Beranda / Romansa / Cinta di Bawah Langit NYC / Bab 2: Jessica Flowers 2

Share

Bab 2: Jessica Flowers 2

Penulis: Erwingg
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-08 16:52:59

Paris menghentikan kegiatannya pagi itu. Ia mengambil replika dari gambar Jessica. Paris mengulang-ulang nama gadis itu. "Jessica Flowers, namanya Jessica. Baiklah, Jessica. Aku akan menaklukkanmu. Aku akan mendapatkanmu!" 

Nama wanita itu seindah wajahnya. Jessica seperti bunga mawar merah mekar, sangat sempurna terlahir sebagai perempuan.

Paris bertekad. Ia memilih untuk mengakhiri sesi pengambilan objek lukisan hari ini. Ia terus memikirkan Jessica. Hanya Jessica. Tatapan polos gadis itu, gerakan rambutnya, serta penampilan menawannya tak bisa dihapuskan di kepala Paris. Ia telah jatuh dalam pesona gadis baru bernama Jessica.

Paris pulang. Dia menyadari penampilannya cukup berantakan. Dia mencukur rambutnya dan melihat-lihat pakaiannya. Dia berencana mengajak Jessica berkencan karena sudah mendapatkan nomor teleponnya. 

Tidak ada jas di dalam lemarinya. Jadi, dia berniat belanja di supermarket. Debaran jantungnya tak berhenti berdetak, ia terus membayangkan Jessica tersenyum kepadanya. Paris masih menghayal saat Ibunya muncul dari balik pintu kamarnya.

"Ada apa sekarang?" 

Inggrid Mahendra, Ibunya bertanya dengan nada sarkasme. Ya, baginya Paris hanyalah Anak payah. Ketika Ankara sudah jadi pemimpin di perusahaan perbankan keluarga mereka. Paris malah jadi pelukis keliling yang tak jelas pendapatannya. 

"Lihat. Aku cuma berusaha untuk bebas. Tak mau menjadi robot ciptaan Mama dan Papa." 

Paris mengambil tasnya berencana untuk pergi lagi. Andaikan ia tak usah pulang tadi. Mungkin Ibunya tidak akan melihat dirinya yang mencoba berpenampilan rapi. Saat Paris akan melewati Ibunya, sebuah seruan menghancurkan harga dirinya.

"Mona James." 

Paris memelotot. "Tinggallah di rumah. Mama sudah mengutus gadis untuk kencanmu nanti malam. Mama tidak mau kau berhubungan dengan sembarang gadis. Kau belum dewasa, masih butuh perlindungan Mama. Bayi besar tetaplah bayi. Bagaimana pun Mama menyamakan dirimu dengan Ankara. Kau tetaplah berbeda. Sangat jauh dari Ankara," jelas Inggrid.

Paris marah. Ia benar-benar tersinggung akan ucapan Ibunya. Bayi besar? Apa sebegitu tidak berharganya dirinya sampai dikatakan bayi besar? Berada di level terburuk dari seorang Ankara Mahendra? Paris mengepalkan tangannya. 

"Aku bukan bayi besar!"

"Kalau begitu, tunjukkan. Temukan pasangan hidup seperti Ankara, temukan rumah serta pekerjaan layak. Dewasalah, jangan selalu merepotkan Mama dan Papa," tegas Inggrid. Paris bisa bekerja dengan layak namun dia lebih memilih menjadi pelukis keliling seolah dia tunawisma dari Indonesia.

"Aku merepotkan?" 

Paris sama sekali tidak merasa merepotkan siapa-siapa dalam hidupnya. Dan Ibunya bilang dia selalu merepotkan? Yang benar saja.

"Benar. Kau tak menyadarinya? Kau selalu membuat semua orang khawatir setiap hari. Sifat keras kepalamu itu. Tidak bisakah kau menjadi anak penurut seperti Ankara?" 

Inggrid bersungut-sungut. Andaikan Paris lebih penurut maka Inggrid tidak akan keras terhadapnya.

