Haha.Hahaha.Landy berteriak keras, "Seseorang, cepat datang!"Wenny mengangkat kepalanya. Tatapan jernihnya menatap langsung ke wajah Landy, lalu dia tersenyum tipis."Wenny, kenapa kamu tersenyum? Kamu baru saja membunuh suamiku, tapi kamu masih bisa tersenyum?" Landy merasa senyuman Wenny terlihat sangat aneh.Wenny menatap ke arah Landy. "Kamu yakin suamimu sudah mati?"Landy tertegun. "Wenny, apa maksudmu? Suamiku sudah nggak bernapas. Tentu saja dia sudah mati."Wenny berkata pelan, "Kalau begitu, coba cek sekali lagi apakah dia benar-benar nggak bernapas."Landy agak ragu, tetapi tetap meletakkan jarinya di bawah hidung Andy. Udara di sana dingin, tanpa ada embusan napas. Dia benar-benar sudah tidak bernyawa.Landy baru saja hendak menarik tangannya kembali dan memaki Wenny karena mengada-ada. Namun pada saat itu, Andy tiba-tiba membuka matanya.Landy menjerit kencang, "Aaaargh!"Pada saat ini, Andy langsung mengulurkan tangan dan mencengkeram pergelangan tangan Landy.Seseoran
Bu Jena tetap bersikeras agar Wenny yang mengobati Andy.Wajah Landy langsung menegang. "Bu, apakah kamu sudah benar-benar memikirkan ini? Kita nggak bisa menyerahkan Andy ke tangan Wenny. Gimana kalau ...."Wenny menyunggingkan bibir tipisnya. Dia menatap Landy sambil bertanya, "Kenapa kamu begitu takut aku mengobatinya? Kalau kamu terus bersikeras menolak, aku benar-benar curiga kalau kamu menyimpan rahasia besar yang nggak mau diketahui orang lain."Tatapan Bu Jena kembali beralih ke Landy. "Aku sudah memutuskan. Landy, mundurlah."Perintah itu datang langsung dari Bu Jena.Walau dalam hatinya sangat enggan, Landy tak punya pilihan lain sekarang. Kalau dia bicara lebih jauh, Bu Jena pasti akan makin curiga. Itu sama saja dengan membongkar dirinya sendiri.Akhirnya, Landy pun mundur.Wenny lalu berjalan mendekat. Dia menatap Andy yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Sebenarnya, satu-satunya kesan yang dimilikinya tentang Andy adalah dia seorang ayah yang baik. Selama hidupnya
Jari-jari Wenny yang ramping dan pucat sempat mengepal, lalu dia perlahan melepaskannya. "Oke, aku akan menyelamatkan Andy."Bu Jena langsung berseri-seri karena sangat senang. Baru saja dia mengira Wenny tidak akan mau membantu, tetapi ternyata Wenny menyetujuinya."Bagus sekali, Wenny. Aku akan suruh orang siapkan mobil. Kita langsung ke rumah sakit sekarang!"Sebenarnya, Wenny memang tidak berniat menyelamatkan Andy. Namun, kali ini dia harus melakukannya. Sebab dalam kasus Andy, ada sesuatu yang tidak beres.Wenny punya firasat kuat bahwa ada rahasia kelam di antara Andy dan Landy. Itu adalah sesuatu yang ingin disembunyikan selamanya.Hanya dengan menyelamatkan Andy dan membuatnya sadar kembali, Wenny baru bisa tahu apa rahasia itu sebenarnya.Setiap orang di rumah lama Keluarga Cladia menyimpan niat dan kepentingan sendiri. Dia harus mengungkap satu per satu karakter asli mereka dengan kemampuannya sendiri.....Wenny dan Bu Jena akhirnya sampai di rumah sakit. Landy selama ini t
Wenny masih berada di rumah lama Keluarga Cladia untuk meneliti dan meracik penawar racun. Saat itu, pintu terbuka dan seorang pembantu masuk ke dalam. "Wenny, Nyonya Jena memanggilmu."Bu Jena mencarinya?Wenny bahkan tidak mengangkat kepala. Dia hanya menjawab dengan nada datar, "Aku nggak mau ke sana."Pembantu itu tertegun. "Kenapa? Wenny, nyalimu besar banget. Nyonya Jena menyuruhmu ke sana, tapi kamu malah menolak. Sikapmu ini keterlaluan dan nggak sopan!"Wenny mengejek dengan tawa dingin. Bahkan, pembantu di rumah ini pun berani bicara seperti itu padanya. Itu cukup menunjukkan seberapa rendah Keluarga Cladia memandang dirinya."Kalian sebaiknya paham satu hal. Aku datang ke sini untuk meneliti penawar racun. Kalian yang memintaku datang, bukan aku yang memohon untuk masuk ke sini. Jadi kalau Nyonya Jena ada perlu, suruh dia sendiri yang datang. Pokoknya, aku nggak akan ke sana.""Kamu!"Melihat sikap Wenny yang begitu keras dan dingin, pembantu itu hanya bisa mendengus kesal d
"Pak Andreas, kamu sudah bawa Vincent kemari sesuai perintahmu."Andreas berjalan ke sisi mobil. Dia melihat Vincent yang berada di dalam. Saat ini, Vincent tergeletak lemas di kursi. Sekujur tubuhnya dipenuhi darah.Sejak awal, luka tusukan di perutnya sudah membuat darah terus mengalir. Barusan, jantungnya juga ditusuk. Darah kini telah membasahi seluruh pakaiannya.Wajah Vincent pucat seputih kertas dan pandangannya mulai memburam. Saat dia melihat Andreas, dia berkata dengan lemah, "Ternyata kamu?"Andreas tertawa dingin. "Benar, ini aku. Vincent, jangan salahkan aku. Kamu yang cari masalah sendiri. Padahal, kamu ini bukan siapa-siapa. Kamu nggak pantas untuk Yuvi. Yuvi cuma bisa menjadi milikku!"Vincent mengejek dengan suara lemah, "Yuvi ... nggak akan ... menyukaimu."Tatapan Andreas menjadi dingin dan sinis ketika menimpali, "Bukannya Yuvi cuma suka wajahmu? Kalau wajahmu rusak dan jadi mengerikan, apa dia masih akan menyukaimu?"Saat itu, seorang pengawal berbaju hitam melangk
Yuvi tertegun. Dia bisa-bisanya ada di depan pintu rumahnya?Kenapa dia masih datang?"Vincent, kamu pergilah. Kamu sekarang sudah nikah. Kamu sudah punya istri. Aku nggak mau terlibat dengan pria yang sudah beristri. Itu adalah batas prinsipku.""Yuvi, soal pernikahan itu nggak seperti yang kamu bayangkan."Bulu mata Yuvi sedikit bergetar. Apa maksudnya? Tidak seperti yang dia bayangkan? Lantas, sebenarnya seperti apa?"Yuvi, tolong kasih aku satu kesempatan. Biarkan aku menjelaskan semuanya padamu dengan baik. Kasih kita satu kesempatan lagi ya?" Suara Vincent terdengar memohon, lembut dan tulus.Jari-jari Yuvi yang putih ramping mencengkeram ponselnya dengan erat. Terus terang, hatinya sempat tergoyah. Apa benar ada alasan lain di balik pernikahan Vincent dengan Melisa?Sampai sekarang pun Yuvi tidak mengerti kenapa Vincent bisa tiba-tiba menikah dengan Melisa.Jauh di lubuk hatinya, Yuvi masih sangat menyukai Vincent. Sambil memegang ponsel erat-erat, dia menjawab pelan, "Baiklah,