Kini gadis itu duduk tegak didepan Victo, seakan siap untuk di interview. Victo tersenyum geli ketika melihat raut wajah tegas gadis itu. Seakan tahu jika Victo tak menerima Syilla sebagai karyawannya, maka gadis itu akan mengamuk atau merayunya, licik benar gadis berwajah polos di depannya itu.
"Ceritakan?"
"Ceritakan apanya? Syilla tak punya pengalaman pekerjaan." Jawab gadis itu polos.
"Maksudku? Selama ini kamu tinggal di-"
"Kakak ingin menginterogasiku atau menginterview ku?" Potongnya kesal.
"Melamarmu? Bagaimana apa diterima?" Jawabannya enteng.
"Kau benar-benar menyebalkan, apa kau tak takut pada sepupumu itu?"
"Ngapain harus takut sama Izzu, jika sama-sama suka makan nasi." jawab Victo enteng.
"Oh," jawab Syilla hanya ber'oh ria saja sambil mengangguk polos.
"Syilla, katakan bagaimana bisa kamu berada di daerah garis polisi ini, seorang diri pula." keluh Victo seketika, sedari tadi gadis itu selalu memotong ucapannya, sungguh menyebalkan.
"Garis polisi? Hhh... Kak Victo ada-ada saja, di sini aman-aman saja tuh!" Ucap gadis itu polos terkesan tenang bak air yang menghanyutkan.
"Ya ampun, gadis polos ini! Kamu tahu tidak, Jalan Elizabelt dan Albert Titanous yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari sini itu daerah merah, disana banyak terjadi pembunuhan dan bla-bla..."
Mendengar cerita itu, Syilla hanya mengangguk polos membuat Victo geregetan sendiri akan kepolosan gadis itu. Mendengarkan Victo ceramah bak radio rusak hingga tak terasa sudah jam 8 malam. Rasanya menyebalkan jika mendengar cowok bermulut emak-emak seperti Victo, dasar tak malu dengan batangnya. Gerutu Syilla kesal sampai mengantuk dibuatnya.
Setelah ngobrol bareng hal aneh dengan Victo yang membuat Syilla ingin segera menenggelamkan dirinya ke Samudra Pasifik.
Akhirnya lega juga bisa pulang malam ini setelah debat panjang karena Victo, gegara pemuda itu memaksanya untuk mengantarkan pulang atau menginap di cafe, menyebalkan lebih baik Syilla pulang sendiri, lagipula ia bawa motor.
Pagi ini Syilla sudah siap melakukan aktivitas pertamanya, yaitu mencari pundi-pundi rupiah agar bisa bertahan hidup.
"Bismilah, semoga pekerjaanku nanti lancar, amiin."
Dengan semangat '45 gadis itu mengendarai motor matic nya dengan santai, dan seperti biasa harus disuguhkan bau darah segar.
Sungguh menyebalkan, tapi ia tetap semangat menuju cafe yang di kelola Victo itu, yang tak lain cafe milik Izzuddin kekasih hatinya. Oh, ralat mantan kekasihnya.
"Pagi, Nona Elbarak!" sapa Victo dengan tersenyum manis tapi sungguh menjijikan bagi Syilla.
"Menyapa siapa ya, Pak?" tanya Syilla sambil clingak-clinguk, takut ada Izzuddin atau keluarga yang lain datang berkunjung.
"Ya, menyapa Nona Arsyilla Elbarak lah, emang menyapa siapa lagi?"
"Oh, sepertinya saya butuh berkenalan dengan anda, agar tak sesuka hati menganti nama orang! Ah sudahlah, anda membuang waktu saya saja, permisi." ucap Syilla jengah dan langsung kancir masuk kedalam cafe, membiarkan Victo berdiri dengan tampang bodoh didepan sana.
Disaat jam kerja sudah hampir selesai, dan bagian shift sore akan datang tiba-tiba ada cewek bermake-up tebal. Eh, berwajah badut datang menghampirinya dengan sok angkuh dan sedikit pecicilan.
"Hey! Lu anak baru ya?"
"Iya, Mbak! Maaf ada apa ya?" jawab Syilla polos, sepertinya cewek itu karyawan cafe ini juga tapi masuk shift sore.
"Anak baru belagu! Sok rajin kerja, pengen dapet reward dari si boss lu?"
"Maksud Mbak apa?"
"Dasar cewek pecicilan, sok polos, tubuh kurus dekil seperti ini sok-sok-an cantik, dasar jalang kecil tak laku."
Mendengar cacian demi cacian itu membuat Syilla meradang sambil menyeringai, tangan kecilnya mengepal kuat. Jika ini bukan di tempat umum sudah pasti Syilla merobek mulut pedas itu, memotong lidahnya yang tak tau malu.
