Yasmin masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tetesan air dari tubuh dan pakainnya mulai menggenang, membasahi tempat di mana gadis itu berpijak. Sekuat apa pun Yasmin, dia tetaplah wanita yang lemah dan menangis menjadi salah satu jalan untuk mengobati rasa kecewanya pada takdir.
“Oke, Yasmin! Enggak ada gunanya kamu menangis. Hapus air matamu dan tunjukkan jika kamu kuat.” Gadis itu menenggakkan punggungnya dan menarik napas dalam. Rasanya sedikit lebih baik setelah ia menangis.
Merasa lebih baik, sekarang Yasmin kembali di repotkan dengan dirinya sendiri. Dengan segala kebodohannya. Bagaimana ia bisa keluar dan ikut bersama keluarga Sean dengan keadaan seperti ini. Lebih tepatnya Yasmin sama sekali tidak memiliki pakaian untuk bisa ia gunakan. Tidak mungkin ia harus memakai gaun pertunangannya bersama Sean, sedangkan gaun itu sendiri masih sangat basah karena ulah pria itu.
“Ya Tuhan … Ambil saja nyawaku, ambil!” teriak Yasmin frustasi dengan meletakkan tangan di lehernya.
“Wanita gila!” ujar Sean yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tubuh kekarnya terpampang nyata, dan bagian bawah pria itu hanya ditutupi oleh handuk putih yang melingkar dari pinggang sampai sebatas lutut.
Mendengar seruan itu Yasmin mulai emosi, ia berbalik dan bergeming saat melihat Sean yang berdiri dihadapannya dengan jarak yang begitu dekat. Wangi sabun mahal membuat Yasmin berusaha untuk mengirup aroma itu lebih banyak. Rasanya begitu segar dan menyejukkan.
“Kau menginginkanku?” Sean berbisik lembut, membuat tubuh Yasmin meremang untuk sesaat.
“Dasar mesum!” maki Yasmin dengan membalik tubuhnya dan melangkah cepat, menjauh, sebelum setan mulai bersorak dan meminta yang lainnya terjadi.
Kesal karena diabaikan, Sean melangkah cepat dan berniat untuk menarik tangan Yasmin. Namun yang terjadi berikutnya sungguh tidak pernah terbayangkan oleh Sean. Kaki Sean menginjak genangan air yang diciptakan Yasmin, membuat tubuh kekar itu terpeleset.
Tubuh Sean yang lebih nyondong ke depan membuatnya jatuh tepat di punggung Yasmin, menindih gadis itu di atas ranjang dengan kondisi bertelanjang dada. Yasmin yang ada dibawah tubuh kekar itu mulai meronta, ia sesak napas dan bagian belakangnya merasakan sesuatu yang ganjil di belakang sana. Sesuatu yang tidak seharusnya berdekatan dengannya yang masih perawan.
“A-aku … Tidak bi-sa bernapas …” ujarnya dengan susah payah.
Sadar jika posisinya salah dan bahaya, Sean berusaha untuk bangkit. Namun saat ia berdiri, handuknya lepas dan pintu tiba-tiba saja terbuka.
“Tuan, permisi, ini pakaian yang anda minta.” Pria dengan setelan jas dan rambut mengkilat itu terpaku untuk beberapa saat. Katakan saja jika dia syok saat melihat hal yang seharusnya tidak ia lihat, membuat otaknya bercecerakn kemana-mana.
“Maaf Tuan, saya tidak tahu kalau …” Putra sedikit tersenyum jahil melihat kejadian absurd dalam kamar tersebut. Putra adalah asisten pribadi Sean dan juga sahabat baiknya. Tapi mereka selalu professional saat bekerja.
“Simpan dan pergi!”
Tanpa banyak bicara, Putra meletakkan paper bag dengan cap butik ternama dan menyimpan itu di atas sebuah nakas. Pria itu segera pergi dengan sudut bibri yang terangkat. Tidak pernah menyangka jika sepagi ini ia akan melihat kelakuan nakal teman sekaligus atasannya.
“Bangun dan ganti pakaianmu dengan dress yang aku pesan!” seru Sean tanpa peduli dengan Yasmin yang masih merasa sesak karena tertindih tubuh besar Sean.
“Dasar nggak punya hati,” kata Yasmin dalam hati.
Sebelum mendengar pria itu kembali berteriak dan menghinanya sesukai hati, Yasmin bangkit dan mengambil paper bag tanpa ingin melihat wajah Sean. Andai waktu bisa ia putar, maka hal yang paling Yasmin inginkan adalah ikut bersama kedua orang tuanya ke surga. Namun semua itu hanya angannya saja, karena kenyataan yang ada di depan matanya lah yang terjadi.
