Share

8. Posisi yang salah

Yasmin masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tetesan air dari tubuh dan pakainnya mulai menggenang, membasahi tempat di mana gadis itu berpijak. Sekuat apa pun Yasmin, dia tetaplah wanita yang lemah dan menangis menjadi salah satu jalan untuk mengobati rasa kecewanya pada takdir.

“Oke, Yasmin! Enggak ada gunanya kamu menangis. Hapus air matamu dan tunjukkan jika kamu kuat.” Gadis itu menenggakkan punggungnya dan menarik napas dalam. Rasanya sedikit lebih baik setelah ia menangis.

Merasa lebih baik, sekarang Yasmin kembali di repotkan dengan dirinya sendiri. Dengan segala kebodohannya. Bagaimana ia bisa keluar dan ikut bersama keluarga Sean dengan keadaan seperti ini. Lebih tepatnya Yasmin sama sekali tidak memiliki pakaian untuk bisa ia gunakan. Tidak mungkin ia harus memakai gaun pertunangannya bersama Sean, sedangkan gaun itu sendiri masih sangat basah karena ulah pria itu.

“Ya Tuhan … Ambil saja nyawaku, ambil!” teriak Yasmin frustasi dengan meletakkan tangan di lehernya.

“Wanita gila!” ujar Sean yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tubuh kekarnya terpampang nyata, dan bagian bawah pria itu hanya ditutupi oleh handuk putih yang melingkar dari pinggang sampai sebatas lutut.

Mendengar seruan itu Yasmin mulai emosi, ia berbalik dan bergeming saat melihat Sean yang berdiri dihadapannya dengan jarak yang begitu dekat. Wangi sabun mahal membuat Yasmin berusaha untuk mengirup aroma itu lebih banyak. Rasanya begitu segar dan menyejukkan.

“Kau menginginkanku?” Sean berbisik lembut, membuat tubuh Yasmin meremang untuk sesaat.

“Dasar mesum!” maki Yasmin dengan membalik tubuhnya dan melangkah cepat, menjauh, sebelum setan mulai bersorak dan meminta yang lainnya terjadi.

Kesal karena diabaikan, Sean melangkah cepat dan berniat untuk menarik tangan Yasmin. Namun yang terjadi berikutnya sungguh tidak pernah terbayangkan oleh Sean. Kaki Sean menginjak genangan air yang diciptakan Yasmin, membuat tubuh kekar itu terpeleset.

Tubuh Sean yang lebih nyondong ke depan membuatnya jatuh tepat di punggung Yasmin, menindih gadis itu di atas ranjang dengan kondisi bertelanjang dada. Yasmin yang ada dibawah tubuh kekar itu mulai meronta, ia sesak napas dan bagian belakangnya merasakan sesuatu yang ganjil di belakang sana. Sesuatu yang tidak seharusnya berdekatan dengannya yang masih perawan.

“A-aku … Tidak bi-sa bernapas …” ujarnya dengan susah payah.

Sadar jika posisinya salah dan bahaya, Sean berusaha untuk bangkit. Namun saat ia berdiri, handuknya lepas dan pintu tiba-tiba saja terbuka.

“Tuan, permisi, ini pakaian yang anda minta.” Pria dengan setelan jas dan rambut mengkilat itu terpaku untuk beberapa saat. Katakan saja jika dia syok saat melihat hal yang seharusnya tidak ia lihat, membuat otaknya bercecerakn kemana-mana.

“Maaf Tuan, saya tidak tahu kalau …” Putra sedikit tersenyum jahil melihat kejadian absurd dalam kamar tersebut. Putra adalah asisten pribadi Sean dan juga sahabat baiknya. Tapi mereka selalu professional saat bekerja.

“Simpan dan pergi!”

Tanpa banyak bicara, Putra meletakkan paper bag dengan cap butik ternama dan menyimpan itu di atas sebuah nakas. Pria itu segera pergi dengan sudut bibri yang terangkat. Tidak pernah menyangka jika sepagi ini ia akan melihat kelakuan nakal teman sekaligus atasannya.

“Bangun dan ganti pakaianmu dengan dress yang aku pesan!” seru Sean tanpa peduli dengan Yasmin yang masih merasa sesak karena tertindih tubuh besar Sean.

“Dasar nggak punya hati,” kata Yasmin dalam hati.

Sebelum mendengar pria itu kembali berteriak dan menghinanya sesukai hati, Yasmin bangkit dan mengambil paper bag tanpa ingin melihat wajah Sean. Andai waktu bisa ia putar, maka hal yang paling Yasmin inginkan adalah ikut bersama kedua orang tuanya ke surga. Namun semua itu hanya angannya saja, karena kenyataan yang ada di depan matanya lah yang terjadi.

