Home / Romansa / Cinta di Gerbang Kematian / Bertemu Dengannya Lagi

Share

Bertemu Dengannya Lagi

Author: Ria Rahma
last update Last Updated: 2025-11-04 15:38:43

Pagi hari tak selalu cerah, berkali-kali Feli berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepedanya di bawah rintikan hujan. Suasana pagi yang dingin semakin dingin saat kulitnya telah berkali-kali diterpa angin dan juga rintikan air hujan, walaupun hanya satu dua akan tetapi jika terus menerus bisa membuat seragam yang Feli kenakan basah.

Gadis itu mengayuh sepedanya semakin kencang saat memasuki pekarangan sekolah, Feli tak peduli dengan tatapan aneh dari para siswa yang berdiri di sekitar halaman sekolah.

“Kamu ke sekolah naik sepeda?” Suara seorang laki-laki yang baru saja memarkirkan motor sportnya di samping sepeda Feli.

Gadis itu merasa tidak asing dengan suara laki-laki itu, akan tetapi Feli tidak bisa mengenalinya karena ia memakai helm.

“Kenapa? Kamu tidak mengingatku?” Feli langsung menunduk saat laki-laki itu melepas helmnya.

Feli mengingat laki-laki itu. Dia adalah Aland yang kemarin sore bersamanya saat kejadian kematian kakak kelas bunuh diri di kamar mandi.

“Hey, kamu mengacuhkanku?” teriak Aland saat Feli berlalu dari hadapannya tanpa mengatakan sepatah kata pun dari mulutnya. Gadis itu ingin segera melupakan kejadian kemarin.

“Dasar gadis sombong!”

Feli tak menghiraukan ucapan Aland, ia saat ini fokus berjalan menelusuri lorong menuju kelas. Gadis itu lagi-lagi berjalan dengan menundukkan kepala, sedikitpun Feli tidak berani untuk menatap ke depan, ia tidak ingin hal yang terjadi kemarin kembali terulang di kehidupan sekolahnya yang baru saja masuk dua hari ini.

BUKK

“Ehh, ma-maafkan saya!” ucap Feli saat ia tak sengaja menyenggol bahu seorang gadis cantik berambut coklat bergelombang.

“Jalan pakai mata, dong! memangnya ini jalan milik nenek moyang, Lo!” ucap gadis itu tajam membuat Feli semakin menundukkan kepalanya dalam.

“Maafkan saya!” Hanya kalimat itu yang dapat Feli ucapkan.

“Heh, kamu itu kalau diajak bicara lihat lawan bicaramu! Bukannya malah menunduk seperti itu!” Gadis bersurai coklat itu merasa kesal terhadap Feli yang hanya menunduk tidak mau mengangkat wajahnya walau sejenak.

“Maaf!”

“Kamu tidak punya kalimat lain selain maaf? Aku yang mendengarnya bosan, jawabanmu hanya maaf, maaf dan maaf—”

“Stop!” Suara seorang laki-laki menghentikan ucapan gadis bersurai coklat itu.

“Bukankah kamu bisa menilai situasi dengan cepat jika gadis ini adalah orang yang pemalu, dia sudah meminta maaf, lalu apa masalahmu?”

Aland, laki-laki itu yang mengeluarkan suaranya untuk membela Feli.

“Kamu siapa ikut campur?” tanya gadis bersurai coklat itu.

“Aku teman sekelasnya, masalah telah selesai. Dia hanya tidak sengaja menyenggolmu saat berjalan dan dia sudah meminta maaf!” ucap Aland tajam. Laki-laki itu tidak ingin memperpanjang masalah dengan gadis bersurai coklat itu.

“Ayo, Feli!”

Aland menarik sebelah tangan Feli untuk segera pergi dari lorong sekolah yang mulai ramai oleh orang yang menonton perdebatan mereka. Sementara gadis bersurai coklat itu mengangkat sebelah alisnya merasa heran dengan Aland.

“Dia laki-laki yang menarik,” gumamnya seorang diri.

“Amanda, ada apa? Kenapa kamu lama sekali?”