***
Yasmin keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang berbeda. Dress berwana navy itu melekat pas di tubuhnya. Untuk sesaat, Yasmin merasa jika Sean sudah mengobrak-abrik dirinya, sampai dia tahu dan memesankan semua pakaian dan baju dalam dengan begitu pas pada tubuhnya. Namun semua itu tidaklah penting, karena hal yang sangat penting adalah Yasmin bisa berganti pakaian.
“A-aku sudah siap.” Suara Yasmin berhasil mengusik Sean yang baru saja menerima kabar kemana Wihana pergi.
Saat berbalik, Sean menatap Yasmin dengan tatapan yangh sulit untuk diartikan. Apa itu benci atau sebuah kekaguman yang luar biasa, yang pasti Sean sama sekali tidak menunjukkan hal baik pada Yasmin.
“Rapihkan rambut dan wajahmu! Aku tidak ingin menanggung malu saat mebawa benalu sepertimu di sampingku.”
Benalu? Seperti itukah, Yasmin bagi Sean? Jadi untuk apa lagi pria itu menahan Yasmin di sampingnya?
Mungkin ini yang dinamakan saki ttak berdarah seperti judul lagi salah satu band kenamaan tanah air. Rasanya teramat sakit, namun tak ada luka sedikit pun yang terlihat. Ingin rasanya Yasmin berontak, namun ia tidak bisa melakukan itu. Percuma, karena berontak sekalipun kemana ia harus pergi. Ke rumah pamannya dan ia akan kembali di jadikan wanita pemuas nafsu?“Aku sudah selesai,” Yamin berdiri di belakang Sean, kepalanya sedikit menunduk, menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
Sean hanya melirik Yasmin dan berjalan meinggalkan kamar tersebut tanpa bicara atau sekedar basa-basi. Dengan langkah yang tergesa, Yasmin berjalan mengejar Sean tanpa menggunakan alas kaki. Terbiasa dalam rumah pamannya tanpa alas kaki, membuat Yasmin sama sekali tidak merasa rishi.
“Tuan! Tunggu …” suara Yasmin yang lembut membuat beberapa orang menoleh, terlihat iba, namun saat melihat siapa yang sedang Yasmin panggil, mereka segera pergi meninggalkan tempat tersebut dan bergosip dibelakang bos mereka.
“Lelet! Apa kau tidak bisa berlari? Siput saja bisa lebih cepat darimu,” teriak Sean saat mereka sudah berada dalam lift.
Dalam kemarahannya, Sean bahkan sempat memperhatikan Yasmin dari atas kepala hingga ujung kaki. Matanya membulat sempurna saat melihat Yasmin bertelanjang kaki dan berdiri di sampingnya.
Ingin Sean mengutuk wanita yang ada di sampingnya saat ini, namun semua itu percuma dan akan menbuang tenaga Sean yang sangat berarti.
Ting
Lift terbuka, tanpa aba-aba, Sean membawa Yasmin ke luar hotel dengan menggendong gadis itu. Riuh, suara para karyawan hotel dan beberapa tamu saat melihat hal romantic yang Sean lakukan. Tapi bukan hal itu tujuan Sean, melainkan untuk menjaga harga dirinya yang terlalu tinggi, karena jika media masa melihat calon istri seorang Sean berjalan tanpa alas kaki akan sangat memalukan. Netizen Indonesia sangat mengerikan dan Sean tidak ingin berurusan dengan mereka.
“Tu-uan, turunkan aku,” Yasmin sedikit bergerak, ia menyembunyikan wajahnya, malu jika ada yang mengenalinya.
Sean tersenyum, menyapa beberapa orang. “Diam! Atau aku akan menjatuhkanmu di sini.”
Yasmin meringis. Belum jatuh, tapi ia sudah merasakan sakit dan malunya seperti apa hanya dengan membayangkannya saja. Maka ia lebih memilih untuk diam daripada dipermalukan oleh pria tidak punya hati.
Di depan sebuah mobil mewah, Sean berdiri dan menurunkan Yasmin. Seorang penjaga hotel dengan sigap membuka pintu dan mempersilahkan Yasmin untuk masuk.
“Masuk! Kita harus pulang bersama,” Claretta menatap putra sulungnya dengan penuh harap. Tapi harapan Claretta pupus sudah saat melihat Putra—asisten pribadi Sean sudah berdiri di belakangnya.
“Pulanglah lebih dulu, aku akan pulang bersama Putra.”
“Putra! Jaga Sean, jangan sampai dia melakukakn hal bodoh untuk wanita itu.”
