Hendriyanto Kusuma sangat mencintai istrinya, namun cinta pertamanya datang merampas segalanya, merampas ingatannya akan istrinya dan juga anak dalan kandungan wanita itu Mirayanti Sukma sang istri terpaksa melepaskan suaminya demi nyawa suami yang sangat dicintainya itu, bagaimana Mira menjalani hari-hari setelah suaminya melupakannya dan membencinya? Akankah Mira merebut suaminya dari jerat guna-guna sang mantan pacar? Ataukah Mira merelakan sang suami dengan wanita lain dan menerima cinta baru yang datang seperti musim penghujan?
Lihat lebih banyakMirayanti Sukma kembali membuka tirai, dipandangi halaman rumah lewat jendela. Hari sudah jam sepuluh malam tetapi suaminya belum juga pulang. Dua hari yang lalu lelaki yang telah hidup bersamanya selama enam bulan ini juga tidak pulang, alasannya kunjungan kerja ke luar daerah.
Huh, omong kosong! Dia tahu Hendriyanto tidak ada kunjungan kerja. Sebagai CEO sebuah CV kontraktor, Hendriyanto memang biasa mengunjungi pengerjaan proyek di daerah, tapi kali ini Mira yakin, Hendri hanya beralasan.Mira mendongak ketika melihat cahaya sorot lampu memasuki halaman rumahnya, seorang pria berperawakan tinggi, berbadan tegap, dengan wajah tampan turun dari mobil. Aura kebangsawanan seolah memancar dari raut wajah pria itu, dengan kulit coklat maskulin, Hendriyanto Kusuma seperti seorang model. Lelaki itu, sampai saat ini masih membuat hati Mira bergetar, hati Mira benar-benar sudah habis diberikan pada lelaki itu, Namun entah kenapa Tuhan masih mengujinya seperti ini."Baru pulang, Mas?" sambut Mira menyongsong suaminya."Ya." Hendriyanto langsung menuju kamar tanpa menoleh, perasaan Mira sudah berkecamuk tidak karuan. Dia ingin berteriak menumpahkan semua ganjalan di hatinya."Mas! Berhenti, kita perlu bicara!" ucapan Mira ditekan dengan dalam, air mukanya sudah begitu keruh."Ada apa sih?" jawab lelaki itu acuh tak acuh."Dari mana saja, kau? Jawab jujur, Mas.""Jujur, ya? Aku baru saja pergi makan malam bersama Darmawan dan Waluyo," jawab Hendri tanpa menoleh pada Mira, entah kenapa dia benar-benar membenci wanita itu."Dengan Sarah juga, kan? Sekarang ceraikan saja aku, Mas. Jika kau mau bersama Sarah, aku ikhlas, tapi tolong ceraikan aku."Sudut mata Mira sudah mengembun, hatinya bergetar, benarkah pria yang dulu selalu cemburu buta terhadapnya akan mampu menceraikannya, dia ingin membuktikan, seberapa berubah lelakinya ini. "Kamu gak usah cemburu buta seperti itu, aku mengenal Sarah sudah lebih dari sepuluh tahun, sedangkan mengenalmu tidak sampai sepuluh bulan. Aku banyak hutang budi padanya. Kau sedang hamil, mana mungkin aku ceraikan," ujar lelaki itu dengan tatapan kejam.Mira tergugu mendengar ucapan suaminya, kenapa dia masih juga tidak mau menceraikannya. Batas kesabaran Mira juga ada batasnya.Tiba-tiba ponsel Hendri berdering, mata lelaki itu membulat, segera dia angkat panggilan itu."Halo, ya Sarah, ada apa?"Suara itu, begitu lembut dan merdu, berbeda sekali jika bicara dengan Mira. Hati Mira kembali berdenyut, rasanya terasa sakit."Apa? Ya, kamu tenang saja, aku akan menanganinya," ucap lelaki itu setelah mendengarkan panggilan itu, entah apa yang dibicarakan perempuan jalang itu di telpon.Mata Hendri begitu nanar menatap Mira, jika tatapan bisa membunuh, mungkin kini Mira sudah mati berkali-kali. Lelaki itu menutup telponnya dengan gusar. "Apa yang kau katakan pada Sarah?" tanya Hendri dengan suara ditekan."Apa? Apa yang dia katakan padamu?" Mira bertanya balik dengan suara bergetar."Kau tadi bertemu Laras dan memaki-makinya. Kau juga memaki-maki Sarah," ucap Hendri