"Maaf, saya tak punya waktu berdebat dengan anda." final Syilla mengalah, ini sudah keterlaluan sehingga Syilla menatap nyalang cewek badut itu. Saat gadis itu hendak melangkahkan kakinya tiba-tiba--
"Aarrgghhh..." ringis gadis itu tertahan, karena rambutnya ditarik oleh badut jadi-jadian itu.
"Rasain ini, karena elu sudah melawan gue--"
"STOP!" Terdengar suara bariton tegas nan mengerikan seketika.
Membuat cewek itu langsung mendorong Syilla, beruntung ada yang menampahnya. Syilla terkejut bukan main jika orang yang menolongnya adalah orang terkasihnya, bukankah ia sedang perjalanan bisnis di China? Kenapa ia bisa berada disini? Apakah--
"VICTO." Teriak lelaki itu mengema.
Membuat semua karyawan dan pengunjung cafe tertegun akan suara mengerikan itu, dalam hitungan detik Victo datang dan menatap bingung pemandangan romantis juga menegangkan itu. Bagaimana tak romantis jika lelaki asing itu memeluk erat Syilla, sementara wajahnya tampak memerah menahan emosi.
"Pecat karyawan bodohmu ini, sekarang juga!" Titahnya mutlak.
Seketika Syilla tersenyum licik sambil melirik sinis cewek badut yang menunduk ketakutan memohon-mohon dengan air mata buaya nya. Syilla menatap cewek itu jijik, lihatlah cewek itu seperti merayu Victo, agar tak jadi di pecat.
Victo yang menyadari jika ditangan lentik cewek itu ada rambut coklat milik Syilla, pemuda itu langsung memandang cewek itu tak percaya, dengan kasar pemuda itu menyeret keluar karyawan badutnya.
Ingat, Izzu dan Victo mempunyai prinsip yang sama, akan menyeret atau menghukum orang lain yang sudah berani-beraninya menyakiti Syilla-nya. Walaupun Victo selalu mengalah pada sepupunya karena cinta tak bisa dipaksakan, Syilla dan Izzu sedari dulu memang saling mencintai.
"Kak Izzu--" panggil Syilla lirih.
Ya, lelaki tampak murka itu adalah Izzuddin Elbarak, Izzuddin kembali dari China ketika mendapat laporan anak buahnya jika gadisnya bekerja di tempatnya.
"Sayang, kamu tak apa-apa kan? Mana yang sakit, hm?" Tanya lelaki tampan itu khawatir. Seraya lupa jika hubungannya dengan si gadis sudah berakhir sekitar 3 bulan lalu, Syilla menatap mata elang itu penuh kerinduan tapi ia sadar, ia bukan siapa-siapa lagi untuk Izzuddin.
###Li.Qiaofeng
"Jauhkan mawar sialan itu dariku," pekiknya dengan nada panik. "Kenapa? Mawar ini kesukaan cucu menantumu, kau--" "Aku mohon, tolong jauhkan mawar itu dariku.." pintanya dengan nada ketakutan ketika aku mendekatkan kelopak mawar itu tepat didepan wajahnya. "Darren, tolong! Maafkan aku, aku janji tak akan mengejar Xiao Fu dan anak-anakmu lagi, t--tolong, jauhkan itu dariku--" "Apa? coba panggil namaku dengan jelas." "D-Darren... t-tidakk.. maksudku.. King Frederich.. tolong--"Plakk...Suara tabrakan antara telapak tanganku dan pipi tirus penyihir tua itu terdengar renyah di pendengaranku, tubuh ringkih itu terlempar ke lantai cukup keras."Ulangi..""K-king.. tolong ampuni aku.. hiks..." pintanya memelas sambil mencuri-curi lirikan kearah mawar merah keemasan di tanganku ini.Senyum meremehkan ku tunjukkan dengan santai, berjongkok di depannya yang tampak tubuh kurus bergetar ketakutan. "Apa apa, Nenek? kenapa kau melihatku seperti itu?"Reveena hanya menggelengkan kepalanya lemah
"Tidakkk... tolong lepaskan aku, Nek? Hiks.. hiks.. tolong kasihani aku, aku mohon--" "Hhh... kamu tidak akan bisa lari lagi, manis. Kembar tiga? Huhh.. akhirnya aku akan hidup kembali... hhh.." "A-apa maksudmu?" Suara bergetar Syilla terdengar memilukan di dalam sana, sementara aku hanya bisa menatap gelap pintu aneh ini. "Apakah kamu tidak sadar, jika mendiang kedua putrimu sudah ku jadikan tumbal, hm? Apakah si anak Iblis itu tidak memberitahumu?" Degg... "Tu- tumbal? Jadi...?" "Hhh... bagaimana? Sudah tahu? Dasar bodoh, apa kamu tahu, kamu hanya di jadikan alat untuk menghasilkan bayi yang akan menjadi tumbalku. Darren menghamilimu bukan karena cinta, tapi karena ingin membantuku untuk mendapatkan tumbal dari tubuhmu, hhhhh..." Sreeekkk... kedua mataku memerah menahan amarah, sejak kapan aku mengorbankan darah dagingku untuk wanita gila itu? "Sialan kau, Tua bangka.." umpatku tertahan. "Tidakkk... kamu tidak bisa mengambil bayiku lagi dengan paksa. Kamu... kamu.." "Apa? D
