Share

Cinta Untuk Regan
Cinta Untuk Regan
Penulis: ER_IN

Hamil

“Kamu harus terima semuanya Cinta, kamu harus rela Andre menikah dengan Valen.”

Aku tersenyum miris mendengar ucapan ibu, selama ini ibu tahu hubunganku dengan Andre sudah terjalin begitu lama, tetapi kenapa harus berakhir seperti ini? Aku dan Andre pun sudah menyiapkan semuanya, tidak mungkin aku mau mengalah.

….

Senyum di bibirku terlihat begitu indah hari ini. Bagaimana tidak, setelah lima tahun akhirnya aku dan Andre akan menikah. Hari yang telah kutunggu-tunggu begitu lama setelah kami bisa mengumpulkan satu persatu mimpi kami.

“Mbaknya gak pernah dandan, ya, manglingi banget,” ucap perias yang meriasku hari ini.

“Ah, mbak bisa aja. Tapi aku memang enggak bisa dandan Mbak, palingan juga cuma pakai lip tint sama bedak tabur, itu pun kalau ingat saja,” jawabku diikuti dengan tawa malu.

Aku memang bukan gadis yang suka dandan, atau gila outfit. Cukup baju seadanya itu sudah cukup, lagipula selama ini Andre tidak pernah protes mau bagaimanapun gayaku.

“Beneran loh, cantik banget. Manten lakinya nanti pasti gak kedip lihatnya.”

Aku ikut tertawa mendengar ucapan mbak perias.

“Foto dulu Mbak, mau aku upload,” ajak mbak perias.

Jika biasanya aku malu dengan kamera, kali ini rasanya aku pun ingin menunjukkan senyum bahagiaku di depan kamera.

Jantungku berdegup tidak karuan, sebentar lagi Andre akan mengucapkan kalimat sakral yang akan mengikat kami menjadi pasangan halal, rasanya ini seperti mimpi. Mempertahankan hubungan hingga bertahun-tahun dan kini sampai di pelaminan.

Kutarik nafas dan melepaskannya secara perlahan setelah mendengar suara pak penghulu.

“Huft, tinggal beberapa detik lagi Cin, dia akan benar-benar menjadi imamku,” aku berbicara sendiri di depan cermin, masih dengan senyuman manis.

Kutajamkan telinga, mendengar jawaban dari Andre, tetapi ucapan Andre terhenti. Bukan karena jawaban ijab sudah selesai dan disambut dengan jawaban sah.

“Tunggu! Kak Andre, kamu enggak bisa nikah sama Kak Cinta.”

Degup jantungku berubah semakin kencang, mengapa dia menghentikan pernikahanku. Kenapa?

Valen, bukannya dia sedang berada diluar kota dan tidak bisa datang? Lalu apa maksudnya menghentikan pernikahanku.

Tak ingin menunggu lama lagi, gegas kuraih handle pintu dan menariknya kasar. Kulihat ia berdiri dengan kaki gemetar sembari memegang sebuah amplop berwarna coklat. Ibu gegas berlari menghampiri anak bungsunya yang berdiri dengan uraian air mata itu.

“Kenapa Valen?” tanyaku yang kini telah berdiri pula di sampingnya.

“Kakak tidak bisa menikah dengannya,” jawabnya sembari menatapku tajam, linangan air mata masih terus membasahi pipinya.

“Apa maksudmu, Valen? Aku dan Andre .…”

“Valen, apa-apaan, berhenti.” Andre menarikku perlahan dan kembali duduk di depan penghulu. “Ayo Pak, lanjutkan.”

Ia tak menghiraukan Valen dan kerabat yang memandangnya penuh tanya.

Acara akad hari ini kami memang hanya mengundang kerabat dekat saja.

“Tidak, Kakak tidak bisa menikah dengan Kak Cinta dan ngabaiin aku gitu aja, kamu lihat ini. Ini hasil perbuatan kita.”

Aku masih tidak mengerti sebenarnya ada apa, perbuatan apa? Kenapa Valen tidak ingin aku menikah dengan Andre.

“Itu hanya kesalahan, kesalahan kecil,” jawab Andre.

Ibu yang semula diam saja meraih amplop coklat yang ada di tangan Valen, membukanya dengan kasar. Aku yang sangat penasaran dengan isi amplop itu akhirnya ikut mendekat dengan ibu dan melihat isinya.

Kakiku gemetar setelah melihat isinya, sebuah foto USG. Apa maksudnya ini? Apa mereka diam-diam bermain di belakangku?

“Valen, bisa-bisanya kamu … katamu tidak terjadi apa-apa!” seru ibu menatap tajam valen. “Kamu katakan sama ibu dan bapak, kalian cuma suka biasa, tapi apa ini!”

Ibu tahu, mereka semua tahu bahkan bapak yang diam saja masih duduk di posisinya juga tahu semua ini? Apa mereka semua menipuku? Bersekongkol membodohiku?

Tubuhku begitu lemas, kakiku seperti tak bertulang tak lagi mampu menopang berat badanku. Entah tangan siapa yang menangkap tubuhku, saat aku tak sanggup lagi menerima kenyataan pahit ini. Nafasku terasa begitu sesak sebelum semuanya gelap, aku tak sadar lagi.

Suara berisik dan kegaduhan sudah tak terdengar lagi, entah berapa lama aku tak sadarkan diri, mungkin kerabat sudah meninggalkan kediaman orang tuaku. Kupaksa mata untuk terbuka sepenuhnya, aku harus mendapat penjelasan dari mereka semua.

