Author PoV
Gadis cantik berwajah Turki itu, meronta-ronta di saat penyeretan oleh pihak kepolisian. banyak wartawan menunggunya didepan gedung.
"Apakah tidak ada jalan lain tuan?" tanyanya geram.
"Tidak nona, pintu belakang sedang dalam perbaikan" kata sang polisi tegas tanpa ampun. Wajahnya yang sangar membuatnya terlihat mengerikan.
Dengan paksa Xavi diseret, untuk keluar dari dalam mobil dan menjadi bahan jepretan para wartawan. Pasti sudah tidak lagi besok wajahnya akan menjadi headline seluruh koran di Turki.
Polisi itu kemudian memasukkan Xavi ke dalam ruang interogasi, lalu kemudian borgolnya dilepas dan dibiarkan sendiri dalam ruang interogasi.
T
love ya
Author POV Benar saja, pagi ini semua koran dalam negeri mengulas kasus pembunuhan Hatice. Kasus lama yang bangkit kembali. Bahkan opini mereka terlalu dilebih-lebihkan dalam koran itu. Canzu yang sedang minum teh terlihat terdiam. Berbagai macam koran sudah ada didepannya, ia tidak berminat membukanya. Cukup melihat depannya saja. Dia sudah tau jelas apa headlinenya hari ini. Pikiranya melayang, tiba-tiba ponselnya bergetar. Lalu ia mengambil dan melihat layarnya sekilas. dengan segera Canzu mengangkat telephonenya dan beranjak dari tempat duduknya. "Halo ada apa Ver?" //Bisakah kita ketemu sebentar?// "Membahas Xavi?" Dia langsung menebak. Dia tersenyum tipis meskipun Azfer tidak bisa melihatnya sekarang. //Kurang lebih ya, aku bawa Liana// Senyumanya memudar seketika. Dia menangkap gelagat yang tidak baik dari calon advokat cantik indonesia itu. "Apa seserius itu?" //Iya
Author PoV Sudah tidak ada waktu seketika itu Azfer berlari ke arah Liana yang sedang melintasi zebra Cross. Dari arah kanan mobil Van melaju kencang tampa terlihat mengerem. BUGH!! Tubuh Azfer dan Liana beradu dengan aspal jalanan, sebelum kejadian itu, jelas-jelas lampu merah. Jadi sekarang begini, berakhirlah mereka saling tindih dengan Azfer memeluk Liana erat. Tanganya terbentur keras begitu juga dahi Azfer, mungkin punggungnya agak sedikit lecet juga. Ana membeku dalam pelukan Azfer, semua kata-katanya hilang dan matanya menatap tajam Azfer, jangan ditanyakan lagi jantungnya sudah pasti tidak pada posisi tepat. "Are you ok?" tanya Azfer memecah kecangungan diantara mereka, dia khawatir tentu sa
Author PoV Sekarang bulan Juni memasuki Agustus. Cuaca si Turki Memang kadang tidak bisa diprediksi. hujan deras tiba-tiba saja melanda. Liana berlindung dibawah kanopi, depan gedung warna pastel itu, Hujan disini mengingatkan Liana pada Indonesia. ketika dulu masih Sekolah Dasar, setiap kali hujan. Pasti ada saja alasan untuk hujan-hujanan, tertawa bersama dan tentu saja berkumpul bersama. Rasanya baru kemarin dia bermain hujan dengan semua sepupunya, rasanya cepat sekali waktu berlalu, Liana tersenyum tipis di tengah ingatanya akan hujan. "Liana?" Suara itu membuatnya menoleh ke belakang, sepertinya Azfer. "Pak Azfer" sapanya, dia beberapa cm meter dibelakang Liana. "Mau pulang? Saya antar" katanya menawarkan di
Author POV Ting bunyi ponsel nyaring sekali, tidak dua kali ada empat kali bunyi. Sekarang hujan-hujan adalah waktu tepat untik menikmati keindahan alam satu ini, tapi suara itu membuat Canzu menoleh terganggu. Lalu dengan berat hati dia berjalan ke meja mengambilnya, matanya membulat seketika, melihat gambar yang barusan saja dikirim mata matanya gambar yang pas dengan pemandangan yang pas. Seketika hatinya berkobar, kemudian yang terjadi adalah ponsel itu melayang cepat ke tembok dan berubah menjadi kepingan-kepingan. Entah berapa kecepatan hantamnya yang jelas ponsel itu sudah tak berbentuk. "Aaaaaaaaahhhhhhh!!!!" Ia kemudian meremas rambutnya dan membanting semua barang yang ada didepanya. Selama ini dia tidak ada saingan selain Ipek yang sud