Fengying langsung mendekat dan menatap penuh rindu kedua mata indah milik Arsyilla, namun perempuan itu masih cukup lemah untuk banyak bergerak. "Iya, Ge. Maafkan aku yang sudah merepotkan Gege--" "Jangan katakan hal itu lagi, kau adik perempuan kami satu-satunya. Kami hanya ingin memenuhi kewajiban kami sebagai Kakak laki-laki kamu." Belum juga Fengying menjawab, Faihung langsung mendekat dan mengusap pipi pucat Syilla dengan lembut. "Sekarang kondisimu masih terlalu lemah, sebaiknya kamu istirahat dikamar." "Tidak, Ge. Aku lebih nyaman seperti ini-- memeluk suamiku adalah tempat ternyaman ketika aku bangun." Syilla mendongak dan tersenyum manja sambil menatap wajah tampan lelaki yang memeluknya saat ini. Oh ayolah, tanpa malu-malu Syilla yang baru terbangun dari tidur cantiknya, malah dengan posesif memeluk pinggang sang suami, membuat Izzuddin tertawa kecil akan tingkah wanitanya itu. "Posesif.." bisik Izzuddin gemas.
"Gege, apa yang harus kita--" "A life crystal capable of awakening him, but--" "What, the crystal of life? Then where are we going to get it? Isn't that kind of thing hard to---" "That rare life crystal exists only in Frederich's own family. We also don't need to think too deeply, because the crystal is currently in their son's hands. Darrell Frederich." Fengying mengenyit dengan sedikit linglung atas apa yang di ucapkan saudara kembarnya tersebut, selama bertahun-tahun mengenal sosok Darren Frederich sebagai kekasih Arsyilla, adik kecil mereka. Baru kali ini Fengying mendengar tentang batu kehidupan, apakah di dunia ini masih ada benda keramat seperti itu? Entahlah? "Ayah, izinkan saya untuk menjemput Darrell. Saya khawatir Bibi Arsyi tidak mampu tertolongkan, hm.. maafkan saya yang sudah berani menguping pembicaraan Ayah dan Paman, saya harap Ayah dan Paman mengerti maksud saya." Seru pemuda tampan tampak baru keluar dari bal
Di dalam ruang keluarga paviliun milik Darren, sepasang suami dan istri paruh baya tengah lama terdiam menatap wajah kecil angkuh di depannya.Wanita paruh baya itu menatap suaminya sekilas kemudian menatap dalam diam anak kecil yang tengah asyik mengubah mainan rubiknya dengan tenang."Apa yang terjadi? Kenapa dia seperti itu?" Kun yang tidak tahan untuk bertanya, akhirnya menatap istrinya yang hanya diam sejak tadi."Sepertinya cucu kesayangan kita dalam suasana hati yang buruk."Mendengar kalimat singkat yang Aneska katakan tentang anak kecil di depannya, yang merupakan cucu laki-lakinya. Darrell Frederich. Pria paruh baya itu menghela napas berat kemudian menatap Darrell penuh arti."Jangan gegabah, dia masih terlalu kecil untuk mengerti permasalahan Orang tuanya. Otak dan hatinya masih kurang stabil dibandingkan dengan orang dewasa."Kun tak mengatakan apapun sebagai balasan, ia malah menaikkan salah satu alisnya. Aneska melanjutkan uca
Faihung langsung meloncat dari ketinggian lima ribu tujuh puluh kaki tanpa alat bantuan keselamatan, seakan sudah biasa pria pucat itu terjun dari ketinggian tanpa takut tubuhnya akan remuk ketika jatuh kelantai bawah. Terdengar samar teriakan Lian memanggilnya, Faihung hanya tersenyum ketika mendengar itu. Tapp.. Begitu kedua pasang kaki jenjang Faihung berpijak diatas lantai kaki istana, suara retakan dahsyat terdengar begitu mengerikan namun retakan itu hanya terlihat begitu kecil jika dilihat. Darren yang tengah mengubah wujuh menjadi King Frederich yang sebenarnya malah acuh tak acuh dengan turunnya Faihung seolah dewa langit sedang turun. Wujud Monster manusia tersebut malah asyik mencabuti organ tubuh para prajurit tanpa henti. "Hentikan--" Belum sempat Faihung menyelesaikan ucapannya, sosok Monster itu malah melemparkan tubuh tak berdosa dua prajurit sekaligus ke arah Faihung dengan ringan. Faihung