Hai... Terima kasih buat yang sudah membaca Yasmin sama Sean. Jangan lupa vote dan kasih bintangnya ya...
Hari pernikahan Yasmin dan Sean akhirnya tiba. Dua hari harusnya itu menjadi waktu yang cukup untuk Yasmin mempersiapkan diri. Namun kenyataannya Yasmin tidak pernah siap. Pertemuan, pertunangan, dan pernikahan dadakan, semua itu tidak pernah terbayangkan oleh Yamsin, gadis yatim piatu yang tertipu oleh pamannya sendiri.Karena pernikahan ini digelar dengan tergesa-gesa, maka Claretta memutuskan membuat acara sederhana di taman rumahnya yang begitu luas. Semua keluarga hadir, mereka sudah tidak sabar untuk mejadi saksi kebahagiaan Sean. Meskipun mereka tahu benar apa yang terjadi. Tapi Yasmin, dari pihak gadis itu hanya akan ada sang paman dan tidak ada lagi siapa pun.Kemarin, Yasmin sudah menemukan alasan yang tepat untuk membatalkan pernikahannya dengan Sean. Namun gagal, karena ternyata Claretta sudah menghubungi pamannya tanpa sepengetahuan Yasmin.Yasmin tidak tahu apa yang terjadi, bagaimana cara Claretta menemukan pamannya tanpa bertanya padanya. Namun y
Setelah melakukan sedikit pemberontakan, akhrinya Sean melepaskan pagutan bibirnya pada Yasmin. Tanpa peduli sedikit pun, Sean meninggalkan istrinya dan keluar menuju balkon, pria itu butuh udara segar untuk bisa kembali berpikir dengan akal sehatnya. “Wanita kelas bawah!” cibir Sean. Gemuruh dalam dadanya tak kunjung reda, membuat Sean mengeluarkan nikotin yang sudah sangat lama tak pernah ia sentuh. Sekarang hanya itu yang bisa ia gunakan sebagai pelampiasan atas kekesalannya. Selama Sean dan Yasmin ada di rumah Anggara, maka tidak ada yang bisa Sean lakukan pada Yasmin. Claretta akan sangat marah besar jika melihat wanita yang berstatus sebagai menantunya itu menangis. “Aku akan segera pergi dan membawa wanita itu ke apartemen. Ya, itu akan lebih menyenangkan.” Sementara Sean berpikir, mencari alasan yang tepat tanpa celah untuk dibantah saat keluar dari kediaman Anggara—Sang Papi. Yasmin, gadis itu justru duduk di samping ranjang, rambut d
Yasmin dan Claretta turun bersama, Sean sempat terkejut saat melihat gadis yang berstatus istrinya dengan dress dari butik ternama. Make tipis serta rambut hitam legam yang sengaja di urai membuat gadis itu benar-benar terlihat berbeda.“Ayo sayang, mulai hari ini tempat kamu adalah di sini.” Claretta menarik kursi tepat di samping Sean dan meminta menantunya untuk duduk di sana. “Kamu adalah menantu pertama dan tempat ini akan selamanya menjadi milikmu.”Sean hanya diam dan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Maminya katakana. Pria itu duduk dalam diam, selera makannya hilang seketika saat Yasmin duduk di sampingnya. Ingin melayangkan sebuah protes, namun Anggara sudah memberi peringatan keras untuk menjaga sikap demi kesehatan Claretta.“Aku sudah selesai,” katanya dengan mendorong kursi ke belakang dan berdiri.“Tunggu! Mulai hari malam ini, jika semua orang belum selesai makan, maka tidak boleh ada yang
“Ini sudah satu minggu, ingat! Mulai besok kita akan tinggal di apartemen,” Sean mengingatkan Yasmin.“Iya …” sahutnya singkat.Satu minggu berlalu dengan begitu cepat, bahkan Yasmin merasa ini terlalu cepat. Di rumah mertuanya, Yasmin bisa bertahan karena selalu mendapat dukungan dari Claretta dan Anggara. Tapi nanti, saat mereka sudah tinggal di apartemen tidak ada jaminan untuk Yasmin mampu bertahan.Selama stau minggu ini Yasmin dan Claretta sudah bisa membuat Sean mencak-mencak, kesal dengan sikap Yamsin yang sama sekali tidak terpengaruh atas perlakuan dan perkataan kasar yang Sean lontarkan tanpa alasan. Bhakan Yasmin terkesan tidak terganggu sedikitpun atas semua yang terjadi.“Yasmin!” Suara Sean tiba-tiba meninggi tanpa alasan.Yasmin menghela napas dalam, bohong jika ia tidak takut dengan suaminya yang seperti macan itu. “Ada apa, Mas?”“Mana kemaja dan jasku?” tan
