"Maaf, Tuan! Jam kerja saya sudah selesai, permisi--" pamit Syilla lirih, gadis itu langsung pergi meninggalkan Izzuddin sambil menahan ribuan pisau menghujam hatinya.
Tetapi, saat berada di depan cafe spontan ada yang menarik tangannya, menyeretnya masuk mobil sport merah tanpa diduga-duga, Syilla panik akan tindakan Izzuddin sore ini.
"Tuan, tolong! Saya ingin pulang--"
"Tempatmu bukan di tempat laknat itu, akan saya antar kamu pulang ke rumah yang sebenarnya." desis Izzuddin dingin, lelaki itu langsung menancap gas diatas rata-rata.
"Tidak!! Saya mohon, turunkan saya disini." teriak Syilla panik disertai derai air mata.
"Jangan membantah, Ibu mencarimu di rumah."
"Aku tak peduli, cepat turunkan aku." Pekik gadis itu frustasi.
Gadis itu langsung merebut setir mobil agar putar balik, Izzudin tak bodoh, aksi gadisnya itu sangatlah gila, bisa-bisa ia mengalami kecelakaan jika tak bisa mengendalikan setir kemudi dengan baik.
"Gadis bodoh, hentikan--"
"Tidak! Putar balik sekarang atau kita mati?"
Terjadilah kecelakaan yang tak terduga, mobil Izzuddin terlempar kearah jurang dan berguling hingga terhantam pohon besar. Izzuddin mengeram tertahan karena keningnya terbentur kaca mobil yang pecah hingga menyebabkan darah segar mengalir disana, akibat hantaman keras barusan.
Lelaki itu menoleh ke samping kirinya, keadaan Syilla sangat mengenaskan disana, sadar jika sebentar lagi mobil itu akan meledak, Izzuddin berusaha mengeluarkan Syilla dari sana, untuk menjauhi ledakan mobil itu sebentar lagi.
Setelah cukup jauh dari tempat kejadian, terdengar suara ledakan tak jauh dari tempat Izzuddin berjalan dengan sempoyongan sambil mengendong gadisnya yang tampak sekarat. Lelaki itu berhenti dibawah pohon yang lebat, di peluklah si gadis dengan erat, karena ia sendiri tak bisa melanjutkan perjalanannya. Jika dilanjutkan pun ia tak bisa membayangkannya lagi jika akan mati membusuk di dasar jurang yang mengerikan.
"Ya Allah, tolong selamatkan Syilla, jangan biarkan gadis ini mati sia-sia." Gumannya lirih.
"Sayang, bertahanlah-" di rengkuhlah tubuh mungil itu lalu dengan susah payah lelaki itu mengotak-atik ponsel jam tangannya untuk menghubungi siapapun yang bisa menolongnya, setelah itu ia tak sadarkan diri sambil memeluk erat gadis kecilnya.
Sebuah ruangan bernuansa putih dipadukan bau obat-obatan kini tercium juga, seorang lelaki tampan berwajah malaikat terlelap begitu damai diranjang ruangan VVIP, beberapa menit kemudian lelaki itu membuka matanya.
"Dimana gadis kecilku?" Tanyanya pertama kali, seakan ingat terakhir kalinya ia merengkuh tubuh mungil gadis itu sebelum ia tak sadarkan diri.
"Maaf, boss! Nona Syilla sedang menjalani perawatan sekarang!"
"Dimana dia?"
"Di ruang Operasi, boss!"
"Apa?" Teriaknya mengema, karena terkejut, dengan paksa Izzuddin menggerakan tubuhnya yang lemah hanya untuk melihat keadaan gadis kecilnya, hal itu membuat anak buahnya cemas dibuatnya.
"Boss, jangan bergerak dulu, boss masih lemah--"
"Diam." Bentaknya lagi, tanpa peduli raut kesal anak buahnya, Izzuddin melangkahkan kakinya sempoyongan sambil memegang dinding untuk pegangan, menuju ruang operasi tempat gadisnya disana.
Tiba-tiba ada seseorang yang memberikan lelaki yang tampak tak berdaya itu sebuah hadiah pukulan keras di wajahnya, sehingga sudut bibir Izzuddin sobek dan berdarah.
Kedua mata lelaki itu menyala tanda sebentar lagi ia akan murka, tangannya mengepal kuat menahan diri, di liriklah sinis si pelaku yang ternyata Victo--sepupunya sendiri, lelaki itu menghela nafas berat enggan menyapa sepupunya itu.