dengan nada marah."Dia dulu yang cari gara-gara denganku, bagaimana aku tidak memakinya," jawab Mira acuh tak acuh."Aku tidak suka ada orang yang mengusik Sarah, begitu juga keluarganya. Laras itu adiknya Sarah, dia juga seperti adikku. Sekarang kau telpon Laras, minta maaf padanya!" perintah Hendri dengan suara keras.Mira membeku, seolah suhu disekitarnya berubah menjadi es. Musim panas yang gerah seperti ini tidak terasa panas baginya, dia justru menggigil kedinginan mendengar perkataan lelaki yang telah berjanji suci di depan ayahnya di saat terakhir dalam kehidupan lelaki yang dikasihinya itu di rumah sakit. Hendri mengucapkan ikrar dan berjanji akan membahagiakannya seumur hidupnya."Apa kau bilang? Aku tidak akan meminta maaf pada wanita jalang itu ataupun orang yang mendukungnya. Lebih baik aku mati saja daripada meminta maaf!" teriak MiraKilatan amarah terpancar dari tatapan mata Mira, matanya memerah, dia tidak peduli lagi dengan segala hal tentang Sarah. Dia sudah mati rasa sekarang, perkataan suaminya yang seperti belati itu, akan dia lawan, walaupun pihaknya akan menjadi kalah dan pesakitan.Edi menemani Hendriyanto ke dokter Pamungkas, klinik mereka ada di lantai satu, Edi memang selalu mengikuti Hendriyanto kontrol, karena segala jenis surat menyurat dan tagihan rumah sakit Edi yang mengurusnya. Ketika mereka selesai pemeriksaan, dokter mengambil sperma Hendriyanto dan akan mengeceknya di labolatorium, hasil kemarin tidak ada masalah pada kesuburan lelaki itu, tetapi kenapa kejantanannya tidak bisa ereksi? Ketika keluar dari ruang dokter, tidak sengaja melihat Mira yang akan menuju ke kasir pembayaran, mata Mira memicing menatap lelaki yang masih jadi suaminya itu keluar dari ruang praktek dokter andrologi. Hendri yang melihat Mira tentu mendengus kesal, dari tadi ditungguin kenapa wanita ini malah berada di sini. Ditelpon tidak diangkat, di kirimi pesan juga tidak dibalas, boro-boro dibalas, dibaca saja tidak. "Mas Hendri, kenapa kau keluar dari ruang praktek dokter andrologi? Apa anu-mu bermasalah?" Wajah Hendri langsung menegang mendengar pertanyaan Mira, sedangk
Sementara Hendriyanto sudah semangat empat lima ingin menjemput Mira. Dia memarkirkan kendaraannya di tempat Mira tadi memarkirkan mobilnya. Namun Hendriyanto tidak melihat keberadaan mobil wanita itu, apakah sudah dibawa oleh temannya? Waktu sudah menunjukkan jam satu lewat lima belas menit, tetapi tidak ada tanda-tanda kedatangan wanita yang ditunggunya. Hendriyanto keluar dari mobil, berdiri mondar-mandir dengan gelisah. Apakah wanita itu sengaja mangkir dari pertemuannya? Hendriyanto menunggu selama sepuluh menit lagi, tetapi masih juga Mira tidak muncul, lelaki itu semakin tidak sabar. Lelaki itu langsung saja berjalan menuju ke kantor dosen, untuk mencari Mira. Sampai di kantor dosen, Hendriyanto bertanya pada seseorang yang ditemuinya, orang itu menunjukkan di mana letak kantor Mira, ketika dia menuju kantor Mira, di lorong dia bertemu dengan Jovan, Hendriyanto hapal betul jika lelaki itu bersama Mira waktu pesta itu. "Maaf, permisi ... Apa anda kenal Mirayanti, dosen di sini