***

Yasmin keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang berbeda. Dress berwana navy itu melekat pas di tubuhnya. Untuk sesaat, Yasmin merasa jika Sean sudah mengobrak-abrik dirinya, sampai dia tahu dan memesankan semua pakaian dan baju dalam dengan begitu pas pada tubuhnya. Namun semua itu tidaklah penting, karena hal yang sangat penting adalah Yasmin bisa berganti pakaian.

“A-aku sudah siap.” Suara Yasmin berhasil mengusik Sean yang baru saja menerima kabar kemana Wihana pergi.

Saat berbalik, Sean menatap Yasmin dengan tatapan yangh sulit untuk diartikan. Apa itu benci atau sebuah kekaguman yang luar biasa, yang pasti Sean sama sekali tidak menunjukkan hal baik pada Yasmin.

“Rapihkan rambut dan wajahmu! Aku tidak ingin menanggung malu saat mebawa benalu sepertimu di sampingku.”

Benalu? Seperti itukah, Yasmin bagi Sean? Jadi untuk apa lagi pria itu menahan Yasmin di sampingnya?

Mungkin ini yang dinamakan saki ttak berdarah seperti judul lagi salah satu band kenamaan tanah air. Rasanya teramat sakit, namun tak ada luka sedikit pun yang terlihat. Ingin rasanya Yasmin berontak, namun ia tidak bisa melakukan itu. Percuma, karena berontak sekalipun kemana ia harus pergi. Ke rumah pamannya dan ia akan kembali di jadikan wanita pemuas nafsu?

“Aku sudah selesai,” Yamin berdiri di belakang Sean, kepalanya sedikit menunduk, menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

Sean hanya melirik Yasmin dan berjalan meinggalkan kamar tersebut tanpa bicara atau sekedar basa-basi. Dengan langkah yang tergesa, Yasmin berjalan mengejar Sean tanpa menggunakan alas kaki. Terbiasa dalam rumah pamannya tanpa alas kaki, membuat Yasmin sama sekali tidak merasa rishi.

“Tuan! Tunggu …” suara Yasmin yang lembut membuat beberapa orang menoleh, terlihat iba, namun saat melihat siapa yang sedang Yasmin panggil, mereka segera pergi meninggalkan tempat tersebut dan bergosip dibelakang bos mereka.

“Lelet! Apa kau tidak bisa berlari? Siput saja bisa lebih cepat darimu,” teriak Sean saat mereka sudah berada dalam lift.

Dalam kemarahannya, Sean bahkan sempat memperhatikan Yasmin dari atas kepala hingga ujung kaki. Matanya membulat sempurna saat melihat Yasmin bertelanjang kaki dan berdiri di sampingnya.

Ingin Sean mengutuk wanita yang ada di sampingnya saat ini, namun semua itu percuma dan akan menbuang tenaga Sean yang sangat berarti.

Ting

Lift terbuka, tanpa aba-aba, Sean membawa Yasmin ke luar hotel dengan menggendong gadis itu. Riuh, suara para karyawan hotel dan beberapa tamu saat melihat hal romantic yang Sean lakukan. Tapi bukan hal itu tujuan Sean, melainkan untuk menjaga harga dirinya yang terlalu tinggi, karena jika media masa melihat calon istri seorang Sean berjalan tanpa alas kaki akan sangat memalukan. Netizen Indonesia sangat mengerikan dan Sean tidak ingin berurusan dengan mereka.

“Tu-uan, turunkan aku,” Yasmin sedikit bergerak, ia menyembunyikan wajahnya, malu jika ada yang mengenalinya.

Sean tersenyum, menyapa beberapa orang. “Diam! Atau aku akan menjatuhkanmu di sini.”

Yasmin meringis. Belum jatuh, tapi ia sudah merasakan sakit dan malunya seperti apa hanya dengan membayangkannya saja. Maka ia lebih memilih untuk diam daripada dipermalukan oleh pria tidak punya hati.

Di depan sebuah mobil mewah, Sean berdiri dan menurunkan Yasmin. Seorang penjaga hotel dengan sigap membuka pintu dan mempersilahkan Yasmin untuk masuk.

“Masuk! Kita harus pulang bersama,” Claretta menatap putra sulungnya dengan penuh harap. Tapi harapan Claretta pupus sudah saat melihat Putra—asisten pribadi Sean sudah berdiri di belakangnya.

“Pulanglah lebih dulu, aku akan pulang bersama Putra.”

“Putra! Jaga Sean, jangan sampai dia melakukakn hal bodoh untuk wanita itu.”

Mrs. W

Hai... Terima kasih buat yang sudah membaca Yasmin sama Sean. Jangan lupa vote dan kasih bintangnya ya...

| Like
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dedeh_suhud@yahoo.com 260983
Aku suka ceritanya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status