"Brengsek, elu udah bikin Syilla sekarat, mati saja lu," teriak Victo tak tahan lagi dengan raut wajah dingin yang Izzuddin pancarkan, dan hendak melayangkan bogeman lagi jika Dr. Matthew tak menahannya.
"Tahan emosi lu, Vic! Izzuddin juga korban dari kecelakaan ini." desis Dr. Matthew resah, akan dua saudara itu yang tak pernah mau akur sedari dulu.
Bahkan kini masih menggila hanya karena cewek yang sialnya tunangan Izzuddin, Victo terus berharap bisa mendapatkan hati gadis itu walaupun kenyataannya Izzuddin dan Arsyilla sama-sama saling mencintai.
"Hari ini elu selamat, jika terjadi apa-apa pada Syilla didalam sana, hari ini juga gue akan habisi nyawa lu." ancam Victo dengan nafas ngos-ngosan.
"Vic, sudahlah! Izzuddin tunangan Syilla, Izzuddin tau apa yang harus dia lakukan."
"Tapi-"
Ceklek, suara pintu ruang operasi terbuka menampilkan sosok dokter yang menanggani Syilla barusan.
"Gimana?" tanya Izzuddin dingin nan tegas, membuat Victo mendecih benci karena ia kalah cepat dari sepupunya yang berotak licin itu.
"Operasi Nona Syilla berjalan lancar, Tuan!"
"Hm.. terima kasih!" ucap Izzuddin tegas, dan dibalas anggukan sambil tersenyum hangat oleh dokter itu.
"Alhamdulillah, apa saya boleh melihat keadaan Syilla, Dok?" seru Victo spontan.
"Maaf, Tuan! Nona Syilla masih butuh istirahat, jadi belum boleh di jenguk lebih dulu... permisi!" Jelas si Dokter ramah kemudian segera pergi. Izzuddin tampak tersenyum samar sangat samar bahkan tak ada yang menyadari jika pria bagaikan patung berjalan itu sedang tersenyum karena wajahnya yang datar tanpa ekspresi.
"Lebih baik kamu pulang saja, saya bisa mengurus Syilla sendiri disini."
"Cih! Dasar manusia aneh, gue nggak habis fikir, sebesar apa sampai-sampai Syilla begitu cinta mati sama elu."
Tanpa peduli ocehan tak bermutu ala sepupu gilanya itu, Izzuddin segera pergi untuk mengendalikan emosinya sendiri. Sebenarnya Izzuddin tahu betul jika Victo memendam rasa pada gadis kecilnya, sikap dan sifat Syilla yang manja dan polos padanya itu selalu dianggap berlebihan.
Padahal Syilla hanya menganggapnya sebatas seorang Kakak laki-laki, karena hati dan hidup gadis itu milik Izzuddin. Catat baik-baik, Syilla milik Izzuddin, dan Izzuddin milik Syilla, itu mutlak, cinta memang gila tetapi Cinta dan Ketulusan lah yang mampu melawan takdir bukan karena Cinta obsesi belaka.
Sudah dua hari Syilla terbaring lemah diatas ranjang menyebalkan itu, dua hari ini pula Izzuddin tak pulang. Semua pakaian gantinya hanya diurus asisten pribadinya tanpa ada yang menyadarinya. Di ruang rawat Syilla bukan hanya Izzuddin yang menjaganya tapi Victo juga ada, kini Victo sudah terlelap di sofa mungkin karena kelelahan sementara Izzuddin bagaikan patung manekin bernyawa yang selalu setia berada didekat gadisnya.
Dua hari ini pula lelaki itu enggan beristirahat cuma hanya tidur 1 jam saja. Izzuddin tak main-main dalam cintanya, ia tetap menjaga gadisnya agar sewaktu-waktu gadis itu sadar ia bisa langsung bertindak.
"Hey, gadis nakal, kau tak merindukan Kak Izzu-mu ini, hm? Ayo buka matamu, rayu aku lagi agar mau mengajarimu belajar, merengek minta ice grim dan coklat kesukaanmu. Padahal umurmu sudah 18 tahun tapi tingkahmu seperti bocah 5 tahun. Ini sudah sore, ayo bangun! Kau tau nggak baik loh perawan tidur sore-sore nanti diculik wewe, ayo bangun... hey!!"