Seorang gadis lain yang membawa tumpukan buku di sebelah tangannya menghampiri gadis bersurai coklat itu yang ternyata bernama Amanda.

“Tidak apa-apa, maaf membuatmu menunggu lama, Vi.”

Amanda dan teman dekatnya yang bernama Via berjalan meninggalkan lorong sekolah dan segera menuju kelas mereka yang berada di lantai dua.

***

Di sisi lain, Aland masih menarik tangan Feli menuju tempat yang sepi, gadis itu hanya diam pasrah saat tangannya ditarik oleh Aland. Feli merasa harus berterima kasih terhadap laki-laki itu, namun dirinya masih tidak suka dengan ucapan Aland kemarin sore yang mencurigainya terlibat dengan aksi bunuh diri kakak kelas perempuan kemarin.

“Lepas!” ucap Feli menarik tangannya dari genggaman tangan Aland.

Langkah kaki mereka terhenti di sebuah taman di belakang sekolah, Aland sengaja membawa Feli ke tempat ini karena ia ingin berbicara empat mata dengan gadis ini.

“Cepat ceritakan!” ucap Aland membuat Feli mengurungkan niatnya yang ingin mengucapkan terima kasih terhadap laki-laki ini.

“Ce-cerita apa?” tanya Feli.

“Tentang keterlibatanmu dengan kakak kelas yang bunuh diri kemarin.”

“Sudah kukatakan aku tidak tahu apa-apa tentang kakak kelas itu, lalu apa yang harus aku ceritakan,” jawab Feli, gadis itu tidak ingin membahas tentang kematian kakak kelas perempuan yang kemarin ia temukan di kamar mandi.

“Entah kenapa, aku tidak percaya dengan ucapanmu. Kamu harus menceritakan yang sesungguhnya!”

Aland terus memojokkan Feli membuat gadis itu ingin sekali menceritakan penderitaannya selama ini, akan tetapi ia tidak bisa. Aland pasti tidak akan pernah percaya dengan ceritanya, mungkin saja ia justru akan disangka gila oleh laki-laki di hadapannya ini.

“Lagi-lagi kamu diam, kenapa? Apakah kamu sedang memikirkan kalimat untuk mengelak?”

Feli mengepalkan tangan, tangannya sangat gatal ingin menonjok wajah Aland yang mengintimidasinya sejak kemarin sore, laki-laki itu sungguh tidak ada hentinya bertanya tentang kematian kakak kelas perempuan kemarin membuat Feli tidak bisa melupakan kejadian itu.

“Bukankah sudah kukatakan jika aku tidak mengetahui apapun, kita sama-sama baru sehari masuk sekolah dan aku tidak memiliki teman satupun di sekolahan ini!” ucap Feli kali ini dengan tajam dan jelas. Ia tidak bisa jika hanya diam saja, jika ia tidak menjawab maka Aland akan terus mengejar jawaban darinya.

“Entah kamu mau percaya atau tidak dengan ucapanku, itu hakmu. Yang terpenting aku sudah menceritakan semua kepadamu jika aku sama sekali tidak mengenal kakak kelas itu dan tidak terlibat dengan aksi bunuh diri yang ia lakukan,” tambah Feli.

“Paginya aku melihatmu bersama kakak kelas itu dan sorenya dia bunuh diri,” ucap Aland membuat Feli hampir mengangkat wajahnya.

“Ya, paginya memang aku tidak sengaja menabrak kakak kelas perempuan itu hingga dia terjatuh. Dan pada saat itu pula pertama kali aku melihatnya,” cerita Feli jujur.

“Kamu tahu sesuatu tentang—”

“Stop! Sudah cukup aku menjawab pertanyaanmu, dan aku berharap tidak akan bertemu denganmu lagi!”

Feli melenggang pergi setelah mengatakan hal itu, meninggalkan Aland yang mengerutkan sebelah alisnya menatap punggung Feli yang hilang di ujung lorong.

Gadis itu berjalan menuju kelasnya, dan seperti biasa ia mencari tempat duduk di paling belakang agar terhindar dari tatapan para murid lain. Feli segera mengeluarkan buku pelajarannya agar saat guru datang nanti ia telah mempersiapkan kebutuhan belajarnya.

