“Mommy Kiara atau Pak Kienan, Pak?” tanya Ziya sopan namun penuh penekanan disetiap kata-katanya.
Setelah mengetahui kalau Ziya mengenal salah satu orang yang berada di sana, Umi Diana memutuskan untuk menerimanya. Karena dia berpikir ini adalah rejeki dari Allah dan tidak boleh ditolak.
“Maaf, saya tidak berani menjawab, Non Ziya!” sesal pria itu yang sudah mengabdi pada keluarga Moreno sejak bertahun-tahun yang lalu.
Ziya mengangguk cepat, seakan mengerti dengan jawaban itu. Siapa lagi kalau bukan Kienan yang akan membuat seseorang tertekan hingga tidak mau jujur seperti itu. Kalau Mommy Kiara tidak seperti itu. “Oke, saya paham. Dan anggap saja Bapak tidak bertemu saya, karena saya juga akan melakukan hal yang sama agar Bapak tidak mendapatkan masalah dari Kienan,” sahut Ziya kemudian, menekankan nama Kienan seolah tahu kalau semua ini ulah pria tersebut.
Tatapan aneh langsung terlihat pada pria paruh baya tersebut,
2 bulan kemudian.“Gimana, Ziya sudah siap?” tanya Umi Diana yang melihat Ziya sudah mengemasi barang-barang Tegar ke dalam tas.Ya, hari ini semua penghuni panti akan melakukan kunjungan wisata ke kebun teh. Sekarang usia Tegar sudah 3 bulan, diusia itu Tegar sudah banyak perkembangannya. Sudah bisa ngoceh-ngoceh, sudah bisa tengkurap tetapi terkadang masih kesulitan untuk kembali dan kebiasaan barunya adalah suka memasukkan tangannya ke dalam mulut.Selama ini selain Ziya, Umi Diana juga memberi perhatian lebih pada Tegar. Serta anak-anak panti yang kadang disuruh Ziya untuk menjaga sebentar ketika dirinya harus pergi ke kamar mandi untuk tujuan tertentu.Acara hari ini sebenarnya Ziya tidak ingin ikut, dia lebih nyaman di rumah saja. “Ikutlah, itung-itung refresing. Kamu juga butuh hiburan jangan hanya mengurusi Tegar saja!” itulah ucapan Umi Diana ketika Ziya menolak ajakan wanita cantik tersebut.Semua orang sudah bersi
Bus seketika berhenti karena melihat kejadian di depannya. Dari kejauhan Umi Diana langsung berlari menghampiri, mengendong dan mendekap Tegar. Tidak peduli panasnya aspal wanita itu terduduk di sana. Butuh beberapa detik hingga Ziya sadar, harusnya dia bisa lebih cepat menolong Tegar nyatanya tidak dia lakukan.“Tolong panggilan ambulans,” teriak Umi Diana dengan suara seraknya. Ziya juga sudah sampai di sebelah Umi Diana berniat mengambil Tegar, namun dicegah oleh wanita itu. “Ziya, biar Umi saja, ya?” Pasalnya dia tahu Ziya pasti terguncang dengan kejadian itu takutnya nanti dia tidak akan sanggup melihat keponakannya ini.Benar saja, Ziya tidak berkata-kata hanya terduduk di sebelah Umi Diana, mematung diri tapi pandangannya terus menatap Tegar hingga airmatanya sudah mengucur deras tak tertahankan. Melihat banyaknya darah yang keluar itu, tak berselang lama, pandangannya buram. Tiba-tiba dia ambruk dan semua menjadi gelap.“Ziy
“Kenapa? Benar kan yang aku ucapkan!” tuduh Ziya dengan seringainya.Kienan cukup memberi bentakan tadi, sepertinya kalau dibiarkan Ziya akan semakin kurang ajar padanya. Lebih baik dia pergi dari sana.“Terserah apa pemikiranmu, aku tidak peduli!” jawab Kienan tegas sebelum pergi meninggalkan Ziya yang masih dengan kekesalannya. Dalam situasi seperti ini, dia tidak akan bisa berpikir normal jadi meninggalkannya itu lebih baik.“Andai kamu tahu, apa yang sudah dilakukan Zoya! Apa kamu masih menyalahkanku juga seperti ini, Ziya!” batin Kienan.“Mas, aku belum selesai bicara! Mau ke mana kamu?” teriak Ziya yang tidak ditanggapi Kienan. Pria itu lebih memilih melanjutkan langkahnya menjauh.“Kamu bahkan tidak bisa menjawabnyanya, Mas!” gumam Ziya seketika tubuhnya merosot ke bawah dan wajahnya tertunduk sembari memeluk lututnya. Tangis yang ditahannya tadi pecah dan tampak bahunya berge
