"Berdiri yang tegak!" Seorang wanita bertubuh sintal melotot ke arah wanita muda.
"Iya Mi!" sahut Viola dengan gugup. "Tunjukkan senyum terbaik kamu." Wanita paruh baya yang mendapat julukan Mami Dona ini, tersenyum manja ke arah para tamu lelaki yang datang ke pondok hiburannya. "Wah ada yang baru nih!" Seorang lelaki tua melirik Viola. Paras Viola yang cantik membuat semua lelaki tak bisa mengalihkan pandangan mata mereka. "New! Dan yang ini barang bagus! Dijamin masih segel!" Mami Dona bicara dengan gayanya yang genit. "Berapa Mi?" "Dua puluh ribu US Dollar!" Para tamu lelaki mulai menawarkan harga terbaik mereka. Viola hanya diam saja melihat hal itu. Sebab ia tak memiliki pilihan lain. Ibu kandungnya memiliki tanggungan hutang kepada Mami Dona dengan jumlah fantastis. Hutang tersebut digunakan untuk membayar biaya rumah sakit adiknya, yang terkapar tak berdaya karena penyakit tumor otak yang menyerangnya. "Lima puluh ribu US Dollar!" Frans Chandra, pengusaha tambang batu bara terkenal menyebutkan angka yang luar biasa tinggi. Semua mata langsung tertuju ke arahnya. Mami Dona bahkan sampai melongo mendengar deretan angka yang disebut oleh pria yang umurnya lebih dari lima puluh tahun tersebut. "Ba bagaimana? Apa ada yang berani memberikan tawaran lebih tinggi?" Mami Dona masih memberikan kesempatan pada tamunya yang lain. Semua tamu di sana diam tak bergeming. Frans Chandra berjalan menuju ke arah podium kecil. Ia mendekati Viola. Dan dengan sopan meminta Viola untuk turun dari podium bersama dengannya. "Karena tidak ada lagi yang memberikan harga? Maka permainan malam ini dimenangkan oleh Frans Chandra!" teriak Mami Dona penuh semangat. Tamu lelaki yang datang ikut bertepuk tangan. Siapapun yang ada di sana pasti merasa bangga, bisa mendapatkan gadis belia yang masih per4w4n, terlebih lagi wajah Viola sangat cantik. "Viola, kamu temani Om Frans malam ini ya! Bikin dia senang! Jangan sampai, dia pulang dengan wajah cemberut." Mami Dona memberikan pengarahan. Viola hanya menunduk tanpa menjawab. Ia bahkan tampak malu dan sedikit takut ketika Frans menyentuh tangannya. "Tidak perlu canggung seperti itu. Om Frans sangat baik. Kamu beruntung bisa berkencan dengan pria kaya raya seperti dia." Dona menepuk pelan bahu Viola. "Tiga hari." Frans bicara dengan jemarinya yang ikut memberikan kode angka 3. "Seminggu juga boleh Om." Mami Dona sangat bersemangat. "Baiklah kalau begitu." Frans setuju. Ia mengangguk dan menyuguhkan senyum lebarnya. Viola hanya bisa diam. Ia memandangi pria tua di depannya dengan perasaan yang carut marut. "Kita berlibur ke luar negeri. Aku akan siapkan semua hal yang kamu butuhkan." Frans tersenyum pada Viola. Entah berapa banyak uang yang dimiliki oleh Frans, bahkan setelah mengeluarkan setumpuk uang demi bisa mengencani Viola, ia masih bisa dengan mudahnya jalan jalan ke negeri tetangga. "Enjoy your holiday Viola. Kamu tidak perlu khawatir soal hutang mama kamu. Semuanya sudah lunas sekarang. Bahkan saya akan memberikan sedikit uang untuk keluargamu. Karena kamu membawa keberuntungan untuk saya!" Mami Dona pergi meninggalkan Viola dan Om barunya. "Kita berangkat sekarang?" ucap Frans. Viola tak mungkin menolak. Ia sudah terikat perjanjian dengan dunia malam, tempatnya bekerja saat ini. Ia hanya bisa mengangguk dan membiarkan dirinya dibawa oleh pria tua asing yang tak ia kenal. Frans mengantarkan Viola ke ruang ganti. Pria tua dengan kepala bagian tengahnya yang sudah mulai botak itu, menunggu Viola berganti pakaian dengan sabar. Selesai berganti pakaian, Frans membawa Viola masuk ke dalam mobil Lamborghini miliknya. Mobil mewah itu melaju di jalanan, menembus gelapnya malam dan air hujan yang mulai menetes. Viola melihat ke arah jam di tangannya. Ia berharap semua hal berjalan dengan lambat. Namun dalam sekejap saja, mobil warna merah itu sudah berhasil membawa Viola ke sebuah rumah mewah. "Kita sudah sampai." Frans memandangi wajah Viola. Viola melihat ke depan. Para anak buah Frans