FYI, akak-akak terzeyeng : Bab Sandiwara #2 aku salah copy paste, jadi kurang openningya hihi... yang aku post malah endingnya. Peace! Masih menunggu acc editing. Sepertinya senin baru di acc huhu ... . Sayang Aji nggak tahu kalau Kinara sudah menikah gaes. Soalnya Aji mesti tahu nama lengkap guest lecture kesayangannya onoh hihi ...Aditama bakal ketempelan ulat keket :-D
“Kak Ara yang membantu Fany,” lanjutnya. Tatapan yang sebelumnya penuh keraguan kini penuh tekad untuk mengungkap kebenaran.Ia menjelaskan bahwa saat itu dirinya lari karena panik dan ketakutan. Ada seseorang yang mengikutinya, membuatnya berlari tanpa arah hingga masuk ke dalam hutan untuk bersembunyi—karena ia benar-benar tak tahu siapa yang mengejarnya.Fany menghela napas panjang, lalu melirik ke arah Kinara. Ia mengingat saat akhirnya tertangkap oleh Aditama, dan baru saat itulah ia sadar—orang yang mengejarnya sejak awal ternyata adalah Kinara dan Aditama.“Kak Ara datang. Dia peluk Fany. Tapi … Fany terlalu takut, hingga kemudian tidak ingat lagi.”Ruangan mendadak sunyi seperti hampa udara. Dita menegang di kursinya, mengeraskan rahangnya.Selanjutnya, kuasa hukum Kinara mengajukan bukti yang mereka miliki—rekam medis dari rumah sakit yang menangani Fany sesaat setelah ia tak sadarkan diri. Ia menjelaskan bahwa Kinara dan Aditama segera membawa Fany yang pingsan ke rumah saki
Udara dalam ruang pemeriksaan itu pekat oleh ketegangan. Kinara duduk tegak, siapa sangka dia kembali mendatangi ruangan ini, tapi bukan sebagai pelapor melainkan yang dilaporkan. Dan yang melaporkannya adalah saudara tirinya sendiri yang menyeret namanya dalam laporan pidana.Kinara bersama kuasa hukumnya, sementara di seberang meja, penyidik utama membuka map berisi berkas tebal. Dita duduk di sisi lain ruangan, bersama pengacaranya. Wajahnya dingin, penuh kemenangan, seolah yakin semua sudah diatur rapi agar nama Kinara terpuruk sejatuh-jatuhnya.“Saudari Kinara, hari ini Anda kami panggil untuk menjalani pemeriksaan lanjutan atas laporan dugaan penculikan, penganiayaan, dan eksploitasi anak yang dilayangkan oleh pihak pelapor atas nama Dita Arimbi,” ucap penyidik dengan suara datar.Kinara mengangguk tenang. “Saya paham.”Sejumlah barang bukti tambahan yang diajukan Dita membuat Kinara hanya bisa menggeleng pelan. Wanita itu benar-benar memanfaatkan teknologi untuk merancang skenar
Pesan masuk dari Nana membuat Kinara membeku sejenak sebelum akhirnya tertawa sumbang. Ia melangkah sedikit menjauh, membuka lampiran dokumen dari sang asisten—panggilan pemeriksaan resmi. Dita benar-benar melapor Kinara dengan tuduhan yang tidak masuk akal, playing victim ini akan berakhir seperti apa. Tapi kali ini, Kinara tak akan tinggal diam. Kinara tidak gentar. Justru ada bara kecil yang menyala di matanya—ia tak sabar ingin melihat sejauh apa kelicikan sang kakak mampu bertahan di hadapan kebenaran. Tanpa ragu, ia meneruskan pesan panggilan pemeriksaan itu kepada Dito. Tak lama berselang, telepon dari Dito masuk. Nada suaranya terdengar penuh kejut. Ia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, terlalu jauh, hingga tidak tahu perang dingin antara kakak dan adiknya. Dito mengatakan akan bicara dengan Dita, meminta sang kakak menarik gugatan itu. Namun, bukan ini tujuan Kinara menghubungi Dito. “Bukan itu maksudku, Mas,” ucapnya datar, tapi tegas. “Aku hanya ingin Mas tahu, aku
