Home / Romansa / Cinta di Balik Palu Hukum / Bab 4: Pertemuan yang Mengguncang

Share

Bab 4: Pertemuan yang Mengguncang

Author: Sania Larisa
last update Last Updated: 2025-07-26 22:02:11

Gedung tahanan sementara di lantai dua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terlihat sepi pagi itu. Petugas hanya lalu-lalang tanpa banyak bicara. Di sebuah ruangan bermeja kecil dan dua kursi saling berhadapan, Raisa duduk gelisah. Tangannya memainkan ujung pulpen, sesekali melirik pintu besi di depannya.

Pukul 10.59.

Pesan dari Revan kemarin masih ada di layar ponsel: “Aku ingin bicara. Empat mata. Besok, jam 11. Aku akan ungkap semuanya.”

Pintu akhirnya terbuka. Dua petugas masuk, mengantar Revan yang masih diborgol. Tapi kali ini, ia mengenakan kaus lengan panjang berwarna gelap. Wajahnya tetap tenang. Bahkan terlalu tenang untuk seorang tersangka pembunuhan.

Petugas keluar, menutup pintu.

Suasana hening.

“Terima kasih sudah datang,” ucap Revan membuka percakapan.

“Aku ingin tahu kenapa kamu bilang kenal ayahku,” Raisa langsung menusuk inti.

Revan menatapnya lekat. “Ayahmu orang baik. Dia hakim jujur. Tapi terlalu lurus… untuk dunia sekotor ini.”

“Jangan main teka-teki.”

Revan menyandarkan punggungnya ke kursi. “Ayahmu dulu hampir membongkar jaringan korupsi senjata militer. Letkol Satrio adalah salah satu penghubung utama. Tapi bukan dia tokoh utamanya. Orang-orang di atasnya... ada di parlemen, bahkan kejaksaan.”

Raisa mencengkeram pena di tangannya. “Kamu bilang kamu bukan pembunuh. Tapi bukti-bukti menujumu.”

“Bukti bisa direkayasa. Kamu jaksa, kamu tahu itu.”

Mereka saling tatap. Revan lalu melanjutkan.

“Aku memang ada di lokasi malam itu. Tapi bukan untuk membunuh. Satrio menghubungiku. Dia tahu waktunya tidak lama. Dia ingin menyerahkan sesuatu—dokumen, rekaman, data penting. Tapi saat aku sampai... dia sudah tergeletak.”

Raisa menelan ludah. “Kenapa kamu tidak kabur?”

“Karena kalau aku kabur, aku akan jadi buronan selamanya. Tapi kalau aku ditahan, aku masih punya kesempatan bicara. Termasuk dengan kamu.”

“Kenapa aku?”

Revan menatap tajam. “Karena kamu satu-satunya orang yang mungkin masih punya hati nurani. Karena kamu anak Bismar Mahendra. Dan karena aku tahu kamu tidak akan diam melihat orang lain mati seperti ayahmu.”

Ucapan itu membuat Raisa terdiam cukup lama. Emosinya campur aduk. Antara percaya dan ragu. Tapi satu hal pasti—semakin banyak ia menggali, semakin masuk ia ke dalam kubangan kotor yang tak bisa disentuh hukum biasa.

“Apa bukti kamu tidak bersalah?”

Revan menarik napas panjang. “Ada seseorang yang memegang rekaman dari malam kejadian. Dia salah satu mantan pasukan elit yang pernah bekerja di bawah Satrio. Namanya Rangga. Tapi dia sedang dalam pelarian. Aku tidak tahu pasti di mana dia, tapi satu-satunya yang bisa mencarinya… kamu.”

Raisa mengerutkan kening. “Kenapa bukan kamu?”

Revan tersenyum miris. “Karena aku di sini, di balik jeruji. Dan karena hanya kamu yang bisa mengakses arsip militer tertentu. Cari dokumen operasi ‘Burung Hitam’. Semua berawal dari sana.”

Raisa mencatat nama itu diam-diam di ponselnya.

Mereka berbicara lebih lama dari yang diperbolehkan, sampai petugas mengetuk pintu dan memanggil. Sebelum berpisah, Revan berkata, “Kamu akan mulai melihat wajah asli banyak orang, Raisa. Tapi hati-hati. Kebenaran itu berbahaya. Kadang lebih mematikan dari peluru.”

Sore harinya, Raisa menyelinap ke ruang arsip bawah tanah. Ia menggunakan kartu akses milik staf senior yang dipinjam secara diam-diam. Arsip militer tidak biasa ada di kejaksaan, tapi karena beberapa kasus berkaitan dengan hukum pidana, kadang dokumen tertentu masuk sebagai rujukan.

Ia mencari kata kunci: "Burung Hitam".

Dan benar saja, setelah hampir satu jam, ia menemukan sebuah map lusuh dengan stempel merah: Operasi Rahasia – TNI AD 2013.

Isi di dalamnya membuatnya nyaris menjatuhkan dokumen.