Selalu Ankara. Jika Paris membenci Ankara, bukankah itu manusiawi. Kenapa Ankara selalu sempurna di mata Ibunya? Apakah dengan memiliki pekerjaan layak dan kekasih, itu dikatakan sukses? Paris murka, mundur mengambil tasnya yang lain. Dia memasukkan beberapa pakaian lalu beranjak pergi. 

"Aku akan temukan rumah lain. Berbahagialah karena bayi besar ini sudah pergi. Tidak usah pikirkan Anak lambat kembang ini." 

Paris sangat kesal. Dia memang seharusnya sudah punya rumah. Dia tidak bisa terus berada di rumah ini.

"Paris, kau...."

Paris tidak memedulikan perkataan Ibunya. Dia sangat marah, meninggalkan Ibunya yang kesal, meninggalkan rumah tempat ia dibesarkan. Ia tidak terima dengan perlakuan Ibunya. Ankara selalu istimewa sedangkan dia selalu jadi petaka. 

Paris kabur bersama mobilnya, melajukannya sekencang-kencangnya. Kenangan demi kenangan masa kecilnya bersama Ankara terputar kembali. Saat itu mereka enam tahun, Ankara juara kelas, ia mendapat pujian dan pelukan dari Ibunya. Sementara Paris memandangi kembarnya penuh kebencian.

"Ankara, kau sungguh hebat, Sayang. Kau yang terbaik sepanjang kota Jakarta," seru Ibunya pada waktu itu. Ankara memang pandai dan Paris tidak seharusnya merasa cemburu.

"Terima kasih, Ma."

Ankara tersenyum bahagia. Mengangkat pialanya dan memperlihatkannya pada Paris yang tengah jengkel. Ankara mendekatinya dan berkata, "Kau akan mendapatkannya juga, Parro. Kau hanya perlu rajin belajar sepertiku. Hanya ikuti perintah Mama dan Papa. Kau bisa, Parro." 

Ankara menasehatinya. Memanggilnya dengan panggilan yang tak disukainya. Parro kependekan Paris Mahendra Orlando, nama yang buruk. Bahkan sangat buruk untuk seekor anjing.

Paris menyeringai. "Aku tak butuh piala semacam itu." 

Ia melangkah menjauh saudaranya dengan sombong. Paris memang tak suka belajar, dia lebih tertarik pada hal-hal yang berbau seni. Saat kecil ia tak memerdulikan pandangan orang tuanya terhadapnya sampai delapan belas tahun kemudian ia mendapat julukan bayi besar. Merepotkan! Dan tidak sesukses Ankara.

"Kau akan mengerti arti dari belajar saat kau dewasa, Parro. Buku memang menyebalkan tapi sangat berguna. Ketahuilah, kita memiliki potensi yang sama. Hanya kau tak menyadarinya."

Perkataan Ankara semasa remaja seolah masih segar di telinga Paris. Membuatnya merasa geli. Menyadari bahwa sekarang sudah 2018. Banyak hal telah berubah tapi ada beberapa yang tak berubah. Buku yang dulu menyebalkan masih saja menyebalkan untuknya. Paris meringis, Ia menghentikan Toyota miliknya di pinggir jalan. Tiba-tiba, ia kehilangan banyak ion positif. Paris berjalan masuk ke dalam minimarket yang tak jauh dari mobilnya. Paris hendak mengambil minuman di lemari pendingin saat seseorang berseru kepadanya.

"Lama tidak bertemu wahai sang Pelukis," seru seseorang.

Paris menoleh dan mendapati ada gadis idamannya di depan mata. Jessica barusaja masuk ke dalam minimarket yang sama. Paris dibuat terkesiap oleh kehadirannya. Denyut jantung lelaki itu berdetak sangat cepat. 

"Oh, ini takdir!" seru Jessica.

"Benar. Ini takdir." 

Paris merasa cukup gugup. Dia mengamati Jessica. Bibirnya masih merah seperti saat pertama kali bertemu.

"Rambutmu sudah berubah. Potongan rambut yang bagus," komentar Jessica. Paris sempat lupa kalau dia habis mencukur rambut. "Memotong rambut sesuatu hal yang rutin dilakukan pria." 