Hari wisudanya telah tiba. Aditama mengenakan setelan jas formal dengan dasi anggun yang dililitkan Kinara sendiri, Aditama tampak gagah sekaligus bahagia. Kinara di sisinya, mengenakan gaun panjang berwarna nude lembut, menyamai gaya elegan yang dipilih suaminya. Hari ini bukan hanya tentang pencapaian akademik, tapi juga perayaan kecil dari perjalanan panjang mereka.Sementara itu, Fany tidak ikut serta ke acara wisuda. Gadis kecil itu memilih tetap di hotel, ditemani oleh psikolog pendamping dan Vano, asisten kepercayaan Aditama. Mereka memang tidak tinggal di apartemen milik Aditama selama berada di Singapura, melainkan menginap di hotel mewah yang memiliki fasilitas lengkap dan lingkungan yang lebih ramah untuk Fany yang masih dalam masa pemulihan.Fany tidak keberatan berbagi kamar dengan psikolog, malah senang bisa cerita banyak sama beliau.Kinara merasa sedikit beban lepas dari dadanya. Ada cahaya kecil dalam diri Fany yang mulai menyala kembali.Aditama menikmati waktu bersam
Apa yang Dita katakan sebelumnya seakan tak lebih dari gertakan semata. Hingga kini, tak ada panggilan resmi atau surat pemanggilan hukum yang ditujukan pada Kinara. Hari-hari terus berganti, minggu pun berlalu. Dalam kurun waktu itu, Fany menunjukkan perubahan yang menggembirakan. Ia mulai membuka diri terhadap kehadiran Kinara dan Aditama. Ketegangan di matanya mulai memudar. Sorot curiga itu kini digantikan dengan keteduhan. Ia belajar mempercayai—dan yang terpenting—merasa dihargai.Interaksi mereka tak lagi kaku. Fany bahkan tak keberatan saat Kinara menyentuh rambutnya untuk membenarkan poni atau saat Aditama menepuk bahunya dengan lembut. Kedekatan yang dahulu terasa mustahil kini tumbuh dengan perlahan. Saat waktunya tiba, Fany akhirnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia tinggal bersama Kinara dan Aditama di apartemen, menempati kamar mungil yang dulu adalah ruang kerja Aditama. Pria itu dengan senang hati menyulap ruangannya menjadi tempat yang nyaman, lengkap dengan go
“Kamu terlalu gegabah, Dita. Tidak ada strategi,” ucap kekasihnya dengan nada dingin.“Aku akan lakukan apa pun. Fany itu emas.” Mata Dita membara, penuh obsesi.“Tapi lawanmu kali ini bukan orang sembarangan. Meski ipar-mu itu berdiri di atas kakinya sendiri tanpa sokongan kekuasaan keluarganya, tapi dia bukan tipe yang membiarkan orang mengacaukan keluarganya.”“Justru istrinya yang mengacak hidupku!” Dita berseru, napasnya tersengal oleh amarah. “Sudah punya segalanya, masih juga serakah menginginkan Fany. Harusnya dia tetap jadi Kinara yang dulu—polos, tidak tahu apa-apa. Sejak kapan dia berubah? Sejak kapan dia jadi begitu ambisius dan serakah?”“Tapi tetap hati-hati, kamu masih berada dalam pengawasan sanksi administratif.”Dita mengangguk patuh—duduk di samping kemudi mobil dengan senyum puas mengembang di wajah. Dia memiliki beberapa bukti—foto dan video yang sangat menguntungkannya, serta dokumen yang sudah dimanipulasinya dengan cermat. Ada pula beberapa bukti pendukung yang