Ziya mengeleng sembari memejamkan mata, rasanya tidak sanggup kalau harus menatap pria di depannya ini. “Maaf ... maafkan aku yang sudah buruk sangka padamu, Mas. Aku binggung kepalaku terasa berat untuk bisa menerima semua ini,” ungkapnya tercekat.Kienan menarik bahu Ziya dan membawa ke dalam pelukannya. “Maaf, sudah membuatmu berada di situasi seperti ini,” sahut Kienan mengelus kepala gadis itu sembari mengecupnya beberapa kali lalu memeluknya erat lagi. Ziya membalas pelukan itu semakin erat.Pelukan mereka terhenti ketika ponsel Kienan berdering. “Angkatlah, Mas!” Ziya mengurai pelukan dan memberi perintah pada Kienan.“Ya, Halo ... oke, langsung ke rumah sakit ya, sebentar saya kirim alamatnya!” perintahnya pada seseorang di ujung teleponnya.Ziya mengernyit, pasti ini ada hubungannya dengan dirinya karena Kienan menyebut rumah sakit. Seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Ziya. “Saya sudah suru
5 jam kemudian.Keadaan Tegar sudah membaik, masa kritis sudah terlewati. Ziya tersenyum bahagia mendengar ucapan sang Dokter.“Berarti, sebentar lagi pernikahan kita bisa dilangsungkan ya,” bisik Kienan yang berdiri di sampingnya ikut mendengarkan ucapan sang Dokter. Sontak Ziya langsung melirik dengan tajam dan itu mengundang kekehan dari bibir pria itu.“Bisa-bisanya di hadapan Dokter bicara pernikahan, gak sabaran amat sih,” gerutu Ziya dalam hati.“Kira-kira kapan bisa dibawa pulang, Dok?” kali ini bukan Ziya yang bertanya tapi Kienan.“Saya sarankan jangan dibawa pulang dulu ya, karena kondisi pasien masih bayi jadi masih perlu pemeriksaan yang intensif,” ungkap sang Dokter.“Maaf, kalau dipindahkan ke rumah sakit di Ibukota apa bisa ya?” Kienan masih terus banyak bertanya pada sang Dokter.“Boleh, tapi masih harus dalam pengawasan kami sampai di pindahkan ke ruma
“Saya terima nikah dan kawinnya Ziya Azzahra binti Zain Wijaya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”“Bagaimana, saksi?”“Sah.”“SAH.”“Alhamdulillah.” sahut semuanya.Setelah itu, lantunan doa dibacakan oleh seorang Ustad hingga selesai.Senyum kebahagiaan terpancar dari wajah Kienan sedangkan Ziya masih malu-malu. Mungkin dia masih tidak percaya bahwa telah melakukan pernikahan dengan Kienan di rumah sakit, bukan tempat yang seharusnya ia harapkan. Namun ini adalah keinginan Kienan jadi dia pasrah saja dengan suaminya itu.“Boleh dicium keningnya, Mas,” celetuk sang penghulu dengan tersenyum mengoda.Sesuai perintah Kienan, Jodi-sang asisten sengaja membawa penghulu ke rumah sakit dan membawa semua berkas yang dulu pernah disiapkan untuk pernikahannya dengan Ziya. Jadi pernikahan mereka sudah sah secara agama dan hukum.Kienan mendengar perinta
Semalam Ziya dan Kienan menginap di rumah sakit. Dan untuk Mommy Kiara, setelah sedikit paksaan dari Kienan akhirnya wanita itu mau pulang. Namun berjanji besok akan kembali lagi. Seperti keputusan Kienan untuk menikahi Ziya, seperti itu juga keputusan Kiara untuk menerima kehadiran Tegar dan akan merawatnya dengan kasih sayang.Tidak ada kejadian yang berarti pada pengantin baru itu, bahkan mereka tidurnya terpisah. Ziya yang menemani Tegar tidur di ranjang, sedangkan Kienan tidur di sofa.Meski semalam Kienan sempat bangun tapi pria itu hanya mengusap pelan puncak kepala istrinya, memahami keletihan sang istri yang harus mengurus Tegar.Kienan terbangun karena dering alarm pada ponselnya. Matanya ia paksakan untuk terbuka dan sadar bahwa jam sudah menunjukan waktu sholat Subuh. Segera menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.5 menit kemudian telah selesai dan melangkahkan kakinya menuju ranjang untuk membangunkan Ziya, pria itu berniat untuk mengajak s
“Ah, alhamdulillah kita sudah sampai, sayang,” ucap Ziya pada Tegar sambil menemani bayi itu mengoceh-ngoceh tidak jelas. Perban di kepalanya, juga sudah dibuka. Dokter bilang kondisi Tegar sudah semakin membaik dan akan cepat pulih.Ya, hari ini Tegar sudah dipindahkan ke rumah sakit di Ibukota. Tidak beda dari kamar sebelumnya, Kienan masih meminta kamar VVIP pada rumah sakit ini.Dari ambang pintu kamar, senyuman pria tersebut terlihat enak sekali dipandang oleh Ziya. Mendadak dia teringat kalau suaminya ini tidak pergi ke kantor beberapa hari ini. Sampai di depannya baru Ziya berucap. “Mas, kamu sudah beberapa hari ini gak ke kantor, sekarang pergilah biar aku sama Tegar tidak apa-apa!”Mengingat Kienan sudah empat hari ini tidak ke kantor, menyadari itu Ziya pasti tahu tugas seorang CEO pasti sangat banyak makanya dia meminta suaminya itu untuk pergi saja.“Itu gampang!” sahutnya singkat sembari mencuri ciuman bibi