Yuvi dan Ariana sama-sama perempuan. Itu sebabnya, setelah Victor mengantar mereka masuk kamar, dia langsung keluar dulu dengan sadar diri.Yuvi bantu Ariana merapikan piamanya, lalu berkata lembut, "Masuklah."Victor pun melangkah kembali ke dalam kamar.Ariana bertanya riang, "Mama angkat, malam ini Papa Angkat tidur bareng kita, 'kan?"Yuvi menggeleng. "Tentu saja nggak."Ariana bertanya dengan polos, "Kenapa?"Yuvi mengecup pipi mungil Ariana. "Soalnya Ariana itu anak perempuan. Anak perempuan nggak boleh tidur bareng laki-laki mana pun selain papanya. Itu rahasia kecil kita sebagai perempuan ya."Ariana mengangguk seolah-olah mengerti, "Mama juga bilang begitu padaku."Yuvi lalu menyerahkan sebuah buku dongeng pada Victor. "Aku mau mandi dulu. Kamu bacakan cerita untuk Ariana."Victor menerima buku dongeng itu. "Oke, serahkan padaku."Yuvi berjalan menuju kamar mandi. Saat menoleh, dia melihat Ariana sudah berbaring manis di ranjang, sementara Victor bersandar di kepala ranjang da
Ariana merasa sangat gembira. "Boleh begitu?"Yuvi membalas, "Tentu saja. Apa jangan-jangan Ariana nggak mau tidur sama Mama Angkat?"Ariana mengangguk. "Mau."Wenny berujar sambil tersenyum, "Yuvi, sepertinya bakal repot deh kalau Ariana ikut denganmu?"Yuvi menjawab, "Wenny, nggak repot kok. Dulu, Ariana juga sering tidur bareng aku.""Dulu ya dulu, sekarang kondisinya sudah berbeda. Sekarang, kamu sudah jadian sama Pak Victor. Aku nggak tahu Pak Victor bakal merasa keberatan atau nggak." Wenny pun melirik ke arah Victor.Victor menyunggingkan senyuman. "Aku nggak keberatan. Aku juga sangat menyukai Ariana."Ariana langsung menepuk tangan kecilnya, "Kalau begitu, malam ini Ariana bisa tidur bareng Mama Angkat!"Wenny tidak tega mematahkan semangat putrinya. Dia membalas sambil tersenyum, "Yuvi, kalau begitu aku titipkan Ariana padamu ya. Aku pulang dulu.""Ariana, pamit dulu sama Mama.""Sampai jumpa, Mama."Wenny pun pergi. Yuvi menggendong Ariana naik ke mobil mewah Victor.Victor
Victor mengusap kepala kecil Ariana. "Ariana, makasih atas pujiannya."Wenny berujar sambil tersenyum, "Ariana, ayo kita duduk.""Um, oke."Wenny dan Ariana duduk di satu sisi, sementara Yuvi dan Victor duduk di sisi lain. Pelayan mulai menyajikan hidangan.Yuvi bertanya, "Wenny, gimana keadaan Kak Hendro?"Wenny tidak ingin Yuvi terlalu khawatir. Dia tahu Yuvi dan Victor baru saja menjalin hubungan kembali dan sekarang sedang dalam masa penuh cinta. "Yuvi, jangan khawatir. Urusan Hendro bisa diselesaikan sebentar lagi."Yuvi mengangguk. "Kalau begitu, baguslah."Victor menambahkan, "Nona Wenny, kalau ada sesuatu yang bisa kubantu untuk urusan Pak Hendro, silakan beri tahu aku."Wenny menatap ke arah Victor. Anak muda miskin dulu kini telah menjadi bintang baru di dunia bisnis. Bersanding dengan Yuvi si anak orang kaya yang tumbuh penuh kasih, keduanya benar-benar pasangan serasi. Cinta yang bertemu dalam posisi seimbang memang selalu terlihat paling sempurna, tanpa pengecualian.Wenny