"Halo, Cantik. Bagaimana keadaanmu sekarang?" sapa dokter itu dengan ramah. Mira menoleh ke sumber suara, tetapi matanya membelalak melihat siapa yang datang."Hasbi?" "Astaga! Mira?"Dokter Hasbi juga terkejut melihat teman lamanya berada di hadapannya, empat tahun tidak bertemu, tentu saja Hasbi sangat penasaran dengan kabar temannya yang dia bantu melarikan diri dari suaminya."Mira, jadi ini anakmu yang itu?" Hasbi mendekati Mira dengan senyum mengembang."Iya, yang kau bantu dulu.""Ternyata waktu cepat sekali berlalu, kau sudah besar, Nak." Hasbi mengelus kepala Winter yang kini dibalut oleh kain kasa."Halo, Sayang. Om ini teman Mama kamu, namamu Winter, bukan?" sapa Hasbi pada anak kecil di hadapannya."Jadi Om dokter temannya Mama Wintel?""Iya, senang banget melihatmu tumbuh besar dan sehat seperti ini.""Tapi aku cekalang lagi gak sehat, Om? Ini kepala aku cakit," ujar Winter membuat Hasbi tertawa, benar juga dia kan lagi sakit."Mira, bagaimana kabar kamu? Setelah melari
"Siapa Winter?" Hendri memang sungguh kepo dengan anak itu, bagaimanapun dia sudah melihat anak itu tadi, sikapnya yang terkesan dingin kepada Mira sesungguhnya hanya menutupi perasaannya yang menggebu dan penasaran dengan kehidupan istrinya sekarang ini. "Itu ... Winter, Winter itu anaknya Zahira. Zahira temanku satu rumah, kami sudah tinggal serumah sejak di Jerman, dia sudah seperti saudariku sendiri." "Oh? Ya, sudah. Nanti kita jemput bersama, bye ... Sampai jumpa nanti siang." Mira hanya terperangah melihat lelaki itu berlalu dari parkiran dengan berjalan tegap. Bahunya yang lebar dan tubuhnya yang jangkung sungguh mempesona terlihat dari belakang, kulitnya yang dulu putih, kini terlihat kecoklatan, justru menambah aura maskulin lelaki itu. Mira tersenyum licik, yah ... Begitu terus Hendri, memang tujuanku begitu. 'Aku harus bersikap sok jual mahal terus, kalau perlu judes dan acuh tak acuh, agar dia semakin penasaran. Kalau perlu kupanasi dengan jalan dengan lelaki lain, j
Pagi-pagi sekali Hendriyanto sudah memarkirkan mobilnya di pinggir jalan di dekat rumah Mira, dari pinggir jalan ini, tampak dengan jelas pintu gerbang rumah istri pertamanya itu. Hendriyanto tidak perlu susah payah mencari keberadaan rumah Mira, cukup memerintah Edi maka semua urusan beres, memang sekretaris sekaligus asisten pribadinya itu dapat diandalkan untuk semua tugas yang dia perintahkan, baik itu kantor ataupun tugas diluar pekerjaannya.Waktu baru menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit, memang masih terlalu pagi, tetapi Hendri tidak ingin terlewat untuk melihat wanita itu keluar dari rumahnya. Pukul tujuh tepat pagar rumah bercat putih dan abu-abu itu terbuka, sebuah mobil Innova yang terparkir di garasi-pun sudah menyala. Hendriyanto duduk tegak dari duduk bersandarnya, mengamati dengan konsentrasi, dengan siapa Mira hidup di rumah ini? Dia tidak ingin langsung bertamu jika belum menyelidiki, tidak lucu jika ternyata Mira tinggal bersama laki-laki lain dan dia berk
Apa yang menimpa Waluyo tidak jauh berbeda dengan yang tengah dialami Hendriyanto sekarang. Semua pikiran lelaki itu tercurah sepenuhnya pada Mira, wanita yang dia nikahi empat tahun yang lalu. Selama ini Hendriyanto menganggap bahwa Mira bukanlah wanita yang dia cintai, sepenuhnya cintanya hanya untuk Sarah, tetapi ketika dia bertemu kembali dengan wanita itu setelah begitu lama tidak bertemu, kenapa perasaannya jadi tidak karu-karuan begini? Apakah ada yang salah? Perasaan marah, cemburu, rindu campur aduk menjadi satu. Melihat Mira memakai gaun yang sepenuhnya tertutup bahkan kepalanya juga tertutup justru membuat Hendriyanto terpesona, padahal tidak terlihat seksi sama sekali, tetapi aura Mira yang elegan seperti seorang ratu Inggris itulah yang membuat Hendriyanto terpikat dengan sangat dalam. 'Benarkah aku membenci Mira selama ini? Apakah tidak ada perasaan cinta secuilpun untuk wanita itu? Kenapa perasaanku seperti ini?' banyak pertanyaan yang bersemayam di benak lelaki itu.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen