Aisyah syafana, Gadis yang kerap kali dipanggil dengan sebutan Nana. Ia anak kedua dari tiga bersaudara, kakak dan adiknya laki-laki, menjadi anak perempuan satu-satunya di keluarga harmonis membuat gadis itu dipenuhi oleh kasih sayang dari anggota keluarga.
Memasuki usia dua puluh tiga tahun, ia sudah menyelesaikan kuliahnya tahun ini dengan nilai yang memuaskan. Dan sepertinya ia tidak berniat untuk melanjutkan pendidikannya atau pun memilih untuk bekerja, ia lebih tertarik untuk nikah muda.
Zadam, dia kakak laki-laki Nana yang sekarang berumur tiga puluh tahun, ia sudah berkeluarga dan memiliki anak perempuan yang baru berumur satu tahun.
Aditya, adik laki-laki Nana. Mereka berdua tidak pernah akur jika dirumah, karena sikap adiknya yang jahil membuat Nana selalu menjadi sasaran empuk untuk dijahili Aditya. Laki-laki yang memasuki masa remaja itu adalah kesayangan Nana, bukan berarti sama kakaknya tak sayang, hanya saja sang kakak sudah ada yang lebih menyayanginya.
Sedangkan kedua orang tua Nana, dia seperti orang tua pada umumnya, mungkin bedanya hanya dalam mendidik anak-anak mereka saja, mereka berdua adalah panutan bagi hidup Nana.
......
Ada sesuatu yang membuat gadis manis itu berbeda untuk hari ini, senyum manisnya sudah tak berhenti dari tadi, membuat orang-orang disampingnya ikut merasa bahagia.
"Udah gak sabar ya, dek?" Goda zadam pada Nana yang sudah dibaluti dengan baju kebaya modern itu.
"Apa, Bang? Gak usah goda-goda aku," rajuk Nana tak terima.
Zadam hanya terkekeh geli melihat adiknya yang malu-malu, tapi mau.
Hari ini adalah hari pernikahan Nana bersama sang pujaan hati, Affan. Setelah tamat kuliah Nana memilih untuk menikah setelah mendapat lamaran dari sang pujaan hati, tentu saja dirinya tak akan susah-susah menolak, karena itu juga keinginan dirinya.
Bunda mengusap lembut rambut anaknya yang sudah tertata rapi khas seorang pengantin, wanita setengah baya itu tak kuasa menahan haru saat melepaskan anaknya nanti.
"Kamu cantik sekali hari ini nak," ucap bunda.
"Bunda bisa aja ... Bun? Apa mas Affan sudah datang?" Tanya Nana. Ada rasa cemas dalam hatinya memikirkan sang calon suami.
"Kamu tenang saja, sebentar lagi juga akan datang." Nana menganguk mengerti.
Ia kembali duduk diam didalam kamar bersama bunda dan kakaknya, sedangkan para perias pengantin Sudah keluar dari tadi setelah selesai merias Nana.
Rumah berlantai dua itu mulai terdengar riuh dengan suara orang-orang, sepertinya pengantin pria sudah datang karena itu banyak yang bersorak heboh.
Tangan Nana semakin terasa dingin antara gugup dan senang. Sebentar lagi ... Ya sebentar lagi ia tidak lagi seorang gadis, tapi statusnya akan berbuah menjadi seorang istri dari Affan Saputra.
"Tukan, nak Affan nya datang. Kamu gak perlu kwatir lagi, tenangkan dirimu, nak," ucap bunda yang menenangkan kegelisahan putrinya.
"Iya, Bun. Kan biasa pengantin cemas, namanya juga kwatir,"
Zadam dan bunda tertawa mendengar jawaban Nana.
Zadam menggeleng melihat tingkah adiknya, "makanya kurangi baca novel, jadi menghayal terus kan," Ucapnya sembari terkekeh geli.
Nana mengerucut bibirnya kesal, kakaknya ini selalu saja mengejeknya, padahal apa salahnya ya kan?
Mendengar suara tamu yang mulai banyak, bunda dan zadam pamit untuk turun ke bawah untuk menyambut tamu. Nana sendiri ditinggalkan bersama dengan saudara sepupunya untuk sementara sebelum ikut turun kebawah.
Terdengar para penghulu yang mulai mengucapkan berbagai kata bijak untuk sang calon suami sebelum ijab kabul diucapkan. Setelah itu berlanjut dengan suara ayahnya yang terdengar lantang mengucapkan ijab Kabul, yang tak berapa lama dijawab lagi oleh sang pengantin pria.
Kata 'Sah' mulai menggema di ruang tamu, bersama dengan Nana yang mulai digiring turun tangga oleh zadam dan Aditya. Para tamu undangan terlihat berdecak kagum dengan paras cantik sang pengantin wanita.
"Assalamualaikum ... istriku," bisik Affan ditelinga Nana saat baru duduk disampingnya.
Nana tersipu malu mendengarnya, "waalaikum salam, suamiku." Balas Nana ikut berbisik pula.
Acara berlanjut dengan hikmat. Para tamu Mulai menghabisi hidangan yang sudah disiapkan, adapula yang setelah mengucapkan selamat mereka langsung bergegas pulang, mungkin ada urusan penting.
Affan menggenggam tangan Nana dengan lembut. Senyum manisnya kedua insan itu tidak luntur dari tadi meskipun sudah berdiri begitu lama mungkin karena hati senang bahagia.
"Aku sangat bahagia ... Bisa memilikimu seutuhnya. Akhirnya penantian kita tercapai juga," ucap Affan penuh haru.
"Aku juga bahagia, Mas." Balas Nana malu-malu.
******
Akhirnya ... Kasur empuk yang dirindukannya seharian ini ketemu juga, Nana langsung menghempaskan tubuhnya saat baru sampai didalam kamar. Seharian tubuhnya berdiri serasa remuk redam, bahkan untuk makan saja ia tidak bisa karena banyaknya para tamu.
Affan menatapnya dengan geli. "Mandi dulu, dek."
"Capek mas. Nanti aja mandinya,"
Affan mendelik mendengar ucapan istrinya," gak ada! Jangan jorok kamu, dek." Affan menarik tangan Nana agar segera bangun, "kalau gak, mas aja yang mandiin kamu,"
Nana yang melihat senyum menyeringai suaminya langsung meloncat dari kasur, ia merasa ngeri sendiri sekaligus.
"Mana boleh! Aku sedang datang tamu bulan, jadi jangan macam-macam!"
Affan melotot mendengar ucapan istrinya, apa katanya tadi? Tamu bulan? Astaga!!! Apa dirinya akan berpuasa lebih lama lagi, padahal dirinya sudah berencana menghabiskan malam indah ini untuk bercinta dengan istrinya, tapi sekali harapannya pupus sudah.
Nana keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkapnya, sepertinya ia sudah menyiapkan semuanya. Affan kembali menarik nafas panjang melihat semua itu.
"Kamu kenapa, Mas?" Tanya Nana bingung dengan sikap Affan. "Kok wajah mas Affan tegang begitu? Ada apa?"
Pria itu semakin mengeram kesal. "Ini karena kamu, dek. Malah ditanya lagi," rengeknya bercampur kesal.
"Loh, kok Nana?"
"Ya, siapa suruh halangan dimalam pertama kita? Padahal mas ...," Pria itu tak lagi melanjutkan ucapannya, karena ia sendiri merasa malu m ngakui nya. "Sudahlah ... Lebih baik kamu istirahat duluan, dek. Mas mau mandi dulu," ucap Affan. Pria itu beranjak meninggalkan Nana yang masih melongo.
'gak sabaran amat, Suamiku' pikir Nana geli.
Sedangkan didalam kamar mandi Affan sedang mengguyur seluruh tubuhnya, dengan begini ia bisa menyembunyikan Semuanya, menenangkan diri dari pikiran liar yang dari tadi sudah berkelana di otaknya.
'untung honeymoon satu Minggu lagi." Pikir Affan.
Merasa sudah cukup segar, Affan keluar dari kamar mandi dengan air yang masih menetes di pipinya. Affan kembali mendengus kecewa saat melihat istrinya sudah lebih dulu tertidur di kasur tanpa menunggu dirinya, padahal tadi ia ingin menghabiskan waktu berdua dengan wanita itu.
Ia mendekati Nana yang terlihat pulas dalam tidurnya, dengan lembut ia usab Surai hitam istrinya. Ahhh, ternyata dirinya benar harus puasa lebih lama lagi atau ...,
Karena sudah merasa bosan memandang wajah cantik itu, Affan ikut tertidur disamping-Nya. Dengan lembut ia menarik sang istri untuk masuk ke dalam pelukannya, agar bisa saling berbagi kehangatan untuk malam pertama mereka ini.
Tidak apa-apa sekarang dirinya gagal, tapi besok-besok ia akan melakukannya sampai puas. Astagfirullah ... Affan mengutuk dirinya sendiri dari pikiran gilanya itu, sejak kapan ia berubah begitu mesum sekarang. Tapi memang begitulah jika pengantin baru, pikiran tidak akan lepas dari berbau mesum.