Operasi “Burung Hitam” ternyata bukan operasi biasa. Ini adalah aksi rahasia yang melibatkan distribusi senjata ke negara konflik secara ilegal, dengan dalih bantuan kemanusiaan. Dalam daftar personel, terdapat nama-nama yang dikenal publik—termasuk anggota DPR, pengusaha, dan yang mengejutkan…

Letkol Satrio Wibowo sebagai kepala pengamanan distribusi.

Kol. Wahyudi sebagai pengendali logistik.

CV Garda Pratama sebagai mitra pengiriman.

Dan satu catatan tambahan:

Pengawasan internal oleh: Hakim Bismar Mahendra (atas permintaan pribadi).

Dada Raisa seperti diremas. Ayahnya ternyata terlibat sebagai pengawas diam-diam. Tak heran ia dibunuh. Ia tahu terlalu banyak.

Raisa hampir menangis. Tapi ia sadar—menangis tidak akan mengubah apa pun. Ia harus mengambil langkah selanjutnya.

Di kejauhan, dari dalam mobil hitam dengan kaca film gelap, seseorang mengamati setiap gerakan Raisa dari kamera pengawas internal. Lelaki itu berbicara lewat headset.

“Dia sudah mulai membuka jalur. Sudah saatnya aktifkan langkah kedua. Kita tidak bisa biarkan dia menyentuh Rangga.”

Suara di seberang berkata tenang. “Biarkan dia mendekat. Semakin dekat dia, semakin mudah kita jatuhkan.”

Malamnya, Raisa duduk di apartemennya dengan laptop terbuka dan dokumen berserakan. Ia mencocokkan data, nama, waktu, dan transaksi keuangan. Peta besar mulai terbentuk di pikirannya.

Ia sadar… Revan benar.

Satu-satunya jalan keluar dari semua ini… adalah masuk lebih dalam. Mengungkap semuanya. Bahkan jika harus bekerja sama diam-diam dengan tersangka yang ia dakwa di ruang sidang.

Dan di balik semuanya, entah sejak kapan, ada satu perasaan yang mulai tumbuh.

Bukan hanya tentang percaya. Tapi tentang keterikatan aneh… antara dua orang yang sama-sama kehilangan orang yang mereka cintai karena sistem yang busuk.

Raisa menyadari nama-nama dan informasi dalam dokumen tersebut, ia berujar,

"apa ini..?""

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 8 : Api di Balik Sidang

    Gedung Kejaksaan Agung sore itu penuh dengan lalu-lalang orang. Para jaksa, staf, dan aparat keamanan mondar-mandir dengan wajah serius. Di ruang utama, persiapan sidang etik luar biasa sudah hampir rampung. Nama-nama besar dipanggil, berkas-berkas ditata, dan suasana tegang terasa hingga ke lorong-lorong panjang.Raisa berdiri di depan cermin toilet wanita, merapikan jas hitamnya. Wajahnya pucat, tapi matanya tajam. Hari ini bukan hanya soal karier. Hari ini adalah soal hidup dan mati—bagi Revan, bagi Rangga, bahkan bagi dirinya sendiri.Ponselnya bergetar. Pesan masuk dari Tama.> “Data cadangan sudah aman. Kalau kamu tidak keluar dari sidang ini, aku akan lepaskan semuanya ke publik.”– T.Raisa tersenyum tipis. Itu satu-satunya jaring pengaman yang membuatnya berani melangkah.Ketika sidang dimulai, ruang itu penuh sesak. Beberapa kursi diisi jaksa senior, di antaranya Bu Suryani yang duduk tegak dengan wajah serius. Di sisi lain, ada pejabat pengawas internal, pengacara internal,

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 7: Rencana di Atas Meja Gelap

    Langit Jakarta mendung pagi itu. Di balik kaca ruang kejaksaan, Raisa menatap langit dengan kepala penuh strategi. Ia tidak hanya akan mengungkap kebenaran, tapi menjatuhkan sistem kotor yang telah merenggut ayahnya—dan kini mencoba menghancurkan Revan. Tapi ia tahu, langkah selanjutnya harus sangat hati-hati. Tak bisa langsung membawa semua bukti ke pengadilan. Terlalu besar. Terlalu berbahaya. Raisa memerlukan sekutu. Bukan dari kejaksaan, bukan dari lembaga hukum resmi—melainkan dari seseorang yang masih punya nurani, meski berdiri di batas antara legal dan ilegal. Ia membuka ponselnya dan mengetik: > “Aku butuh akses ke media. Yang independen. Yang berani.” – R. Beberapa menit kemudian, balasan datang. > “Ada satu. Namanya Tama. Mantan jurnalis investigasi. Sekarang jalankan channel independen di YT dan platform luar. Tapi dia juga target mereka.” – Rangga. Raisa minta kontak Tama. Dan siang itu, mereka bertemu diam-diam di sebuah warung kopi tua di kawasan Cikini

