Izzuddin Elbarak, hanya bisa memandangi wajah polos gadis kecilnya miris dengan keadaan terlelap dikamar pribadinya. Lelaki itu membawa gadis kecilnya ke Apartemen pribadinya pasca tak sadarkan diri beberapa jam lalu, dari mata indahnya yang masih setia tertutup. Lelaki itu bisa menganalisis jika gadis kecilnya ini kebanyakkan menangis juga memikul beban berat yang selama ini ia tutupi dengan senyuman polos nan manjanya.
Bukan berarti Izzuddin tak peka selama ini, tapi sudah beberapa kali ia menanyakan;
'ada masalah apa? Ceritakan sama Kakak keluh kesahmu, bukannya selama ini kamu menganggap Kakak bukan hanya kekasihmu, tapi juga seorang Kakak pada adiknya?'
Bukannya menjawab, Gadis kecilnya itu malah berlagak bodoh dan polosnya minta ampun. Hanya untuk mengalihkan perhatian dengan alasan lapar, haus, ngantuk kadang manja bak anak kecil pada Ayahnya.
Izzuddin hanya bisa bernafas pasrah, Izzuddin tahu, Izzuddin mengerti, karena sedari masih dalam kandungan. Gadis kecilnya itu hidup tanpa seorang Ayah, sehingga ia banyak kehilangan sosok kasih sayang seorang Ayah. Tak jarang Izzuddin meminta kedua orang tuanya untuk memanjakan gadis malang itu, agar ia tak merasa kekurangan kasih sayang lagi.
Bahkan Izzuddin tak sedetikpun mengacuhkan gadis itu jika sedang dalam mode manja, sikapnya yang dewasa, jiwa ke Ayahan yang sangat kental. Membuatnya harus menjadi peran utama untuk membahagiakan gadis itu, ia juga bisa menjadi sosok Ayah juga Kakak untuk gadisnya, tanpa melupakan status bahwa ia adalah tunangan seorang Arsyilla Bellvania Azzahra, gadis polos nan lugu tapi tampak misterius.
Lelaki itu tersenyum miris jika mengingat status 'Tunangan' ia sadar diri karena seminggu yang lalu ia sudah berucap 'Berakhir' tanpa berfikir dua kali. Hatinya begitu sesak jika mengingat ucapannya sendiri, tapi ia harus apa? Ia yang salah disini? Ia juga harus memperjuangkan cintanya lagi? Ia tak ingin Bunda dan Ibu mertuanya kecewa, cukup ia dan Syilla yang merasakan kekecewaan ini.
"Sampai kapan kamu akan terus sembunyikan semua ini? Katakan jika kamu memang benar-benar tak mencintaiku dan menganggapku di sisimu hanya sebagai pelarian. Aku sadar diri kok! Selama tiga tahun kita menjalani hubungan ini, kamu hanya menganggapku sebagai seorang Kakak, nggak lebih dari itu."
"Walaupun selama ini kamu selalu merengek berusaha meyakinkan ku jika cintamu hanya untukku, hanya aku satu-satunya orang yang kamu cintai, yang kamu miliki dihatimu, hanya untuk menutupi kebohongan ini. Cih, sungguh bodohnya diriku, kau bilang cinta padaku, sayang padaku lalu apa kabar dengan foto pria itu, wajahnya yang mirip denganku, serasa aku adalah sisi lain dia yang kau anggap sebagai pelarian semu."
"Kamu tahu, aku mencintaimu atas ijin Allah, bahkan aku sudah siapkan pernikahan kita saat kamu lulus SMA nanti seperti apa yang selalu terlontar dalam bibirmu."
"Apa daya hari ini-detik ini juga kamu belum sepenuhnya jujur padaku, pada calon suamimu!! Membuatku ragu untuk melanjutkan hubungan ini. Sebenarnya sebesar apa rahasia yang kau tutupi dariku? Sampai-sampai membuatmu jadi gadis seperti ini."