###Li.Qiaofeng
Sepasang mata elang itu berkaca-kaca, menatap nanar gadisnya dengan senyuman miris akan perubahan draktis gadisnya itu, di usaplah lembut kepala gadis itu. Izzuddin tidak pernah melepaskan gadis itu begitu saja selama ini, ia selalu mengawasinya dari kejauhan tapi kali ini ia ingin sekali membenturkan kepalanya sendiri yang berisi IQ diatas rata-rata, kelicikan melabuhi musuh, bahkan kemampuan yang jarang orang lain tahu pun dia miliki. Tapi apa? Dia tidak bisa menjaga gadisnya sendiri dengan baik, ia bagaikan manusia terbodoh di dunia. Keduanya juga sama-sama terluka, sama-sama frustasi, sama-sama menyalahkan diri sendiri tapi apa daya seluruh cinta, kasih sayang, janji, dan ketulusan yang keduanya bangun mati-matian sampai menerjang siapapun yang berani mengganggunya. Kini menguap begitu saja dikalahkan oleh ego, disaat kejujuran dan ketulusan hanya hiasan dinding. Kini hanya penyesalan dan kekecewaan terdalam yang keduanya rasa
Syilla berlari keluar Rumah Sakit dengan membawa luka kecewa sambil menangis dan menangis, tanpa peduli tatapan aneh dari orang-orang yang melihatnya. Sehingga tanpa sadar ia berada dijalan trotoar tak jauh dari Rumah Sakit, gadis itu terlihat menahan nyeri di kepalanya karena bekas operasi masih belum kering betul, ia duduk dipinggir jalan hanya untuk meredakan nyeri itu, berharap setelah ini ia bisa menjauhi Izzuddin. Tiba-tiba ada preman tua dengan perut buncit sedang mabuk mendekatinya, Syilla mencoba bergegas menghindarinya tapi nyeri di kepalanya terasa amat menyakitkan. Gadis itu mundur ketakutan bukan karena ia tak bisa melawan, tapi tiba-tiba darah merembes ke wajahnya, menyebabkan ia tak mampu bangkit lagi. "Hay, cantik! Main sama Abang, yuk! Nanti Abang beliin boneka." "Hiks... tolong jangan mendekat.. ssshh..." pekik gadis itu lirih menahan sakit dengan sa
Setelah menyelesaikan pekerjaannya yang datang secara mendadak, menguras fikiran, emosi dan tenaga akhirnya kini rampung juga. Izzuddin kembali kekamar rawat gadisnya dengan peluh yang tercetak jelas di dahinya, inginnya ia melepas penat karena jam tangannya sudah menunjukkan pukul 23.00 malam, tapi saat ia kembali senyumannya langsung luntur seketika. Ketika melihat Victo tertidur di tempatnya, sambil memegang tangan Syilla, Izzuddin membuang muka untuk menahan diri agar emosinya tak meledak, ingin rasanya ia menerjang Victo malam ini juga karena sudah lancang menyentuh gadis kecilnya. "Hey, bangke! Bangun... malu-maluin lu tidur ditempat gue, lu nyari mati, huh!" Hardik Izzuddin kesal terkesan dingin, karena hatinya terbakar api cemburu. "Apaan sih! Gangguin gue tidur ah--" gerutu Victo menyamankan diri. Izzuddin makin geram dibuatnya, dengan sekali hentakan
Empat hari sudah, gadis malang itu tak kunjung membuka mata indahnya, membuat Izzuddin dilanda kekhawatiran yang mendalam. Izzuddin makin terlihat sangat frustasi, lelaki itu mendatangi dokter yang menangani gadisnya dengan tatapan bengis. Pintu ruang Dokter Jo terbuka secara tak terduga setelah tendangan kuat dari luar, lelaki muda itu menarik kerah jas dokter Jo dengan kasar. "Kenapa Syilla tak sadar-sadar juga, huh!" "Maafkan saya, Tuan! Tu-tunggu hingga 6 jam lagi. Jika Nona Syilla tak kunjung melewati masa kritisnya, maka ia dinyatakan Koma--" Bugh.. Bugh.. kenyataan kata 'Koma' membuat Izzuddin tega memukul keras wajah dokter itu membabi buta, pendengarannya terasa panas jika mendengar kata itu. Karena bukan ini yang ia inginkan, ia benci kata itu, ia tak peduli lagi, ia hanya ingin gadisnya sadar bukan malah berbaring tak berdaya diranjang sialan itu.