Liana POV Kampus terlihat semakin cantik hari ini. bukankah universitas ini selalu cantik tapi bukan itu yang ku maksud, bunga-bunga tulip yang bermekaran lah yang membuat ia semakin cantik. Aku sedang duduk-duduk dihalaman kampus sambil melihat bunga cantikitu tiba-tiba mataku ditutup. Gelap, aku tau pekerjaan siapa ini. Siapa lagi kalau bukan Mert. Dia pantas mendapat predikat annoying memang. "Merttttttt!!!" teriakku. Dia tertawa berderai, lalu membuka tanganya dari mataku. Kemudian dia duduk disebelahku, ku hembuskan nafas pelan. "Sudah selesai?" "Profnya sedang seminar, dijadwalkan besok" kataku. Dia langsung berbalik memandangiku sekarang. "Kita ke taman?" "Hah" "Sekarang bunga tulip sedang bermekaran, pasti cantik sebentar lagi kan festifal bunga tulip" katanya berbinar-binar. "Kau tidak akan langsung pulang kan?, Nanti kau bosen dirumah" ia tersenyum. "Baiklah" ku
Author POV "Fer, aku mau ice cream" pinta Canzu. "Ok" Azfer berjalan ke kedai ice cream yang memang tidak jauh dari situ. Sosok tubuh kecil semampai itu sudah terlihat didepan mengantri didepan Azfer. Azfer lalu berjalan ke belakang Liana, dia ikut mengantri ice cream. Lalu setelahnya Liana dengan antusiasnya berbalik tampa melihat dulu. "Opssss sorrry sorry" ia terburu-buru mengelap ice cramnya yang tumpah dibaju Azfer. tanpa ia memperh atikan siapa orang didepannya /. "Maaf kan, saya tu-" dia melihat keatas dan ya mata Azfer, bertemu pandang dengan Liana. bahkan dia seakan ingin menelan apa saja yang ada didepannya, termasuk Liana. "Pak Azfer, maaf" katanya sekali lagi pandangan Azfer dingin dan datar, muka Liana berubah pucat, wajahnya memelas. Mert tiba-tiba datang dari arah berlawanan. "Ada apa An?" Liana langsung menoleh pada laki-laki yang baru saja datang itu. Dia menangkap gelagat yang kurang baik antara Liana da
Author POV Muka tampan itu sedang mengetuk-ngetukkan jari lentiknya ke meja. Pandanganya tajam menerawang ke depan, jelas pikiranya tidak ada disini sekarang. Berbagai hal berkecamuk dalam dirinya beberapa hari ini. Bayangan Liana bergandengan tangan, terlintas begitu saja, lalu bayangan Xavi yang berkata tajam setelah dia divonis bebas juga melintas begitu saja. "Klek" terdengar bunyi handle terbuka, dan benar saja wajah Ismet menyembul setelah pintu itu terbuka lebar. "Abi, ini kopimu" kata Ismet seraya meletakkan secangkir kopi ke depan Azfe. Dia duduk didepan Azfer. Ismet tau perubahan mood sahabatnya beberapa hari ini, tapi dia engan untuk bertanya. Mata Azfer yang tidak bisa ditebak saat kembali ke ruanganya membuat nyali Ismet menciut seketika. "Tiketku sudah siap kan besok?" Tanya Azfer datar. "Sudah abi, semua sudah ku atur rapi, tinggal abi pergi" Ismet berkata sangat yakin, tapi tidak ada tanggapan dari s
Ana pov Lima pasang mata profesor doktor didepanku terlihat sangat kejam. Mereka seakan-akan menghakimi ku tanpa celah. Judul tesis yang ku ajukan kepada mereka memang belum sepenuhnya sempurna, kasus yang ku tangani saja belum selesai sampai ujungnya. Tapi semua bahan sudah ku rangkum, semua sudah berjalan, sidang judul kali ini akan menemui titik panjang, ini belum sampai pada pertengahanya, baru judul aku didebat banyak professor orang orang yang sudah ahli dalam bidangnya berpuluh puluh tahun. Sidang berjalan lancar, akhirnya judul tesis yang kuajukan direvisi dan disetujui, sedangkan Mert yang ada diruangan bersebelahan denganku sudah lebih dulu duduk didepan ruangan, "Yeayyy" katanya menyambutku keluar dari pintu ujian, bersama Pelin dan yang lain.