"Sungguh aku benci Syilla-ku yang rapuh dan penuh misteri, aku mau Syilla-ku kembali, aku tak sanggup melihatmu seperti ini, karena disini sangat sakit." Ungkap lelaki itu lirih sambil menekan dadanya yang terasa sakit sekali.
Hari ini seorang Izzuddin Elbarak menampakkan sisi rapuhnya, ia bukan lelaki yang kuat dan tegas seperti yang orang lain tau selama ini. Izzuddin tetaplah manusia biasa yang butuh sandaran dan ketenangan disaat hatinya hancur tanpa tersisa, hatinya sudah terlalu sakit dan butuh diobati maka orang yang menorehkan luka itulah yang mampu menyembuhkan lukanya, seakan-akan meminta lembaran baru dengan orang yang sama dengan cerita yang baru.
"Kak Izzu... jangan pergi... hiks... jangan pergi, kakkk... hiks... Syilla mohon..." gigau Syilla tiba-tiba, membuat Izzuddin dilanda kecemasan.
"Hiks hiks... tidak! Jangan pergi, kakk!! Syilla mohon, maafin Syilla... hiks... Kak Izzu.... hiks..." gigau-nya kembali.
"Syilla, bangun, sayang! Hey... oh ya Tuhan, kamu demam."
Dengan wajah gusar Izzuddin segera menelpon seseorang, ketika tahu suhu tubuh Syilla naik dan bibir kecilnya itu tak berhenti mengigau. Selang beberapa menit kemudian ada seorang pria berpakaian kemeja biru dengan jas dokter yang diletakan dilengan kirinya.
"Ad-"
"Cepat periksa gadis gue," potong Izzuddin frustasi.
"Tenang bro, sabar dulu... ini juga mau gue periksa." Jawab dokter tampan itu, yang biasa dipanggil Dokter Matthew berprofesi sebagai dokter psycologi, tapi ia juga bisa menjadi Dokter umum profesional terpercaya keakuratannya.
Terlihat Dokter Matthew memberikan obat penenang gadis itu agar berhenti mengigau. Setelah itu ia mendekati Izzuddin yang tampak kacau malam ini. Dr. Matthew tahu betul jika sepupunya itu sangat menjaga gadis kecilnya bahkan saat si gadis sakitpun ia tampak tak terurus.
"Gimana?"
"Syilla hanya demam biasa, tampaknya dia banyak pikiran sehingga membuatnya frustasi seperti itu. Imun ketahanan tubuhnya sangat rendah sehingga membuatnya akan mudah tumbang, dan--"
"Dan apa?"
"Itulah yang harus kamu cari tahu, gadismu hampir saja menjadi gadis gila. Berikan vitamin ini agar tubuhnya kembali fit lagi, juga jangan lupa beri dia kasih sayangmu seutuhnya... aku balik dulu." ujar Dr. Matthew singkat dan langsung pamit pergi.
Selang beberapa detik kemudian lelaki itu termenung, mencoba mencerna ucapan Dr. Matthew barusan, Izzuddin sempat bingung akan pada dirinya sendiri. Sedetik kemudian lelaki itu tersenyum miris seakan mengerti apa jawabannya, di kecuplah dahi gadis itu lembut sambil mengusap lembut pipi cubby kesukaannya itu.
