"Aaarrrgggghhh." Terdengar pekikan dari dalam yang cukup keras.Edi terkejut, dia segera bergegas masuk ruang IGD, Dokter segera memberi obat bius agar Hendriyanto tidak kesakitan, dosis pereda nyeri yang sudah diberikan sudah dosis maksimal, namun Hendriyanto masih kesakitan juga."Bagaimana, Dokter? Kenapa Pak Hendri malah tambah parah kesakitannya?" ujar Edi panik."Sudah saya bius, Pak. Biarkan dia istirahat, setelah dia sadar jika kesakitannya tidak berkurang saya panggilkan dokter spesialis penyakit dalam yang terbaik di rumah sakit ini, sementara saya belum menemukan apa penyakitnya, organ dalamnya baik-baik saja, apendiksnya bagus, hasil USG tidak ada masalah diperutnya, usus normal, bahkan asam lambung juga normal. Kami belum mengetahui apa penyebabnya. Kita tunggu hasil laboratoriumnya dua jam lagi," ujar Dokter menyeka peluh di dahinya.Edi terperangah mendengar penjelasan dokter, sebenarnya dia menduga Hendri terkena usus buntu, namun kata dokter semua organ dalamnya baik-
"Kita kan baru menikah, Mas. Kenapa kau malah mikirin kerjaan terus sih, Mas?" seru Sarah merasa frustasi.Sarah berpikir setelah menikah maka hubungannya dengan Hendriyanto akan berjalan manis dan menggairahkan, namun kenyataannya sama saja, lelaki itu masih juga seperti sepotong kayu, apakah dia tidak memiliki nafsu?"Jangan sekarang, aku sedang banyak proyek yang akan digarap, masih banyak hari esok, kita tidak akan kekurangan hari, tapi proyek besar seperti ini tidak akan datang dua kali, maafkan aku ya, Sayang," ujar Hendriyanto, lelaki itu langsung bergegas masuk kamar mandi dan mengguyur seluruh tubuhnya di bawah shower.Kali ini mungkin Hendriyanto bisa beralasan banyak pekerjaan, namun bagaimana selanjutnya? Hendriyanto segera menyabuni seluruh tubuhnya, entah kenapa berdekatan dengan Sarah, apalagi jika wanita itu memberi sinyal untuk melakukan hubungan s*x Hendriyanto justru merasa jijik, anggota tubuhnya langsung melakukan penolakan secara otomatis, dia begitu risih berdek
Ditatapnya Baby Winter yang dalam gendongannya dengan tatapan dalam, dia ingin agar bayi itu terbangun dan memanggil ibunya agar tidak mendekati laki-laki manapun. Agar ibunya selalu berada di samping Paman Leo. Terlintas di pikiran Leo untuk sengaja membangunkannya, mengguncangnya dengan kuat atau mencubitnya sedikit dia rasa dapat membangunkan bayi itu. Namun, segera ditepisnya pikiran jahat itu, dia menyayangi Baby Winter seperti anaknya sendiri, kenapa memanfaatkan dan menyakiti seorang bayi demi keuntungannya sendiri. Oek ... Oek ....Leo tersentak dari lamunannya, ternyata Baby Winter bangun dengan sendirinya, bayi itu menggeliat dan menangis kuat, mulutnya mengerucut ingin menghisap sesuatu. Leo tersenyum lega, ternyata Baby Winter sangat mengerti dengan apa yang Paman Leo inginkan, ya? Sudut bibir Leo melengkung dengan lebar."Zahira, tolong panggilkan Mira, sepertinya Baby Winter sudah haus," perintah Leo.Zahira segera berlari memanggil Mira, wanita itu datang dengan tergo
"Halo? Siapa? Morgan? Ini beneran Morgan?"Mira tampak terkejut hingga terlonjak dari duduk santainya, matanya berbinar terang. Leo yang baru selesai memandikan Baby Winter menatapnya heran, dia tidak tahu apa yang diobrolkan Mira di telpon. Tetapi ketika Mira memanggil nama seorang lelaki, tatapan Leo tampak begitu muram, Morgan? Siapa lagi Morgan? Kenapa banyak laki-laki di sekitaran perempuan itu."Kamu sekarang di mana Morgan? Lama sekali tidak ada kabar darimu," ujar Mira masih di sambungan telepon."Tebak aku di mana?""Ya mana kutahu kau di mana? Kau menghilang seperti jin saja, ngomong-ngomong kau tahu nomor telpon aku dari mana?" ujar Mira sambil tergelak."Aish, aku lebih canggih dari jin, tahu! Aku sekarang ada di Paris.""Di Paris? Dekat aku dong.""Iya, aku sempat pulang ke Indonesia sebulan yang lalu, aku mampir ke rumahmu Kak, tetapi rumahnya sudah di huni orang lain, dan mereka tidak tahu keberadaanmu. Untungnya aku terluka dan di bawa ke rumah sakit dan bertemu temanm