Sudah lima hari dirinya menikmati menjadi seorang istri dari Affan Saputra, bagi Nana sungguh bahagia karena setiap membuka matanya di pagi ia akan melihat orang yang dicintainya begitu pun saat ingin tidur ia akan memejam mata dalam pelukan hangat sang suami.Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, hari ini keberangkatan Nana bersama Affan ke Bali untuk honeymoon. Terlihat wajah bahagia wanita itu saat ingin melangkah masuk pesawat yang akan mengantar mereka ke tujuan. Senyumnya bahkan tak luntur dari pagi tadi sampai sekarang, entah apa yang membuat ia begitu antusias?Sedangkan Affan hanya bisa saja, ia malah terkesan berat hati untuk melangkah ke kota impian istrinya itu.Tapi bagaimana lagi? Acara ini sudah disusun jauh-jauh hari, tidak mungkin dirinya mengecewakan impian sang istri. Bagaimana ia bisa membuka hati wanita yang dicintainya terluka? Lagi pula ia tidak punya alasan yang logis untuk menolak, tidak mungkin ia berkata tak mau pergi k
Semarang, 12 Januari, 2020 Kenangan dua tahun lalu kembali berputar di kepala wanita cantik yang berpakaian rapi itu, senyum kecut terlihat di bibir tipisnya dikala ia melihat dua pasang pasturi sedang bermanja-manja di sebuah taman kota. Jika kejadian naas itu tidak terjadi mungkin sekarang ia juga seperti wanita itu, berbahagia, bercanda tawa dengan kekasih halalnya. Melihat mereka rasanya ia kembali mengingat saat-saat terakhir bersama ... Dia. Tak perlu membuat nama mengenang saja hatinya sudah bagai ditikam sembilu. Ada rasa menyesal dalam hatinya, jika saja dulu ia tau akan berakhir seperti itu ia tidak akan membuang waktu, ia akan dengan suka rela menghabiskan waktu bersama suaminya saat baru sampai di Bali. Tapi apa? Dia malah sibuk dengan ponselnya, malah mengajak Dia melihat pemandangan, padahal ia tau mereka baru saja sampai di hotel. Kenangan itu menjadi buah penyesalan baginya. .... “Kau tidak ingin pulang? Ini sudah senja Nana.” Wanita itu tersentak saat mendengar te
Pagi-pagi sekali Nana sudah siap dengan pakaian kerjanya. Sepertinya dia memang pantas dibilang cantik jika berpenampilan rapi meskipun memakai pakaian kantor, tapi karisma yang dipancarkan sangat menarik perhatian kaum Adam. Meskipun bajunya tidak terlalu sempit, tidak juga terlalu longgar, tapi ia semakin terlihat seksi dengan penampilannya.“Sepertinya kau lebih pantas menjadi model,” ucap intan tiba-tiba.“Terima kasih pujiannya pagi ini, nona.” Nana tersenyum mendengar pujian itu.Intan mengerutkan keningnya, sepertinya ada yang berbeda dari wanita di depannya ini.“Sepertinya pagi ini lebih baik, karena sudah diawali dengan senyum manis seorang Nana.” Goda intan yang membuat Nana tersipu malu.“Bukankah kamu yang bilang tadi malam? Mari kita mulai kehidupan ini dengan yang baru,” ucap Nana tersenyum lembut.“Kau benar!”Setelah itu mobil yang mereka pesan akhirnya d
Kesal, itulah yang dirasakan dua wanita dalam satu ruangan itu, mungkin? Mungkin yang satu masih marah dengan masalah kemarin, karena insiden intan yang meninggalkan Nana di kantor, benar-benar membuat mood Nana memburuk, ditambah lagi sesi perkenalan yang berujung memalukan kemarin, astaga!! Ingin rasanya Nana mengurungkan diri dikamar agar tak bertemu lagi dengan tetangga barunya itu.Pertemuan pertama yang seharusnya terlihat baik tapi kenapa malah berubah sangat memalukan? Saat pertama kali pria itu memanggilnya ia sudah dengan percaya diri untuk beramah-tamah, tapi siapa sangka ... Memalukan!Flashback....Nana berpamitan dengan ibu Nurmala untuk kembali kerumahnya, karena baru saja kembali dari kantor ia merasa tubuhnya sakit sekali, sepertinya dirinya butuh istirahat yang cukup untuk menghadapi hari esok.Baru juga berjalan beberapa langkah, suara seseorang memanggil dirinya membuat ia berhenti lalu berbalik dengan senyum terbaik.