Sebenarnya Paris tidak suka mencukur rambut. Dia merapikan rambutnya hanya karena berencana mendekati Jessica.

"Apa kau bekerja di sekitar sini?" Paris menyadari bahwa Jessica muncul di mana saja. Kenapa gadis itu ada dimana-mana. Paris bertemu dengannya di Antlantic Ave pagi tadi dan sekarang di Fourt Avenue.

"Aku ke sini hanya sebuah kebetulan. Lagipula aku tidak bekerja siang. Kau akan terkejut kalau tahu aku bekerja apa," ujar Jessica. 

Paris sama sekali tidak penasaran dengan pekerjaan Jessica. Dia malah terkekeh pelan. "Aku justru tidak bekerja. Tidak usah merasa rendah seperti itu." Paris mengambil soft drink di lemari pendingin. Kehadiran Jessica membuat amarah terhadap Ibunya mereda.

"Bisa berikan ponselmu? Kurasa aku lupa ponselku." 

Paris melakukan trik murahan untuk menuliskan nomor teleponnya di ponsel Jessica. Ketika mendapatkan hp Jessica, Paris menelepon nomornya. Telepon genggam Paris jelas ada di saku celananya. 

"Maaf. Ternyata ada di kantongku," kata Paris. 

Jessica memutar bola matanya. Dia tersenyum dengan tingkah konyol Paris. "Aku akan simpan nomormu," balas Jessica. Paris merasa sangat bahagia. Dia berencana mengajak Jessica kencan namun sepertinya waktunya tidak tepat.

"Aku akan sering menelepon," kata Paris. Jessica hanya tersenyum, seakan setuju dengan kemauan Paris. Jessica membeli cat kuku, dan minuman beralkohol. Paris memerhatikannya saat wanita itu ketika Paris berhasil membayar minuman soft drink miliknya. Jessica belanja begitu banyak dan Paris tidak punya alasan terus di minimarket.

Paris menunggu di dalam mobilnya. Dia berencana membuntuti Jessica. Dia begitu terpukau akan kecantikan Jessica. Dia sangat ingin memiliki wanita itu. Setelah Jessica selesai belanja, ada dua orang kulit hitam menahan Jessica. Mereka mengobrol cukup banyak. Jessica terlihat tidak menyukai kehadiran dua orang itu. 

Paris keluar dari mobilnya. Dia ingin membantu Jessica. 

"Apa yang kalian lakukan kepadanya? Menjauh dari sana!" teriak Paris. 

Dua orang itu menoleh menatapnya. Mereka memandangi Paris dengan tatapan seakan mengejek lalu kemudian benar-benar pergi.

"Kau tidak apa-apa?" 

Paris berlari mendekati Jessica. Sebenarnya jalanan New York selalu ramai namun semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Kota ini adalah kota yang selalu hidup--kota bisnis. Tidak ada waktu untuk sekadar menolong sesama. 

"Mereka meminta beberapa uang," jelas Jessica menghela napas. Paris ingat wanita itu bilang tidak punya uang waktu dia menggambarnya. Jessica mungkin kehilangan banyak uang. 

"Apa kau mengenal mereka?" tanya Paris. Jessica menggeleng.

"Aku akan antar kau pulang." 

Jessica tidak menolak saat Paris menarik tangannya menuju Toyota miliknya. Paris melajukan mobilnya saat Jessica sudah menyebutkan alamatnya. Jessica tidak banyak bicara saat berada di dalam mobil. Jadi, Paris menyalakan lagu latin milik Maluma berjudul Felices los 4. 

"Maaf mungkin aku tidak sopan menanyakan ini--, apa kau sudah punya kekasih? seperti apa tipe pria idamanmu?" 

Paris membuang segala rasa malunya. Dia akhirnya bisa menanyakan itu ke Jessica secara langsung. "Aku tidak punya pacar," jawab Jessica santai.

Paris cukup terkejut. Jessica punya paras cantik. Setiap laki-laki tidak akan mengabaikan wanita secantik dia. Apalagi dadanya--lumayan. Itu hanya insiden tak disengaja,sebelumnya Paris melihatnya tepat di depan matanya. "Jadi aku boleh mendekati?" Paris menatap penuh harap.