"Apa di negeri ini kekurangan pria? Sehingga kau berpelukan dengan seorang wanita?"Suara itu mengejutkan mereka berdua, seorang pemuda tampan dengan rambut cepak dan kulit coklat sudah berdiri di hadapan mereka, tubuhnya yang tegap dan tinggi tampak menjulang, Mira sampai mendongak untuk melihat wajah pemuda tampan itu."Morgan!" pekiknya setelah mengenali pemuda di hadapannya. Mira spontan menghambur memeluk pemuda itu, Zahira hanya terbengong, Mira sepertinya tidak sadar, bukankah pemuda itu hanya adik angkatnya? Tetapi Zahira tidak dapat melakukan apapun, gadis itu juga cukup terpesona dengan ketampanan dan kegagahan pemuda itu."Kakak Miraku yang cantik, kau masih cantik seperti dulu," Mira melepaskan pelukannya."Kau memang penjahat, Morgan! Setelah kau menghubungiku setahun yang lalu, kau tidak pernah menghubungiku lagi, ketika aku berinisiatif menghubungimu, kenapa nomormu tidak aktif lagi?" hardik Mira sambil memukul pemuda itu, tentu saja pukulan Mira hanya seperti belaian
Tiga tahun kemudian ....Mira tampak begitu lelah namun wajahnya tersenyum ceria, perjuangannya selama empat tahun di negeri orang berakhir sudah, ijazah megisternya sudah di tangan dan acara wisuda yang ditunggu-tunggu tadi siang sudah terlaksana. Winter Sonata, anak gadisnya yang kini berusia empat tahun tampak tertidur di gendongan Bibi Marni. Yah, mereka sekarang hanya bertiga. Zahira lulus satu tahun lalu dan kembali ke tanah air, Leo menerimanya di kampusnya sebagai tenaga pengajar. Zahira sebenarnya keberatan meninggalkan sahabatnya itu, dia ingin mendampingi Mira sampai Mira selesai, namun ternyata pihak kampus sudah memanggilnya, dia tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan yang datang.Leo sendiri sudah ketanah air enam bulan sebelum Zahira pulang, kecerdasan dan kepintaran Leo membuat studinya cepat selesai, Mira sangat mengagumi kecerdasan adik iparnya itu, andai saja kecerdasannya dapat di transfer padanya sepuluh persen saja, mungkin Mira dapat menyelesaikan kuliahnya lebih
Siang hari Mira mengajak Zahira untuk berbelanja baju untuk pesta nanti malam, Zahira merekomendasikan butik busana muslim langganannya. Zahira bukanlah wanita lugu yang tidak tahu tentang fashion dan mode, pergaulannya di masa lalu tidak terlepas dari fashion dan mode karena dia juga seorang model busana di kota kelahirannya, Surabaya. Wajahnya yang cantik, seperti ras campuran timur tengah, dengan postur tubuh tinggi begitu menjanjikan di dunia modeling, namun kisah cintanya yang begitu suram membuatnya mengubur dalam-dalam dunia yang ditekuninya, apalagi semenjak dia bertekad untuk berhijrah, dunia pendidikan menjadi pilihan yang nyaman lahir bathinnya.Mira tahu banyak jenis mode dan fashion dari Zahira, walaupun gadis itu tidak menekuni dunia modeling lagi, namun kesukaannya pada fashion tidak pernah lepas dari hidupnya, dia masih berlangganan majalah mode, terutama busana muslim yang tengah dia gandrungi. Ketika memasuki butik, Zahira memilihkan beberapa gaun dan gamis yang sesu
Melihat kedatangan mereka, Mira spontan memegang dan mencengkeram tangan Leo dengan keras, lelaki itu paham apa yang dipikirkan wanita di sampingnya."Kenapa dia datang ke sini juga?" Suara Zahira membuat Mira terperangah, Mira segera menatap gadis di sebelahnya, Zahira menatap rombongan Hendriyanto dengan tatapan rumit."Kau tahu jika lelaki itu suamiku?" tanya Mira berbisik pada Zahira."Suamimu? Yang mana?" Zahira tampak kebingungan, membuat Mira juga bingung, jadi siapa yang Zahira maksud."Yang memakai jas abu-abu silver," ujar Mira "Benarkah? Itu suamimu Mira? Dia tampan sekali, auranya juga mendominasi," kata Zahira mendesakkan kekaguman."Iya, terus siapa yang kau maksud tadi?" "Benar-benar kebetulan yang tak terduga, lelaki di belakangnya itu mantan pacarku." Suara Zahira bergetar, dia sepertinya sedikit shock melihat mantan pacarnya juga hadir di sini."Siapa? Darmawan atau Waluyo?" kejar Mira."Kau juga kenal mereka? Mantan pacarku Waluyo," bisik Zahira."Apa? Aku tidak