Pagi-pagi buta tepatnya pukul 3 dini hari ada seorang gadis dewasa membuat gempar seluruh isi Mansion Elbarak, putri sulung Keluarga Elbarak itu berteriak histeris memanggil kedua Orang tuanya, membuat kedua Orang tuanya terkejut juga cemas bukan main. "Ada apa, Kak?" "Izzu, Yah! Izzu--" "Ada apa lagi dengan anak itu?" Guman Ayah Jem cemas. "Ayo, Yah! Kita periksa keadaan putra kita." Seru Bunda Vanya tak kalah cemas, Wanita paruh baya itu langsung lari menaiki undak-undakan tangga menuju kamar putra tercinta, dan langsung tertegun karena akan apa yang ia lihat. "Ayah... Ezha... cepat panggil Dokter Matthew." Teriak Bunda Vanya histeris, Ayah Jem yang baru sampai dikamar Izzuddin diikuti putri sulungnya langsung menghubungi Dr. Matthew. 10 menit adalah waktu paling cepat khusus dokter asal Italia itu, ia baru saja terlelap langsung ditelepon dadakan oleh Tuan Elbarak. Membuatnya g
"Lepas, Yah! Gadis bodoh itu harus bangun sekarang juga! Lepass..." teriak Izzuddin tak terkendali, jiwanya sudah tak bisa dikendalikan lagi, peduli syetan jika Victo menyaksikan kegilaannya, ia hanya ingin Syilla-nya sadar. "Istighfar, Nak! Istighfar, kamu bisa melukai Syilla." pinta Bunda Vanya lirih dengan lelehan air mata, Beliau merasakan sakit yang dirasakan putranya, putranya begitu menderita selama Syilla hilang beberapa bulan lalu, tapi lelaki itu bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Walaupun ia begitu butuh sandaran untuk berkeluh kesah, tapi Izzuddin tetaplah Izzuddin, lelaki muda itu sangatlah pandai menyembunyikan penderitanya hanya tak ingin keluarganya ikut terluka. "Tidak, Bun! Tolong jangan menangis, Izzu mohon, mengertilah! Izzu benar-benar tak tahan... Izzu mohon, jangan menangis." Lirih lelaki itu lemah. Ia memang sedang sakit, tapi ia akan tambah sakit jika melihat Bundanya m
"Kak, Syilla minta maaf ya? Syilla banyak salah sama Kakak, sebenarnya Syilla tak pantas Kakak perlakukan seperti ini, Syilla bukan gadis kecil Kakak lagi, Syilla hanya perempuan-" "Diamlah! Jangan mengoceh terus seperti burung beo dan jangan mengingat apapun lagi, cukup Kak Izzu-mu ini yang harus kamu ingat. Kakak sangat mencintaimu, Kakak mencintai kekuranganmu, tak peduli apapun itu sebab dan akibatnya. Karena Kakak mencintaimu tanpa syarat, lihatlah Kakak masih ada di sampingmu, semua itu karena cinta... karena cinta kita!!" Ungkap Izzuddin tegas dan penuh keyakinan, membuat Syilla terharu akan kekuatan cinta Izzuddin padanya. "Terima kasih." Hanya itu yang bisa Syilla ucapkan, ia terlalu bahagia karena Izzuddin telah mencintainya tanpa syarat. Ia seperti gadis paling beruntung sedunia karena tetap diperjuangkan oleh lelaki yang sudah ia sakiti dua bulan lalu.
"DOKTER MATTHEW... MATTHEW.. CEPAT PERIKSA GADIS GUE." Teriak lelaki muda itu lantang. Bodo, ini Rumah Sakit apa lapangan yang terpenting Syilla cepat-cepat mendapatkan perawatan. Gara-gara teriak-teriak kesetanan, sayup-sayup para pengunjung dan penghuni Rumah Sakit khususnya kaum wanita pada bisik-bisik tetangga. 'Waduhh... ganteng-ganteng kok berteriak sih, babang tampan! Makin seksi deh.' 'Udah ganteng pakai baju koko lagi, masya'allah... sempurnanya.' 'Ya Allah, sungguh sempurnanya ciptaan-Mu.' 'Sungguh suami idaman, adik sakit saja langsung dibawa ke Rumah Sakit dan berteriak-teriak seperti itu sama dokter.' 'Eh... kok mas ganteng itu mirip aktor China ya? Siapa ya?' 'Wah... itu kan dokter bule asal Italia itu, wow... mataku ternodai pagi-pagi lihat bule kesasar ke Rumah Sakit.' Ya, seperti itulah crewa-crewi ala emak-emak rempong