Share

Cinta dan Dilema
Cinta dan Dilema
Author: Ara putri

Awal untuk akhir

 Aisyah syafana, Gadis yang kerap kali dipanggil dengan sebutan Nana. Ia anak kedua dari tiga bersaudara, kakak dan adiknya laki-laki, menjadi anak perempuan satu-satunya di keluarga harmonis membuat gadis itu dipenuhi oleh kasih sayang dari anggota keluarga. 

Memasuki usia dua puluh tiga tahun, ia sudah menyelesaikan kuliahnya tahun ini dengan nilai yang memuaskan. Dan sepertinya ia tidak berniat untuk melanjutkan pendidikannya atau pun memilih untuk bekerja, ia lebih tertarik untuk nikah muda.

Zadam, dia kakak laki-laki Nana yang sekarang berumur tiga puluh tahun, ia sudah berkeluarga dan memiliki anak perempuan yang baru berumur satu tahun.

Aditya, adik laki-laki Nana. Mereka berdua tidak pernah akur jika dirumah, karena sikap adiknya yang jahil membuat Nana selalu menjadi sasaran empuk untuk dijahili Aditya. Laki-laki yang memasuki masa remaja itu adalah kesayangan Nana, bukan berarti sama kakaknya tak sayang, hanya saja sang kakak sudah ada yang lebih menyayanginya.

Sedangkan kedua orang tua Nana, dia seperti orang tua pada umumnya, mungkin bedanya hanya dalam mendidik anak-anak mereka saja, mereka berdua adalah panutan bagi hidup Nana.

......

Ada sesuatu yang membuat gadis manis itu berbeda untuk hari ini, senyum manisnya sudah tak berhenti dari tadi, membuat orang-orang disampingnya ikut merasa bahagia.

"Udah gak sabar ya, dek?" Goda zadam pada Nana yang sudah dibaluti dengan baju kebaya modern itu.

"Apa, Bang? Gak usah goda-goda aku," rajuk Nana tak terima.

Zadam hanya terkekeh geli melihat adiknya yang malu-malu, tapi mau.

Hari ini adalah hari pernikahan Nana bersama sang pujaan hati, Affan. Setelah tamat kuliah Nana memilih untuk menikah setelah mendapat lamaran dari sang pujaan hati, tentu saja dirinya tak akan susah-susah menolak, karena itu juga keinginan dirinya.

Bunda  mengusap lembut rambut anaknya yang sudah tertata rapi khas seorang pengantin, wanita setengah baya itu tak kuasa menahan haru saat melepaskan anaknya nanti.

"Kamu cantik sekali hari ini nak," ucap bunda.

"Bunda bisa aja ... Bun? Apa mas Affan sudah datang?" Tanya Nana. Ada rasa cemas dalam hatinya memikirkan sang calon suami.

"Kamu tenang saja, sebentar lagi juga akan datang." Nana menganguk mengerti.

Ia kembali duduk diam didalam kamar bersama bunda dan kakaknya, sedangkan para perias pengantin Sudah keluar dari tadi setelah selesai merias Nana.

Rumah berlantai dua itu mulai terdengar riuh dengan suara orang-orang, sepertinya pengantin pria sudah datang karena itu banyak yang bersorak heboh.

Tangan Nana semakin terasa dingin antara gugup dan senang. Sebentar lagi ... Ya sebentar lagi ia tidak lagi seorang gadis, tapi statusnya akan berbuah menjadi seorang istri dari Affan Saputra.

"Tukan, nak Affan nya datang. Kamu gak perlu kwatir lagi, tenangkan dirimu, nak," ucap bunda yang menenangkan kegelisahan putrinya.

"Iya, Bun. Kan biasa pengantin cemas, namanya juga kwatir,"

Zadam dan bunda tertawa mendengar jawaban Nana.  

Zadam menggeleng melihat tingkah adiknya, "makanya kurangi baca novel, jadi menghayal terus kan," Ucapnya sembari terkekeh geli.

Nana mengerucut bibirnya kesal, kakaknya ini selalu saja mengejeknya, padahal apa salahnya ya kan?

Mendengar suara tamu yang mulai banyak, bunda dan zadam pamit untuk turun ke bawah untuk menyambut tamu. Nana sendiri ditinggalkan bersama dengan saudara sepupunya untuk sementara sebelum ikut turun kebawah.

Terdengar para penghulu yang mulai mengucapkan berbagai kata bijak untuk sang calon suami sebelum ijab kabul diucapkan. Setelah itu berlanjut dengan suara ayahnya yang terdengar lantang mengucapkan ijab Kabul, yang tak berapa lama dijawab lagi oleh sang pengantin pria.