Manik biru laut gadis itu terbelalak saat ada seseorang yang duduk di bangku sebelahnya.

“Sayang sekali harapanmu tidak terkabul, mulai saat ini kita akan terus bertemu setiap hari!” ucap Aland ikut mengeluarkan buku pelajarannya dari dalam tas.

Sementara Feli menghela napas kasar karena kesal dengan laki-laki di sampingnya ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta di Gerbang Kematian   Tidak Pernah Akur

    "Ini buku menunya, kamu mau pesan apa?""Aku mau nasi goreng pedas sama cokelat hangat saja," ucap Feli memberitahu menu yang ia inginkan.Aland segera memanggil pelayan dan memberitahukan pesanannya, pelayan itu segera pergi menyiapkan makanan yang mereka pesan.Sementara rasa canggung seolah memenuhi suasana karena tidak ada di antara mereka yang mengeluarkan suara."Jangan sedih terus!" ucap Aland mencairkan suasana.Sementara Feli hanya menghela napas pelan mendengar ucapan laki-laki itu."Coba ketawa!" perintah Aland membuat Feli menaikkan sebelah alisnya."Coba bikin lelucon biar aku ketawa!" ucao Feli menantang Aland."Ehhh, aku tidak bisa membuat lelucon," jawab Aland jujur."Baiklah, selagi menunggu makanan dan kebetulan sekali kamu menyuruhku untuk tertawa. Makanya kamu harus mencoba leluconku!" ucap Feli membuat Aland merasa curiga dengan perilakunya."Bagaimana itu?" tanya Aland."Coba katakan 'kuku kaki kakak-kakakku kayak kuku kaki kakek-kakekku kaku-kaku' dengan cepat!"

  • Cinta di Gerbang Kematian   Makan Berdua

    “Tenanglah, Om Farhan pasti baik-baik saja.”Air mata Feli masih saja tak bisa dibendung, sesekali ia menyeka air matanya yang belum bisa berhenti. SEmjentara Aland dengan setia menemani gadis itu duduk di sampingnya dan mengusap pelan bahu Feli memberikan kekuatan bagi gadis itu agar tetap tegar.“Aku takut kehilangan Papa,” ucap gadis itu mengungkapkan kekhawatirannya.“Bukankah kamu bisa melihat peristiwa kematian seseorang? Bagaimana dengan Papamu? KAmu bisa melihatnya bukan?” tanya Aland.Gadis itu mengangguk sebagai jawaban, akan tetapi walaupun ia sudah melihat peristiwa kematian Papanya, Feli tetap takut. Anak mana yang tega melihat Papanya sakit-sakitan seperti itu, begitu pula dengan Feli yang tidak tega melihat Papanya terbaring lemah di rumah sakit.“Apakah sudah dekat waktunya?” tanya lagi Aland dengan hati-hati, ia takut jika pertanyaannya akan semakin membuat Feli bersedih.“Aku tidak tahu kapan tepatnya seseorang yang aku lihat kematiannya itu meninggal, aku hanya tahu

  • Cinta di Gerbang Kematian   Kondisi Yang Semakin Memburuk

    Di lain tempat seorang gadis sedang duduk menatap wajah laki-laki paruh baya yang masih memejamkan mata sejak kemarin, Feli ingin sekali menatap mata Papanya itu dan memastikan jika peristiwa kematian Papanya itu masih sama seperti biasanya.Mati dalam keadaan bahagia dan tersenyum, menjadi peristiwa kematian yang paling melegakan yang pernah Feli lihat. Entah kenapa ia tiba-tiba takut jika peristiwa kematian itu akan berubah, namun ia belum pernah mengalami hal itu.“Semua pasti aik-baik saja!” gumam Feli meyakinkan diri sendiri.“Apanya?” Feli menoleh ke arah Farhan yang ternyata telah membuka mata.“Bu-bukan apa-apa, Pa," jawab Feli mencoba menutupi kekhawatirannya.Feli segera menatap manik abu-abu milik Papanya, perlahan ia seolah masuk ke dimensi lain. Feli melihat seorang pria paruh baya yang sedang duduk di kursi goyang dengan kedua tangan yang memegang koran. Manik abu-abu laki-laki itu dilapisi kaca mata dan menatap fokus ke arah koran itu. Feli pun melihat secangkir kopi y

  • Cinta di Gerbang Kematian   Papa Sakit

    “Maaf, Sayang.”“Ada apa? Kenapa Papa bisa masuk ke rumah sakit? Papa tidak pernah cerita sama Feli kalau Papa sakit.”Gadis itu sudah tak lagi bisa membendung air matanya, Aland yang melihat pemandangan itu dari daun pintu ikut terenyuh saat melihat Feli menangis.“Papa baik-baik saja, cuma telat makan.”“Maafin Feli, Pa.”“Ini bukan salahmu sayang, ini murni karena kesalahan Papa karena terlalu sibuk bekerja, sudahlah. Tidak perlu menangis! Kamu tidak malu dilihat oleh Aland sejak tadi?”Gadis itu mulai menyeka air matanya yang membasahi pipi, hatinya sedikit lega karena Papanya ini tidak mengalami sakit yang parah, ia hanya telat makan.Aland berjalan mendekati Papa Feli saat melihat kondisi sudah tenang dan Feli sudah bisa mengendalikan dirinya.“Halo, Om. Semoga Om Farhan lekas sembuh! Maaf karena saya tidak membawa buah tangan apapun,” ucap Aland pelan, ia benar-benar tidak berpikiran untuk membawa buah tangan karena Feli sangat panik tadi. “Tidak apa-apa, Al. Terima kasih kare

  • Cinta di Gerbang Kematian   Mengetahui Sebuah Cerita Kematian

    “Mana ada aku menguntitmu, di sini adalah tempat umum jadi siapapun bisa berada di sini, lagian sekarang hari minggu,” jawab Aland tidak terima dengan tuduhan Feli. Akan tetapi ia sendiri merasa sering bertemu di manapun Feli berada membuat gadis itu berpikiran buruk jika mungkin saja Aland menguntitnya.“Ehhh, Siapa, nih? Feli bukan sih?” suara laki-laki lain yang baru saja datang membuat Feli langsung menundukkan wajahnya. Laki-laki itu adalah teman Aland yang sedang lari pagi bersama, saat ia melihat Aland berhenti berlari dan duduk di sebelah seorang gadis, ia pun ikut berhenti dan menghampiri mereka.“Iya, dia Feli. Feli, kamu sudah kenal dia,’kan? Daren, teman sekelas kita juga,” ucap Aland yang dijawab anggukan kepala oleh gadis itu.“Oh, maaf, Fel. Aku hampir tidak mengenali wajahmu, habisnya kamu selalu menunduk terus kalau di kelas.”Daren langsung menerima sikutan tangan dari Aland memberinya peringatan.“Duluan sana!” ucap Aland pada Daren, namun laki-laki itu justru terse

  • Cinta di Gerbang Kematian   Pembullyan

    Seorang gadis memegangi tangannya yang nyeri akibat berbenturan dengan meja guru. Feli tidak tahu apa kesalahan yang ia lakukan hingga kedua gadis yang berada di hadapannya ini melakukan hal kasar terhadapnya.“Jadi cewek jangan kecentilan, kamu tuh tidak cocok sama Aland!” teriak seorang gadis bersurai coklat.“Kalau diajak ngomong itu lihat lawan bicaramu, kenapa kamu terus-terusan menunduk. Tatap mata aku!”Gadis bersurai coklat itu menarik dagu Feli memaksa gadis itu untuk menatapnya. Feli tidak bisa mengelak, saat ini manik birunya sudah menatap manik cokelat milik gadis bersurai coklat itu.Pada saat itu juga Feli seolah ditarik ke dimensi lain dan melihat keramaian di sekitarnya, gadis itu menatap sekitar ternyata ia berada di halte bus depan sekolah. Saat ini ia bersama para siswa yang sedang menunggu jalanan sepi untuk menyeberang ke gedung sekolah.Dirasa jalanan sepi ada seorang gadis yang melangkah terlebih dahulu, gadis itu adalah gadis bersurai coklat yang ia kenali bern

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status