Suara memercik air mulai terdengar disambut dengan Suara senandung kecil dari sang pemilik tubuh yang sedang berada didalam kamar mandi kecil itu. Tak berapa lama Nana keluar dengan wajah yang terlihat lebih segar. Rasa lelahnya bekerja seharian rasanya sudah hilang saat melihat kasur yang begitu empuk dimatanya sekarang.“Capeknya ... Mending aku tidur lebih awal sekarang,” ucap gadis itu pada dirinya sendiri.Saat dirinya baru saja merebahkan tubuhnya, suara ketukan pintu terdengar membuat ia kembali mengumpat kesal. Ia melangkah dengan malas membukakan pintu, rasa ingin marah-marah saja dirinya hari ini, mungkin efek dari datang bulan, Pikirnya.“Ada apa lagi?” tanya Nana dengan tampang malasnya. Sedangkan intan sudah berdiri diluar kamar dengan wajah tak bersalah.“Cari makan yuk, Na? Bosan di rumah terus,” ajaknya.“lagi malas, Tan. Besok aja ya, kan libur.”Intan menggeleng cepat, &
Matahari sudah menampakkan dirinya begitu tinggi, tapi sama sekali tak mengusik tidur nyenyak seorang wanita yang masih meringkuk manja didalam selimut tebal yang membukus tubuh mungilnya. Sepertinya tidurnya sangat nyenyak sampai ia tak menyadari jika ini sudah lewat dari kebiasaannya.Nana mulai menggeliat saat merasa tubuhnya terguncang oleh seseorang. Intan menggeleng-geleng melihat Nana yang menguap dengan lebar, seolah mengatakan wanita itu masih mengantuk, tapi matanya malah tidak terbuka sedikit pun.“Nana, bangun!” Panggil intan sedikit keras.“Ehmm ... Apa, Tan?” Ucapnya serak, khas seorang baru bangun tidur.“Ih ... Ini sudah jam sembilan, Na. Kamu gak mau serapan?” Emang masih bisa dikatakan serapan ya? Pikir Intan, ya sudahlah, terserah dirinya mau ngucapin apa.“Nanti aja,” balasnya malas.“Kebo banget sih, kalo tidur.” Sekali lagi intan Mencoba menarik tangan Nana sup
Melihat dengan jeli setiap angka dilayar komentar benar-benar membuat ia kelelahan. Menjadi staf administrasi benar-benar menyiksa bagi Nana, meskipun bakatnya disana tapi suatu hari juga bisa buat dirinya jenuh.Ingin rasanya berhenti, tapi setelah itu ia mau kerja apa? Dapat bekerja dengan posisi seperti ini dirinya sudah sangat bersyukur. Jangan sampai karena tak bisa hidup sendiri lagi, keluarganya datang memaksanya pulang ke Jakarta, ia tidak mau itu terjadi.Mungkin ia hanya berhenti bekerja saat dirinya menikah nanti, setelah itu ia hanya perlu bersantai di rumah, tak perlu bekerja lagi. Dirinya hanya perlu menyambut dengan senyum manis suaminya saat pulang dari bekerja.Nana menggeleng geli dengan pikiran gilanya, bagaimana ia bisa berpikir begitu jauh. Untuk membuka hatinya rasanya sangat sulit, lalu bagaimana ia bisa mendapatkan suami?Kejadian dua hari lalu membuat dirinya menyadari, sikapnya mulai berubah.. Tapi ia pikir itu tidaklah benar! Na
Malam belum begitu larut, jam masih menunjukkan pukul delapan malam. Merasa bosan sendirian, Nana keluar dari rumahnya. Seperti biasa ia duduk di teras sendirian untuk melihat bintang-bintang dengan ditemani secangkir kopi. Merasa ada sesuatu yang memperhatikan, ia menoleh ke samping rumah tangganya. Ahh ... Ternyata ia tidak sendiri, ada Adrian yang juga di teras rumahnya. Nana yakin pasti pria itu melihatnya tadi, tapi saat dirinya menoleh Adri langsung membuang pandangannya. “Malam,” sapa Nana . Hanya untuk basa-basi saja. Adri tak menjawab, ia hanya menoleh sebentar setelah itu kembali memalingkan wajahnya. “Sombong!” batin Nana. Ia tidak peduli lagi, baginya bintang-bintang yang bersifat itu lebih menarik untuk dilihat dari pada mengurus sang tetangga sombongnya. Namanya mengotak-atik ponselnya sebentar. Lagu rindu serindu rindunya mengalun indah dari ponselnya. Dengan begini ia berasa benar-benar menghayati hidupnya,