Tidak, bukankah semuanya sudah jelas, lalu apa yang harus aku lakukan? Menerima perlakuan mereka dan diam saja begitu atau bolehkah aku setidaknya menjambak rambut adikku tersayang itu? Haruskah kuteriaki dia seorang pelakor? Tidak, aku bahkan belum sah menikah dengan Andre lalu bagaimana aku akan meneriakinya sebagai pelakor?

Kutarik daun pintu kasar, kulihat sekeliling. Benar saja kerabatku sudah tak ada. Hanya menyisakan kedua orang tuaku dan kedua orang tua Andre beserta Valen. Acara hari ini memang hanya akad yang hanya dihadiri oleh keluarga besar sementara pesta pernikahan akan digelar besok hari. Namun, semua rencana itu hanya akan menjadi tontonan menyedihkan bagiku.

“Cinta, duduk dulu.” Ayah menghampiriku, menarik perlahan tanganku.

Gontai aku melangkah menghampiri mereka semua yang berkumpul di ruang tamu.

“Cinta, maaf.” Andre hendak meraih tanganku, tetapi secepat kilat aku menepis tangannya. Sangat menjijikkan jika tangan itu sampai menyentuh kulitku.

“Cinta, kamu harus rela Andre menikah dengan Valen. Kamu harus terima semuanya Cinta, kamu harus rela melihat Andre menikah dengan Valen.”

Aku tersenyum miris mendengar ucapan ibu, selama ini ibu tahu hubunganku dengan Andre sudah terjalin begitu lama tetapi kenapa harus berakhir seperti ini? Aku dan Andre pun sudah menyiapkan semuanya, tidak mungkin aku mau mengalah. Namun, mana mungkin pula aku menerima lelaki yang menghamili adikku sendiri.

“Iya Kak, bagaimanapun anakku butuh bapaknya,” Valen ikut menimpali.

Gadis itu benar-benar tak tahu malu, apa sekarang dia bangga dengan perbuatannya, perbuatan hina yang mereka lakukan.

“Terus gimana kalau aku gak mau? Kalau aku mau tetep nikah sama Andre gimana? Mengingat semua yang udah kami capai bersama.” Aku tersenyum kecut menatap Valen.

“Gak bisa gitu dong Kak, Kakakharus ngalah. Aku lebih berhak karena sekarang aku udah hamil anaknya Anre,” pungkasnya tak mau kalah.

“Aku enggak keberatan kalau Cinta mau nerima aku lagi, lagipula aku memang cinta sama Cinta. Sedangkan sama Valen itu cuma kesalahan,” ujar Andre.

Entah dimana otak laki-laki itu, beruntungnya aku dan dia belum menikah. Tuhan benar-benar masih sayang kepadaku sehingga tak membiarkan aku jatuh kedalam pelukan lelaki tak bertanggung jawab seperti Andre.

“Loh, enggak bisa gitu. Kamu harus menikah sama Valen. Cinta kamu harus mengalah sama adikkmu.”

Mengalah? Bukankah dulu aku sudah selalu mengalah. Mainan, baju, tas bahkan biaya kuliah yang harus kuberikan kepadanya hanya untuk membiayai Valen pergi keluar negeri dan sekarang ibu memintaku untuk mengalah kembali? Hah, rasanya lucu sekali. Ini bukan tentang mainan dan segala hal lain yang dianggap mudah untuk dibeli, tetapi ini tentang hidupku, bagaimana orang tua bertindak seperti itu?

“Tapi Tante, aku memang mencintai Cinta dan bukan Valen,” ungkap Andre.

Aku tersenyum kecut menatap Valen yang terlihat begitu kesal.

“Apa Kak Andre gak mau tanggung jawab sama anak ini, Kakak bilang sayang sama aku dan kita ngelakuin itu sama-sama sadar, Kakak harus tanggung jawab.” Valen menarik tangan Andre menjauh dariku.

“Oh begitu, jadi selama ini kalian semua mendukung dua manusia tak tahu malu ini untuk bermain di belakangku? Ibu tahu aku dan Andre sudah lama berhubungan, apa Tante dan Om juga tahu tentang ini?” Aku menatap tajam kedua orang tua Andre.

“Cinta, kami tahu perbuatan anak kami salah, kami pikir mereka dekat karena akan menjadi kakak dan adik ipar enggak lebih, Tante juga kaget saat tahu semua ini.”

“Cinta udahlah, kamu masih bisa cari orang lain. Sementara adikmu jika sampai dia melahirkan tanpa suami apa kamu tidak kasihan.”

“Itu … itu buah dari didikan ayah sama ibu, begitulah menjadi wanita yang tidak paham adab dan mengorbankan kesuciannya begitu saja, apa sekarang ayah dan ibu bangga dengan prestasi anak kesayangan kalian, pezina!”

Tamparan mendarat di pipiku, tidak menyangka jika ayah sampai hati menampar wajahku.

“Jaga ucapanmu, Cinta!” serunya.

“Apa yang salah? Bukankah itu semua benar!” Aku tersenyum getir menatap lelaki yang selalu kuhormati dan sangat kusayangi itu.

Cinta yang dulu selalu menurut, Cinta yang dulu selalu mengalah, Cinta yang tak pernah dianggap kehadirannya, mulai hari ini tak akan ada lagi Cinta yang seperti itu. Cinta yang dulu sangat mengagungkan cinta mulai hari ini Cinta tak akan pernah percaya dengan cinta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status