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 6: Kebenaran yang Membakar

    Hujan turun deras malam itu, membasahi kaca depan mobil Raisa yang melaju pelan di jalan sepi arah Puncak. Jalanan licin, lampu jalan temaram, dan kabut mulai turun menambah ketegangan suasana. Di kursi sebelahnya, ponsel menyala dengan peta yang menunjuk lokasi bertanda merah: “Villa Arga Putih – Private Meeting Point.” Itu lokasi yang dikirim Rangga siang tadi melalui email. > "Datang sendiri. Tapi jangan benar-benar sendiri. Bawa hatimu yang paling jujur. Kebenaran kadang lebih kejam dari peluru." — Rangga. Pesan itu aneh, nyaris puitis. Tapi justru terasa nyata bagi Raisa, yang saat ini sedang melangkah ke dalam jurang kebenaran yang ia cari sejak kecil. Setiap tarikan napasnya terasa berat. Tangannya menggenggam kuat setir mobil, tapi jiwanya gamang. Pukul 21.18. Raisa tiba di villa kecil yang sudah terlihat usang dari luar. Dinding-dindingnya dipenuhi tanaman rambat liar. Sebagian genteng tampak rusak. Tapi lampu teras menyala—tanda tempat ini masih dihuni… atau sengaja

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 5: Jejak yang Terkubur

    Raisa menghabiskan malamnya dengan membaca ulang berkas Operasi Burung Hitam, mencocokkannya dengan bukti-bukti yang ia temukan beberapa hari terakhir. Setiap nama yang tercantum di dalam dokumen itu menguak potongan-potongan masa lalu ayahnya yang selama ini disembunyikan. Kolonel Wahyudi. CV Garda Pratama. Letkol Satrio Wibowo. Dan kini… seseorang bernama Rangga—anggota pasukan elit yang disebut Revan, saksi kunci yang katanya memegang rekaman kejadian malam pembunuhan. Tapi siapa Rangga? Pagi itu, Raisa memutuskan untuk menemui seseorang yang bisa memberinya informasi tanpa terlalu banyak bicara. Ia menyamar keluar dari kantor kejaksaan sebelum waktu makan siang. Di tangan kanannya, ia membawa secarik kertas bertuliskan alamat: Blok C10, Asrama TNI Bekasi. Itu adalah alamat lama keluarga Satrio sebelum ia pensiun. Raisa tidak berharap bisa bertemu keluarganya, tapi ia berharap bisa menemukan jejak lama—siapa saja yang pernah tinggal atau bekerja dengan Satrio, termasuk

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 4: Pertemuan yang Mengguncang

    Gedung tahanan sementara di lantai dua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terlihat sepi pagi itu. Petugas hanya lalu-lalang tanpa banyak bicara. Di sebuah ruangan bermeja kecil dan dua kursi saling berhadapan, Raisa duduk gelisah. Tangannya memainkan ujung pulpen, sesekali melirik pintu besi di depannya. Pukul 10.59. Pesan dari Revan kemarin masih ada di layar ponsel: “Aku ingin bicara. Empat mata. Besok, jam 11. Aku akan ungkap semuanya.” Pintu akhirnya terbuka. Dua petugas masuk, mengantar Revan yang masih diborgol. Tapi kali ini, ia mengenakan kaus lengan panjang berwarna gelap. Wajahnya tetap tenang. Bahkan terlalu tenang untuk seorang tersangka pembunuhan. Petugas keluar, menutup pintu. Suasana hening. “Terima kasih sudah datang,” ucap Revan membuka percakapan. “Aku ingin tahu kenapa kamu bilang kenal ayahku,” Raisa langsung menusuk inti. Revan menatapnya lekat. “Ayahmu orang baik. Dia hakim jujur. Tapi terlalu lurus… untuk dunia sekotor ini.” “Jangan main teka-te

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 3: Saksi yang Menghilang

    Pagi itu, Raisa datang lebih awal ke kantor kejaksaan. Matanya sembab karena tak tidur semalaman, tapi langkahnya mantap. Flashdisk yang ia terima malam sebelumnya masih tersimpan di saku dalam jaket. Ia belum membukanya. Belum siap untuk mengetahui kebenaran yang mungkin bisa mengubah seluruh hidupnya. Di depan layar laptop, jari-jarinya sempat ragu sebelum akhirnya menyambungkan flashdisk itu ke port USB. Folder terbuka. Di dalamnya terdapat sejumlah dokumen rahasia—termasuk satu file video rekaman interogasi yang tak pernah masuk ke berkas resmi. Video itu menampilkan Letkol Satrio, korban pembunuhan, sedang berbicara dengan dua pria berseragam. Salah satunya disebut "Kolonel W". "Jangan buat saya buka suara ke media," ucap Satrio dalam video itu. "Kalau Revan tahu isi dokumen yang saya pegang, kalian semua tamat. Dia tidak sebodoh itu." Raisa menahan napas. Itu jelas sebelum Satrio tewas. Dia tahu sesuatu—dan mencoba menggunakannya sebagai alat negosiasi. Tapi hasilnya?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status