"Tentu saja." 

Untuk kedua kalinya Jessica memandangi Paris begitu lama. Mata biru itu seakan bertautan dengan mata hitam Paris. Ada obrolan di mata biru itu. Seakan-akan ada rasa lama yang tersampaikan, tapi sepertinya bukan rasa lama sebab Paris baru pertama kali bertemu Jessica. Paris mendekatkan bibirnya dengan bibir Jessica. 

Dia nyaris mencium cewek itu sebelum akhirnya Jessica berseru, "Apartemenku ada di sana." Jessica apartemennya. 

Paris tergelak pelan atas apa yang tadi ingin ia lakukan. Jessica pun tertawa kecil. Dia turun sembari memandangi Paris lewat sebuah seringaian. Mereka berdua seperti menemukan sebuah kecocokan sebagai pasangan kekasih. Paris menyaksikan Jessica masuk ke gedung apartemennya. Paling tidak, Paris sudah tahu apartemen milik Jessica.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta di Bawah Langit NYC   Bab 100: Happy

    ***Menjadi bagian dari Mahendra Orlando merupakan hal paling menyenangkan bagi Grace. Selain mendapatkan kebahagiaan berupa harta berlimpah, ia pun mendapatkan suami dan putra tampan yang selalu mewarnai hari-hari Grace. Membuatnya merasa hidupnya sangat menakjubkan.Wanita itu sangat bangga karena putranya tumbuh dengan sangat baik, sesuai dengan yang ia harapkan. Earth bukanlah anak nakal, dan itu selalu membuat Grace tersenyum. Earth adalah Ankara kedua, seperti salinan. Versi yang sama dengan Ankara.Bagi Earth, jika ia menyenangkan orang tuanya. Itu sudah menyenangkan hatinya juga. Sifatnya itu membuat orang sekelilingnya menyukai pribadi anak itu. Meskipun usianya masih muda, Earth sudah perhatian kepada semua orang terutama ibunya.Waktu berlalu begitu cepat. Sekarang Earth berusia lima tahun. Dia tumbuh menjadi anak baik yang disayangi banyak orang. Tak tanggung-tanggung, kakek neneknya mera

  • Cinta di Bawah Langit NYC   Bab 99: Travis-Ester

    ***Saat Paris menyadari Travis dan Ester merupakan dua orang yang pernah saling mencintai. Dia memberikan kode kepada Jessica untuk mengalihkan pembicaraan. Mereka berusaha tidak mengungkit soal hubungan percintaan. Mereka membahas hal lain.Sebab mereka tahu Ester sedang menjomblo sedangkan Travis mungkin saja memiliki pujaan hati bernama Chloe? Bukankah Travis terakhir kali dekat dengan wanita itu? Paris berpikir bahwa tidak adil bagi Ester ketika mereka membahas soal hubungan cinta."Liliana juga sangat lucu. Aku tidak terlalu suka anak-anak. Akan tetapi kadang-kadang aku merasa bangga melihat mereka. Jujur saja, anak-anak cukup memberikan kebahagian. Apalagi bayi mungil seperti Liliana."Setelah lama mengobrol, Travis mendadak membahas soal anak. Ester berusaha untuk tidak peduli. Sejak tadi, ia tidak pernah melirik ke arah Travis. Dia fokus memandangi Jessica dan Paris. Sebetulnya lebih sering

  • Cinta di Bawah Langit NYC   Bab 98: Liliana

    ***Sembilan bulan berlalu terasa begitu cepat. Seolah sembilan bulan itu hanyalah sembilan hari. Jessica melahirkan anak pertamanya bersama Paris. Anak itu berjenis kelamin perempuan. Mereka menamainya dengan Liliana Mahendra Orlando.Kehadiran Liliana melengkapi kebahagiaan Paris dan Jessica. Rumah tangga dua orang itu menjadi begitu harmonis. Mereka merawat Liliana dengan baik. Mereka kompak menjaga bayi cantik itu. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk mengeluh karena kehadiran bayi itu.Liliana adalah segala yang diinginkan Paris dan istrinya. Anak itu sumber kebahagiaan terbesar mereka. Kebahagiaan yang selalu mereka damba-dambakan. Mereka memutuskan untuk tidak menyewa perawat. Bukan karena mereka tidak mampu. Mereka jelas memiliki banyak uang.Hanya saja, Jessica mau mengabdikan dirinya untuk merawat Liliana dengan tangannya sendiri. Kasih sayang orang tuanya yang sempat didapatkan Jessica, hanya sampai ia remaja. Jessica

