkan senyumnya. “Makan yang banyak, ya, Mas. Biar tenaga Mas Arlan bisa kembali pulih dan bersemangat lagi. Saya permisi, ya, Mas.”
Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Arlan, Shena pun kembali tersenyum dan memutuskan untuk pergi dari tempat. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara Arlan yang memintanya untuk tidak pergi. Shena memutar badannya dan kembali menatap Arlan dengan tanya.
“Apakah kamu mencintai saya?”
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Arlan membuat Shena terdiam sejenak, tetapi tidak lama kemudian dia kembali tersenyum. Arlan yang tidak mengerti dengan arti senyuman Shena itu hanya bisa diam, menunggu agar Shena menjelaskan.
“Memangnya apa alasan utamaku menerima perjodohan ini?” ucap Shena membalikkan pertanyaan.
Arlan yang mendapatkan pertanyaan seperti itu pun sontak terdiam dan berpikir sejenak, kemudian menjawab, “Karena keinginan ayahmu, ‘kan?”
Shena mengangguk dengan cepat, membenarkan apa yang dikatakan oleh Arlan. “Begitulah.”
“Tidak mungkin, pasti ada alasan lain.” Arlan menggelengkan kepalanya tidak percaya. Shena pun hanya bisa terus tersenyum seraya menunggu apa lagi yang akan dikatakan oleh Arlan. “Kamu benar-benar jatuh cinta sama saya, ‘kan?”
“Kalau Mas Arlan berpikir begitu, maka itulah yang terjadi,” jawab Shena dengan cepat, kemudian pergi.
Arlan terus menatap kepergian Shena dengan bingung. Dia pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Cukup. Dia hanyalah gadis kampung, mau diajak bicara gimanapun pasti gak akan pernah nyambung.”
“Selamat malam, Semuanya,” sapa Agas dengan suara tegas, tetapi tetap terdengar lembut. Dia bersikap layaknya seorang pangeran sungguhan. “Selamat datang dalam acara pesta dansa istana kerajaan.”Adegan kembali berlanjut hingga akhirnya Shena kembali muncul dengan anggunnya. Para penonton benar- benar dibuat terkagum dengan kemunculan Shena yang sangat berbeda. Gaun bak seorang putri kerajaan, sepatu kaca yang cantik, rambut yang terurai indah, dan sikap anggun yang Shena peragakan. Shena benar-benar terlihat seperti seorang putri kerajaan.Arlan semakin tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia bertopang dagu pada pahanya seraya masih terus melihat adegan keduanya. Dira terkekeh kecil saat menyadari perubahan raut Arlan pada adegan dansa Cinderella dan Pangeran.“Rileks saja, jangan gugup,” bisik Agas di sela adegan keduanya.Mendengar bisikan seperti itu dari Agas, Shena sontak mengangguk pelan. Dia memejamkan matanya sejenak, lalu menarik dan membuang napasnya untuk berusaha tenang. S
26. Pertunjukan TeaterPukul 14.45 waktu siang hari. Panggung teater telah bersih, semua properti yang dibutuhkan pun sudah tersedia di atas panggung. Kini hanya tinggal menunggu waktu saja sampai mereka semua tampil di atas panggung.Sebenarnya acara sedang diistirahatkan dulu hingga jam tiga sore lebih lima belas menit. Namun, karena persiapan yang dilakukan oleh anggota teater sangat banyak, mereka semua rela tidak beristirahat dulu hingga pertunjukan berakhir.“Shena, ini kostum pertamamu. Segera ganti dan bersiap untuk riasan sederhananya,” ucap salah satu divisi penata busana seraya memberikan kostum tersebut kepada Shena.Shena sontak menoleh dan mengangguk. “Baik,” jawabnya. Dia mengambil kostum tersebut dan segera bergegas menuju ruang ganti. Setelah selesai, Shena kembali ke posisi untuk dirias.Namun, kedatangan Doni dan temannya membuat aktifitas meriasnya terhenti sejenak. Shena menatap pria yang berdiri di samping Doni dengan tatapan bingung.“Shena, kenalin, ini Kenzo.