###Li.Qiaofeng
"Jika dengan membunuhku bisa membuatmu sembuh, maka lakukanlah sekarang... itu jauh lebih baik daripada setelah memukulku, kamu malah repot-repot membawaku ke Rumah sakit dan pergi begitu saja. Inikah cinta yang selalu kamu ucapkan padaku? Membiarkan diriku opname di Rumah sakit tanpa kamu rawat sendiri, Oh... barusan kamu mengigau minta agar aku tak pergi, tapi kamu sendiri yang menyuruhku pergi, lalu katakan apa mau mu, hm?" Tanpa banyak kata-kata yang keluar dari bibirnya, Izzuddin mencium dahi, pipi, hidung dan terakhir bibir merah yang berani-beraninya melumat bibirnya dengan agresif, bibir yang tak pernah ia sentuh. Biarlah di tanggal ini, di jam ini sebagai saksi bisu dua pasang kekasih tak saling mencintai itu merasakan apa yang dinamakan first kiss untuk pertama dan terakhir kalinya. Ciuman yang paling menyakitkan hingga tanpa sadar lelehan cairan bening di sudut mata lelaki itu menetes. Kini sinar matahari pagi m
Dunia itu bagaikan roda berputar, kadang kita ada dibawah, kadang kita ada diatas, semuanya terjadi tanpa kita sadari. Manusia hidup di bumi hanya untuk menjalani skenario yang Tuhan susun begitu rapi disaat kita dilahirkan ke dunia. Skenario itu bisa saja berubah sesuai doa dan permohonan kita pada sang kuasa, tapi yang tidak bisa kita ubah adalah Jodoh, Rezeki dan Ajal. Seperti hidup gadis malang yang menatap kosong isi kamar, sudah dua bulan lebih 7 hari ralat sudah 9 minggu Syilla tak melakukan apapun dikamar milik lelaki yang telah meninggalkan rumahnya 2 bulan lalu. Bagaikan mayat hidup terkena penyakit kering, tubuh mulai mengkurus, pipi mulai menirus, kantong mata menghitam karena insomnia, jejak air mata yang mengering pun terlihat, sementara kedua tangannya bergemetar sambil memeluk dua bingkai foto yang selama dua bulan ini menjadi kekuatannya untuk tetap h
Kini gadis itu duduk tegak didepan Victo, seakan siap untuk di interview. Victo tersenyum geli ketika melihat raut wajah tegas gadis itu. Seakan tahu jika Victo tak menerima Syilla sebagai karyawannya, maka gadis itu akan mengamuk atau merayunya, licik benar gadis berwajah polos di depannya itu. "Ceritakan?" "Ceritakan apanya? Syilla tak punya pengalaman pekerjaan." Jawab gadis itu polos. "Maksudku? Selama ini kamu tinggal di-" "Kakak ingin menginterogasiku atau menginterview ku?" Potongnya kesal. "Melamarmu? Bagaimana apa diterima?" Jawabannya enteng. "Kau benar-benar menyebalkan, apa kau tak takut pada sepupumu itu?" "Ngapain harus takut sama Izzu, jika sama-sama suka makan nasi." jawab Victo enteng. "Oh," jawab Syilla hanya ber'oh ria saja sambil mengangguk polos. "Syilla, katakan bagaimana bisa kamu berada di daerah
"Maaf, Tuan! Jam kerja saya sudah selesai, permisi--" pamit Syilla lirih, gadis itu langsung pergi meninggalkan Izzuddin sambil menahan ribuan pisau menghujam hatinya. Tetapi, saat berada di depan cafe spontan ada yang menarik tangannya, menyeretnya masuk mobil sport merah tanpa diduga-duga, Syilla panik akan tindakan Izzuddin sore ini. "Tuan, tolong! Saya ingin pulang--" "Tempatmu bukan di tempat laknat itu, akan saya antar kamu pulang ke rumah yang sebenarnya." desis Izzuddin dingin, lelaki itu langsung menancap gas diatas rata-rata. "Tidak!! Saya mohon, turunkan saya disini." teriak Syilla panik disertai derai air mata. "Jangan membantah, Ibu mencarimu di rumah." "Aku tak peduli, cepat turunkan aku." Pekik gadis itu frustasi. Gadis itu langsung merebut setir mobil agar putar balik, Izzudin tak bodoh, aksi gadisnya itu sangatlah gila, bisa-bisa ia mengalami kecelakaan jika tak bisa mengend