  • Cinta di Bawah Langit NYC   Bab 97: Malam bergairah

    ***Hari ulang tahun Grace merupakan hari yang paling membahagiakan untuk wanita itu. Kebahagiaan Grace menyebar pada Ankara. Melihat istrinya bahagia membuat pria itu tak berhenti menampilkan senyuman manis.Beruntung, senyuman itu hanya disaksikan Grace saja. Memang itulah yang diharapkan Grace. Dia tidak mau membagi segala hal menakjubkan dari suaminya. Ankara adalah miliknya.Grace tidak mau membagi keindahan suaminya kepada orang lain termasuk ketampanannya.Ankara berhasil memberikan kejutan kepada istrinya. Kejutan tersebut membuat Grace sangat terkesan. Sudah lama sekali ia mengharapkan liburan, dan Ankara baru menghadiahkan liburan untuknya tepat di hari ulang tahunnya.Liburan ke Prancis.Ankara mewujudkan liburan ke Prancis sesuai janjinya dahulu. Ankara pernah berjanji akan mengajak Grace liburan ke sungai Seine jika sudah sembuh dari lumpuhnya.Kini harapan itu sudah terwujud. Mereka su

  • Cinta di Bawah Langit NYC   Bab 96: Love is You

    ***Tidak hanya omong kosong semata. Paris benar-benar mengikuti saran kembarannya. Dia mengambil alih beberapa jabatan penting dalam perusahaan keluarga mereka.Keputusan Paris tersebut membuat orang tuanya sangat senang. Sudah lama sekali mereka mengharapkan Paris melakukan itu. Keputusan itu disambut baik oleh pihak keluarga.Akhirnya Paris memutuskan bergabung dengan bisnis keluarga tanpa harus dipaksa. Jessica pun tidak terlalu mempermasalahkan jika suaminya melakukan itu. Jessica sudah diterima baik oleh keluarga Paris seutuhnya, sehingga keputusan lelaki itu sejalan dengan situasi mereka."Bagaimana pekerjaannya? Aku berharap kamu menikmati pekerjaanmu." Jessica hanya menginginkan yang terbaik untuk suaminya.Paris baru saja pulang dari kantor milik orang tuanya. Ada begitu banyak hal yang harus dipelajari olehnya terkait bisnis keluarganya. Paris belum terlalu memahami seperti apa caranya memimpin perusahaan besar. Ada perbedaan

  • Cinta di Bawah Langit NYC   Bab 95: Cinta di bawah langit NYC

    ***Johnny memberikan pelayanan terbaik. Dia merekomendasikan banyak barang ekslusif di tokonya. Meskipun kebanyakan barang di tempat itu murah meriah. Grace tetap sangat antusias membeli barang di tempat itu. Kualitasnya tidak terlalu buruk.Aksesoris yang tersedia memang tak ada duanya. Bahkan merek mahal sekali pun belum mengeluarkan aksesoris serupa dengan barang di toko tempat Johnny bekerja itu.Tak henti-hentinya Grace memandangi gelang custom pasangan yang ada di tangan kanannya. Gelang itu menuliskan namanya dan Ankara. Hanya dengan melihat nama mereka berdampingan, membuat Grace sangat terpukau. Dia amat sangat bahagia."Kau tampak sangat menyukai gelangnya," komentar Jessica pada Grace.Mereka sudah ada di kafe setelah berbelanja di toko suvenir Johnny.Ketika semua orang sibuk makan, Paris malah sibuk melukis keluarga bahagia Ankara dan Grace seperti janjinya sebelumnya. Paris melirik ponselnya sesekali la

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status