Acara reuni masih terus berjalan. Satu per satu dari susunan acara mulai terealisasi. Pukul 12.00 siang hari acara dihentikan sejenak untuk beristirahat. Para tamu dalam reuni acara kampus tersebut mengambil beberapa camilan dari stand makanan yang sudah disiapkan oleh panitia acara.“Kamu mau ke mana?” tanya Dira saat melihat Arlan yang bangun dari kursinya.Arlan tidak langsung menjawab, dia merapikan setelan jas biru dongker yang dipakainya. Pun merapikan rambutnya juga. “Ada seseorang yang harus saya cari,” jawabnya tanpa menoleh ke Dira sedikit pun.“Siapa?” tanya Dira lagi. Dia memasang raut tanyanya, penasaran. “Shena?” tanya Dira semakin penasaran. Namun, Arlan tetap diam dan pergi meninggalkan tempatnya begitu saja. “Aneh.”Kembali ke ruang teater, mereka juga sedang beristirahat dari kesibukan mereka. Para pelakon drama segera menutup naskah mereka dan menyimpannya di atas meja. “Shena, kamu mau ke masjid?” tanya Sinta. Shena yang mendapat pertanyaan pun sontak mengangguk.
Pukul 09.45 pagi hari, Arlan telah sampai di kampusnya yang dulu. Dia datang ke acara tersebut dengan Dira. Para alumni pun sudah banyak yang datang, tetapi hanya beberapa yang masih Arlan kenal.Mereka segera mencari tempat duduk sebelum acara dimulai. Karena datang di waktu 15 menit sebelum acara dimulai, mereka akhirnya mendapat kursi di barisan belakang.“Mereka semua satu angkatan sama kamu?” tanya Dira seraya menunjuk sekumpulan pria yang sedang bercanda seraya menggendong anak masing-masing dengan matanya.Arlan sontak menoleh ke arah yang Dira tunjuk. “Saya tidak mengenal mereka.”“Aneh. Yang lain beneran reuni sama teman-teman lamanya. Lah, kenapa kamu diam aja di sini? Dulu kamu gak punya teman, ya? Ah, maksud aku ... kamu gak punya teman selain dia?” Mengerti dengan siapa yang Dira sebut ‘dia’, Arlan hanya mengembuskan napas beratnya. “Mungkin,” jawabnya singkat.“Wah ... gawat, sih, ini,” balas Dira seraya menggelengkan kepalanya pelan, lalu berdecak kecil secara berkali-
Waktu terus berjalan tanpa henti, semenjak penyelesaian gosip tentang Dira dan Arlan, pun dengan Shena juga. Shena akhirnya bisa kembali bekerja dengan penuh semangat seperti biasanya.Bukan hanya itu, Shena bahkan memiliki teman baru, yaitu Dira. Karena kedekatannya dengan Dira dan Arlan, para karyawan juga benar-benar menghormatinya. Mereka benar-benar merasa bersalah karena telah menuduh dan menyebut Shena sebagai wanita tidak tahu diri. Namun, semuanya telah berlalu dan Shena sudah tidak ingin membahasnya kembali.Satu hari sebelum acara reuni kampus dimulai. Berbagai macam dekorasi pun sudah terpasang di beberapa bagian. Kampus pun sontak dipenuhi oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang akan tampil di acara tersebut. Dimulai dari eskul tari, marching band, taekwondo, paskibra, dan tentunya teater juga.Pukul 19.30 malam hari, anak teater kembali berkumpul untuk melakukan gladi resik. Mereka semua berkumpul di ruang tata panggung yang akan menjadi tempat mere
Jam istirahat telah datang. Seperti biasanya, Shena duduk di bangku panjang yang ada di belakang kantor. Dia membuka tasnya dan mengambil bekal untuk dia makan. Shena tiba-tiba terdiam saat melihat kotak bekal yang dia keluarkan.“Ini, kan, bekal buat mbak Dira,” gumamnya seraya terus menatap kotak bekal tersebut. Dia mengembuskan napasnya pasrah. “Tapi, kalau aku kasih nanti mbak Dira bakal mau gak, ya?”“Mau apa?” Suara Dira yang tiba-tiba sontak membuat Shena terkejut. Dia melihat Dira dan Arlan yang berjalan ke arahnya. “Mau apa?” tanya Dira mengulangi pertanyaannya.Shena menatap Dira dengan gugup, lalu memberikan kotak bekal yang dipegangnya untuk Dira. “Saya bawakan ini untuk Bu Dira,” ucap Shena dengan nada gugup.Melihat kotak bekal yang Shena sodorkan untuknya, Dira pun hanya terdiam. “Untuk saya?” tanyanya memastikan. Setelah mendapat anggukan dari Shena, Dira pun meneriman