Kata 'Sah' mulai menggema di ruang tamu, bersama dengan Nana yang mulai digiring turun tangga oleh zadam dan Aditya. Para tamu undangan terlihat berdecak kagum dengan paras cantik sang pengantin wanita.

"Assalamualaikum ... istriku," bisik Affan ditelinga Nana saat baru duduk disampingnya.

Nana tersipu malu mendengarnya, "waalaikum salam, suamiku." Balas Nana ikut berbisik pula.

Acara berlanjut dengan hikmat. Para tamu Mulai menghabisi hidangan yang sudah disiapkan, adapula yang setelah mengucapkan selamat mereka langsung bergegas pulang, mungkin ada urusan penting.

Affan menggenggam tangan Nana dengan lembut. Senyum manisnya kedua insan itu tidak luntur dari tadi meskipun sudah berdiri begitu lama mungkin karena hati senang bahagia.

"Aku sangat bahagia ... Bisa memilikimu seutuhnya. Akhirnya penantian kita tercapai juga," ucap Affan penuh haru.

"Aku juga bahagia, Mas." Balas Nana malu-malu.

******

Akhirnya ... Kasur empuk yang dirindukannya seharian ini ketemu juga, Nana langsung menghempaskan tubuhnya saat baru sampai didalam kamar. Seharian tubuhnya berdiri serasa remuk redam, bahkan untuk makan saja ia tidak bisa karena banyaknya para tamu.

Affan menatapnya dengan geli. "Mandi dulu, dek."

"Capek mas. Nanti aja mandinya,"

Affan mendelik mendengar ucapan istrinya," gak ada! Jangan jorok kamu, dek." Affan menarik tangan Nana agar segera bangun, "kalau gak, mas aja yang mandiin kamu,"

Nana yang melihat senyum menyeringai suaminya langsung meloncat dari kasur, ia merasa ngeri sendiri sekaligus.

"Mana boleh! Aku sedang datang tamu bulan, jadi jangan macam-macam!"

Affan melotot mendengar ucapan istrinya, apa katanya tadi? Tamu bulan? Astaga!!! Apa dirinya akan berpuasa lebih lama lagi, padahal dirinya sudah berencana menghabiskan malam indah ini untuk bercinta dengan istrinya, tapi sekali harapannya pupus sudah.

Nana keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkapnya, sepertinya ia sudah menyiapkan semuanya. Affan kembali menarik nafas panjang melihat semua itu.

"Kamu kenapa, Mas?" Tanya Nana bingung dengan sikap Affan. "Kok wajah mas Affan tegang begitu? Ada apa?"

Pria itu semakin mengeram kesal. "Ini karena kamu, dek. Malah ditanya lagi," rengeknya bercampur kesal.

"Loh, kok Nana?" 

"Ya, siapa suruh halangan dimalam pertama kita? Padahal mas ...," Pria itu tak lagi melanjutkan ucapannya, karena ia sendiri merasa malu m ngakui nya. "Sudahlah ... Lebih baik kamu istirahat duluan, dek. Mas mau mandi dulu," ucap Affan. Pria itu beranjak meninggalkan Nana yang masih melongo.

'gak sabaran amat, Suamiku' pikir Nana geli.

Sedangkan didalam kamar mandi Affan sedang mengguyur seluruh tubuhnya, dengan begini ia bisa menyembunyikan Semuanya, menenangkan diri dari pikiran liar yang dari tadi sudah berkelana di otaknya.

'untung honeymoon satu Minggu lagi." Pikir Affan.

Merasa sudah cukup segar, Affan keluar dari kamar mandi dengan air yang masih menetes di pipinya. Affan kembali mendengus kecewa saat melihat istrinya sudah lebih dulu tertidur di kasur tanpa menunggu dirinya, padahal tadi ia ingin menghabiskan waktu berdua dengan wanita itu.

Ia mendekati Nana yang terlihat pulas dalam tidurnya, dengan lembut ia usab Surai hitam istrinya. Ahhh, ternyata dirinya benar harus puasa lebih lama lagi atau ...,

Karena sudah merasa bosan memandang wajah cantik itu, Affan ikut tertidur disamping-Nya. Dengan lembut ia menarik sang istri untuk masuk ke dalam pelukannya, agar bisa saling berbagi kehangatan untuk malam pertama mereka ini.

Tidak apa-apa sekarang dirinya gagal, tapi besok-besok ia akan melakukannya sampai puas. Astagfirullah ... Affan mengutuk dirinya sendiri dari pikiran gilanya itu, sejak kapan ia berubah begitu mesum sekarang. Tapi memang begitulah jika pengantin baru, pikiran tidak akan lepas dari berbau mesum.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status