Yuvi mengulurkan tangan untuk meraih tangan Victor. "Kamu nggak apa-apa?"Victor menggeleng. "Kalimat itu seharusnya aku yang tanyakan padamu. Wesley nggak bilang sesuatu yang menyakitimu, 'kan? Sebelumnya, aku memang nggak tahu kalau Wesley dan Jessica pernah menyulitkanmu. Tenang saja. Mulai sekarang, aku nggak akan membiarkan siapa pun menindasmu lagi."Hati Yuvi terasa hangat. Victor selalu memanjakannya, menyayanginya, dan mencintainya. "Wesley nggak bilang apa-apa. Hanya saja, aku nggak mau melihat kalian bertengkar karenaku. Aku tahu Wesley benar-benar tulus padamu. Kalian sudah berteman selama bertahun-tahun."Victor tersenyum tipis dan menenangkannya, "Tenang saja, aku dan Wesley nggak akan sampai putus hubungan. Aku cuma mau dia tahu, kamu adalah milikku. Nggak ada yang boleh menindasmu."Yuvi sangat terharu. Tiba-tiba, dia teringat sesuatu. "Oh ya. Victor, hari ini Wesley membahas sesuatu yang aneh banget. Aku nggak mengerti maksudnya. Dia bilang aku mengkhianatimu dan jadia
Setelah selesai makan, Victor harus kembali rapat. Dia memang sangat sibuk.Yuvi berkata, "Cepatlah pergi. Aku akan mengerjakan desain di sini."Victor menatapnya. "Kali ini saat kembali, aku nggak mungkin nggak menemukanmu lagi, 'kan? Kamu nggak akan pergi lagi, 'kan?"Yuvi mengecupnya. "Tenang saja, aku akan tetap di sini dan nggak akan pergi ke mana pun.""Itu kata-katamu sendiri ya. Saat kembali, aku harus melihatmu di sini.""Tenang saja."Setelah mendapat kepastian darinya, Victor baru berbalik pergi.Yuvi duduk di kursi dan mulai menggambar desain. Saat itu, seseorang berjalan masuk. Yuvi mendongak dan berucap sambil tersenyum, "Victor, kenapa kamu ...."Namun, kalimatnya terhenti. Sebab, yang masuk bukan Victor, melainkan Wesley.Yuvi terkejut. "Wesley, ternyata kamu."Wesley berjalan masuk. "Nona Yuvi, kalau bukan aku, kamu kira siapa? Jangan-jangan, kamu kira Victor?"Yuvi tahu bahwa Wesley punya sikap yang sangat tidak ramah padanya. "Victor lagi rapat. Apa kamu mencarinya?"
Melihat senyum manis dan sorot mata Yuvi yang berkilau, Victor merasa bahkan jika semua itu hanyalah kebohongan, dia pun rela menerimanya dengan senang hati.Victor menunduk dan mencium Yuvi.Yuvi melingkarkan tangannya di lehernya dan membalas ciuman itu dengan penuh semangat.Begitu ciuman dalam itu berakhir, wajah mungil Yuvi sebesar telapak tangan sudah merona merah. Dia menatap Victor. "Aku harus kembali ke studioku. Hari ini, aku harus menyelesaikan satu batch gambar desain busana."Victor tahu bahwa sekarang Yuvi adalah desainer busana terkenal. Dia mengelus lembut wajah kecilnya. "Aku nggak mau mengantarmu pulang. Bekerjalah di kantorku."Victor hanya ingin bersamanya.Yuvi merasa hubungan mereka kembali seperti masa awal jatuh cinta, bahkan dia lumayan menyukai caranya yang selalu menempel padanya."Tapi ...."Victor tidak memberinya kesempatan menolak. Dia membuka pintu mobil, lalu berjalan ke sisi kursi penumpang. Setelah membuka pintu, dia membungkuk dan langsung mengangkat