tampak berjaga di halaman dan beberapa orang membuka pintu pagar. "Selamat malam Bos!" Lelaki bertubuh tambun mengucapkan salam ketika Frans turun dari mobil. "Siapkan kamar dengan aroma mawar untuknya." Frans memberikan titahnya. "Siap laksanakan!" Frans mengajak Viola untuk duduk di ruang tamu. Kursi sofa yang terbuat dari bulu sintetis kwalitas terbaik, membuat siapapun yang duduk di atasnya merasa nyaman. "Boleh aku tahu, berapa umurmu?" Frans ingin mengenal Viola lebih dalam. Viola hanya menunduk. Ia enggan menjawab pertanyaan dari Frans. "Baiklah tidak masalah jika kau tak mau menjawab. Viola, kau sangat cantik sekali. Aku beruntung bisa mendapatkan malam pertamamu." Frans membelai lembut pipi Viola. "Bos, kamarnya sudah siap." Anak buah Frans telah selesai mengerjakan tugas. "Ayo Viola, kita pergi ke kamar." Frans terlihat tak sabar menikmati apa yang ada di depannya. Kamar mewah yang telah disiapkan oleh Frans, membuat Viola terkesima. Ia melihat ke sisi kanan dan kiri kamar berukuran 6 x 10 meter tersebut. Harum bunga mawar menyeruak ke seluruh penjuru kamar. Suara musik romantis yang diputar membuat hasrat Frans berkobar kobar. Frans menarik dengan lembut tangan Viola. Gadis itu berjalan perlahan memasuki kamar. "Jangan takut, aku tak akan menyakitimu." Frans berbisik di telinga Viola. Pintu kamar mulai ditutup. Viola hanya bisa pasrah dengan keadaan yang menimpanya. "Aku tak punya pilihan lain. Semoga setelah ini, kehidupan kami bisa lebih baik." Viola bicara dalam hati untuk menyemangati dirinya sendiri. Tangan Frans melingkar di pinggul Viola. Keduanya berjalan menuju ke ranjang yang telah dihias. Frans mengambil remote. Ia mematikan lampu kamar. Hanya lilin lilin kecil yang menjadi sumber penerangan. "Apa kau suka dengan suasana yang ada di sini?" Frans bertanya sembari membelai mesra rambut Viola. "Iya," sahut Viola. "Suaramu indah sekali." Frans mencium punggung tangan Viola. Mendapatkan perlakuan seperti ini, tubuh Viola menjadi gemetar. Suhu tubuhnya juga teraba dingin. "Viola, malam ini aku adalah milikmu. Dan kau adalah milikku. Tak perlu merasa canggung." Frans tiba tiba saja duduk di lantai. "Om, kenapa duduk di bawah?" Frans tidak menjawab. Ia malah membukakan sepatu yang dikenakan oleh Viola. "Biar aku saja Om." "Tidak sayang. Biar Om saja." Frans melihat kaki jenjang gadis cantik itu. Ia benar benar terpikat akan kecantikan Viola. Frans menciumi kaki Viola, terus naik hingga ke bagian terdalam. Nafas Viola jadi tersengal karena hal ini. "Om, aku." Viola hendak bicara tapi Frans dengan segera menautkan bibirnya. "Kau adalah milikku dan aku adalah milikmu." Frans mengulangi kalimat yang sama. Frans pun memulai permainannya. Ia secara perlahan lahan melepaskan kain yang menutupi tub*h Viola. Matanya membola dan berbinar melihat keindahan yang ada di depannya. "Kau memang luar biasa Viola." Frans menelan ludah. Tatapannya tajam seperti singa yang hendak menerkam mangsanya. "Sakit Om." Viola merintih sembari memejamkan matanya.Bayangan Frans terasa makin mendekat. Viola memencet tombol yang ada di dekat pintu lift.Jantung berdebar makin kencang seperti hampir meledak. Akhirnya pintu lift terbuka. Viola dengan langkah kaki yang cukup lebar masuk ke dalam lift. Ia memencet tombol dengan angka paling kecil.Pintu lift segera tertutup. Sebelum pintu lift benar benar tertutup, Viola dapat melihat dengan jelas Frans sedang mengejarnya sambil meneriakkan namanya. "Viola! Kembali padaku!" Viola merasa lega, ia akhirnya sampai di basement dan segera menelepon Steven."Halo Steven, kau ada dimana? Aku sudah ada di basement.""Aku juga baru saja sampai di basement." Steven keluar dari mobil. Ia bersiul dan melambaikan tangan pada Viola.Viola berlari ke arah Steven dan dengan buru buru masuk ke dalam mobilnya."Ayo kita pergi dari sini," ucap Viola.Steven mengangguk. "Aku akan mengantarmu pulang ke rumah. Dan meminta izin pada ibumu untuk menikahimu.""Tidak!" Viola langsung menggelengkan kepalanya. Menolak usulan
"Brak!" Suara berisik terdengar jelas di telinga Viola. Gadis itu masih meringkuk. Menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia seakan sedang melindungi dirinya dari amukan lelaki yang ada di depannya.Namun kali ini Frans bukan hanya tidak memarahinya, ia juga tidak menyentuh Viola.Frans meluapkan kekesalannya pada meja kecil dan benda benda di atas meja itu. Frans menggebrak meja lalu melemparkan barang barang ke lantai dan menghancurkannya.Frans memukul dinding penuh emosi sambil berteriak. Suara teriakannya mirip seperti macan yang mengaum. Membuat ciut nyali orang orang yang berada di sana.Setelah beberapa saat, kondisi kamar kembali hening. Viola memberanikan diri untuk melihat apa yang terjadi.Kamar yang ia tempati terlihat berantakan. Benda benda berserakan di atas lantai. Frans sedang duduk di tepi ranjang. Matanya menatap lurus ke arah Viola."Maafkan aku Om." Viola mengulangi kata katanya."Berdirilah Viola. Jangan meringkuk di pojokan seperti seekor tikus!" seru Frans
Ego bercampur dengan ketertarikan pada wajah cantik Viola, membuat Steven menggelengkan kepalanya dengan mantap. Ia tidak mau menyerahkan gadis itu pada preman di depannya.Si preman pelan pelan berjalan pergi, sambil terus memandangi gadis yang memeluk Steven. Si preman menaruh rasa curiga, tapi ia tak dapat bertindak anarkis di depan umum tanpa bukti yang kuat. Sebab jika ia salah mengenali orang, ia akan mendapat masalah di kantor polisi.Steven dan Viola akhirnya sampai di restoran. Jantung Viola masih berdegup dengan kencang, meski telah berhasil mengelabuhi preman yang mencarinya tadi."Dia mencarimu. Maaf aku tak ingin ikut campur. Tapi, dia bilang jika kau membawa kabur sejumlah uang." Steven yang penasaran mulai mencari kebenaran dari Viola."Tidak. Aku tidak membawa uang mereka. Jika aku membawa uang banyak, tentu aku akan menggunakan pakaian dari perancang terkenal." Viola membela dirinya.Steven menarik nafas dalam. Ia percaya dengan ucapan Viola. Mereka pun mulai memesan
Viola menggigit bibir bawahnya. Ia hanya bisa pasrah menerima perlakuan tamu pertamanya.Mahkotanya yang paling berharga telah berhasil diambil oleh Frans. Viola memejamkan matanya, air mata menetes. Benda tumpul itu telah benar benar berhasil masuk ke bagian terdalamnya. Ia merasakan gerakan gerakan yang membuat bagian bawahnya seperti digelitik.Lama kelamaan nyeri yang ia rasakan berubah menjadi gelitikan panas yang membuat tubuhnya menggelinjang.Cairan kental terasa panas menyemburnya. Si pria terkulai lemas dan langsung tertidur di sebelahnya.Dari bagian mahkotanya, ia merasakan cairan hangat lain yang keluar. Viola mengusapnya dengan hati hati. Ia melihat cairan warna merah pada jemarinya.Kehormatan yang seharusnya dipertahankan hingga pernikahan, telah menghilang. Gadis yang telah kehilangan kep3rawan@n itu masuk ke dalam kamar mandi.Ia menyalakan shower. Membiarkan tubuhnya basah di bawah air. Ia menangis meratapi nasibnya, merasa jijik dengan apa yang baru saja terjadi p
"Berdiri yang tegak!" Seorang wanita bertubuh sintal melotot ke arah wanita muda."Iya Mi!" sahut Viola dengan gugup."Tunjukkan senyum terbaik kamu." Wanita paruh baya yang mendapat julukan Mami Dona ini, tersenyum manja ke arah para tamu lelaki yang datang ke pondok hiburannya."Wah ada yang baru nih!" Seorang lelaki tua melirik Viola. Paras Viola yang cantik membuat semua lelaki tak bisa mengalihkan pandangan mata mereka."New! Dan yang ini barang bagus! Dijamin masih segel!" Mami Dona bicara dengan gayanya yang genit."Berapa Mi?""Dua puluh ribu US Dollar!" Para tamu lelaki mulai menawarkan harga terbaik mereka. Viola hanya diam saja melihat hal itu. Sebab ia tak memiliki pilihan lain.Ibu kandungnya memiliki tanggungan hutang kepada Mami Dona dengan jumlah fantastis. Hutang tersebut digunakan untuk membayar biaya rumah sakit adiknya, yang terkapar tak berdaya karena penyakit tumor otak yang menyerangnya."Lima puluh ribu US Dollar!" Frans Chandra, pengusaha tambang batu bara t