Sepasang mata elang itu berkaca-kaca, menatap nanar gadisnya dengan senyuman miris akan perubahan draktis gadisnya itu, di usaplah lembut kepala gadis itu. Izzuddin tidak pernah melepaskan gadis itu begitu saja selama ini, ia selalu mengawasinya dari kejauhan tapi kali ini ia ingin sekali membenturkan kepalanya sendiri yang berisi IQ diatas rata-rata, kelicikan melabuhi musuh, bahkan kemampuan yang jarang orang lain tahu pun dia miliki. Tapi apa? Dia tidak bisa menjaga gadisnya sendiri dengan baik, ia bagaikan manusia terbodoh di dunia. Keduanya juga sama-sama terluka, sama-sama frustasi, sama-sama menyalahkan diri sendiri tapi apa daya seluruh cinta, kasih sayang, janji, dan ketulusan yang keduanya bangun mati-matian sampai menerjang siapapun yang berani mengganggunya. Kini menguap begitu saja dikalahkan oleh ego, disaat kejujuran dan ketulusan hanya hiasan dinding. Kini hanya penyesalan dan kekecewaan terdalam yang keduanya rasa
Syilla berlari keluar Rumah Sakit dengan membawa luka kecewa sambil menangis dan menangis, tanpa peduli tatapan aneh dari orang-orang yang melihatnya. Sehingga tanpa sadar ia berada dijalan trotoar tak jauh dari Rumah Sakit, gadis itu terlihat menahan nyeri di kepalanya karena bekas operasi masih belum kering betul, ia duduk dipinggir jalan hanya untuk meredakan nyeri itu, berharap setelah ini ia bisa menjauhi Izzuddin. Tiba-tiba ada preman tua dengan perut buncit sedang mabuk mendekatinya, Syilla mencoba bergegas menghindarinya tapi nyeri di kepalanya terasa amat menyakitkan. Gadis itu mundur ketakutan bukan karena ia tak bisa melawan, tapi tiba-tiba darah merembes ke wajahnya, menyebabkan ia tak mampu bangkit lagi. "Hay, cantik! Main sama Abang, yuk! Nanti Abang beliin boneka." "Hiks... tolong jangan mendekat.. ssshh..." pekik gadis itu lirih menahan sakit dengan sa
Setelah menyelesaikan pekerjaannya yang datang secara mendadak, menguras fikiran, emosi dan tenaga akhirnya kini rampung juga. Izzuddin kembali kekamar rawat gadisnya dengan peluh yang tercetak jelas di dahinya, inginnya ia melepas penat karena jam tangannya sudah menunjukkan pukul 23.00 malam, tapi saat ia kembali senyumannya langsung luntur seketika. Ketika melihat Victo tertidur di tempatnya, sambil memegang tangan Syilla, Izzuddin membuang muka untuk menahan diri agar emosinya tak meledak, ingin rasanya ia menerjang Victo malam ini juga karena sudah lancang menyentuh gadis kecilnya. "Hey, bangke! Bangun... malu-maluin lu tidur ditempat gue, lu nyari mati, huh!" Hardik Izzuddin kesal terkesan dingin, karena hatinya terbakar api cemburu. "Apaan sih! Gangguin gue tidur ah--" gerutu Victo menyamankan diri. Izzuddin makin geram dibuatnya, dengan sekali hentakan
Empat hari sudah, gadis malang itu tak kunjung membuka mata indahnya, membuat Izzuddin dilanda kekhawatiran yang mendalam. Izzuddin makin terlihat sangat frustasi, lelaki itu mendatangi dokter yang menangani gadisnya dengan tatapan bengis. Pintu ruang Dokter Jo terbuka secara tak terduga setelah tendangan kuat dari luar, lelaki muda itu menarik kerah jas dokter Jo dengan kasar. "Kenapa Syilla tak sadar-sadar juga, huh!" "Maafkan saya, Tuan! Tu-tunggu hingga 6 jam lagi. Jika Nona Syilla tak kunjung melewati masa kritisnya, maka ia dinyatakan Koma--" Bugh.. Bugh.. kenyataan kata 'Koma' membuat Izzuddin tega memukul keras wajah dokter itu membabi buta, pendengarannya terasa panas jika mendengar kata itu. Karena bukan ini yang ia inginkan, ia benci kata itu, ia tak peduli lagi, ia hanya ingin gadisnya sadar bukan malah berbaring tak berdaya diranjang sialan itu.