Sepanjang perjalanan, Yasmin dan Claretta banyak bicara. Mereka cocok satu sama lain, meskipun status mereka awalnya dari kalangan yang berbeda, namun itu sama sekali tidak membuat Yasmin terlihat aneh di mata Claretta. “Kita sudah sampai, ayo …” Claretta keluar lebih dulu, disusul Yasmin dengan dress sederhana miliknya. Saat keluar, Yasmin bergeming di tempatnya, memandangi bangunan megah yang menjulang tinggi di hadapannya. Sampai sekarang, baru kali ini ia menginjakkan kakinya di pusat perbelanjaan yang begitu besar. Saat bersama pamannya, masuk ke minimarket kecil membuat Yasmin senang bukan main. “Yasmin, kenapa malah diem sih? Ayo, sekarang kita belanja, habis itu kita ke makan siang, terus ke salon” jelas Claretta. “I-iya, Mi …” Yasmin berdiri di samping ibu mertuanya, mata gadis itu tak henti-hentinya memandangi seisi pusat perbelanjaan. Nama butik, toko sepatu sampai pakaian dalam seksi tak luput dari pandangannya. ‘Gimana jad
Sean hanya bisa mengumpat dalam hati, ia benar-benar menyesal karena tidak meminta Putra yang menjemput Sang Mami. Bukan ingin menjadi anak durhaka, namun sikap Claretta benar-benar menguji kesabaran Sean sepanjang jalan.“Sean, tadi Yamsin bicara sama Mami kalau kalian akan pindah ke apartemen.”“Hmm … Ini sudah satu minggu, dan Mami jangan pura-pura lupa dengan perjanjian kita.” Sean kembali focus pada jalanan, ia ingin cepat sampai di rumah dan masuk ke dalam kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya.“Mami ingat, tapi Mami harap kalian bisa segera kasih Mami dan Papi cucu yang lucu dan menggemaskan. Ingat Sean, kita membutuhkan pewaris!”Sean hanya mendengus kasar mendengar ocehan Claretta, dalam mimpi sekali pun Sean tidak pernah berpikir untuk memberikan nafkah batin pada Yasmin, apalagi sampai harus memiliki anak. Itu tidak akan pernah Sean lakukan.Ia menikahi Yasmin hanya untuk bisa meluapkan amara
Mobil berhenti, sekilas Sean menatap Yasmin yang duduk dengan gelisah di sampingnya. Ketakutan terbesar gadis itu adalah saat mereka hanya tinggal bersama dan terjadi malam ini. “Sampai kapan kamu akan diam?” Sean mendelik tajam. “Cepat turun!” “Eh … I-iya, Mas.” Sebelum mendengar Sean kembali berteriak, Yasmin segera keluar dan berdiri di samping mobil suaminya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, karena sekarang Sean sedang sibuk mengeluarkan koper dan semua barang mereka dari dalam mobil. Sean dengan segala kekesalannya hanya bisa menyesali apa yang sudah ia lakukan. Andai saja waktu itu ia tidak menikah, sekarang ia masih bebas tanpa memikirkan ada seseorang yang selalu membuatnya terluka. “Mas …” Sean melirik sekilas dan melanjutkan langkahnya dengan menyeret sebuah koper berukuran sedang tanpa peduli pada Yasmin yang kebingungan. Ada dua koper besar dan satu tas kecil. Jika hanya satu tas dan koper, itu bukan masalah. Namun ini dua, bagaim
Pukul tiga dini hari Yasmain sudah membuka mata. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak, apalagi setelah Sean membuatnya takut. Rasa takut yang membuat Yasmin bertingkah seperti orang bodoh.“Hah … Kenapa harus kayak gitu sih, padahal dia pasti cuman gertak sambel,” gumamnya Yasmin dalam kegelapan. Karena apartemen Sean hanya memiliki satu kamar, maka Yasmin memutuskan untuk tidur di atas sofa.Lebih tepatnya adalah terpaksa tidur di sofa, karena Sean sama sekali tidak mau berbagi tempat di ranjangnya. Lagi, Sean megancam akan melakukan hal gila, jika Yasmin bersikeras tidur bersamanya di atas ranjang. Tentu saja Yasmin lebih cari aman.Dalam kegelapan, pikirannya Yasmin tiba-tiba saja teringat pada kain merah itu. Setelah berhasil melepaskan diri dari Sean, dia masuk ke kamar mandi dan keluar dengan basah kuyup, melupakan kemana kian merah memalukan itu.“Di mana benda itu?” Yasmin duduk dengan cepat dan melihat sekeliling. Tid