Home / Romansa / Cinta posesif sang CEO / Bab 11 Pernikahan Oliver dan Caroline

Share

Bab 11 Pernikahan Oliver dan Caroline

Author: luscie
last update Last Updated: 2025-03-03 16:13:34

Satu jam lagi acara pernikahan akan dimulai. Oliver dan keluarganya telah menyewa sebuah ruangan mewah di sebuah hotel bintang lima. Undangan terbatas di kalangan tertentu. Hanya rekan bisnis dan teman terdekat.

Sementara di apartemen Jonathan, di salah satu kamar telah tertata rapi gaun-gaun malam koleksi terbaik musim ini. Jonathan telah mempersiapkan semuanya. Ia telah menyewa tim Make up artist terbaik yang diketahuinya dari salah satu rekan bisnis pemilik perusahaan kosmetik.

Emily membeku di tempatnya berdiri saat beberapa orang berpakaian seragam mulai berdatangan di apartemen Jonathan. Mereka dengan sigap memperkenalkan diri dan memberitahu Emily untuk bersiap di kamar yang telah disediakan.

“Tidakkah menurutmu ini sangat berlebihan?”gerutunya ke arah Jonathan sebelum menghilang dari balik pintu kamar. Jonathan tak berkomentar. Ia sendiri sibuk mempersiapkan diri di kamarnya.

Jonathan mengenakan tuxedo hitam yang melekat erat di tubuhnya. Tuxedo shaw lapel yang dipadukan kemeja hitam bahan mengkilap. Memperlihatkan postur tubuh tegapnya. Sebenarnya ia tidak suka berpenampilan berlebihan, tapi khusus malam ini ia akan menunjukkan penampilan yang terbaik demi Emily. Jonathan tahu pasangan Oliver meremehkan Emily waktu mereka bertemu di rumah sakit.

Jonathan menunggu dengan sabar saat tim make up mendandani Emily di salah satu kamar apartemennya. Ia menyibukkan diri dengan ponselnya, mencari berita tentang Oliver. Siapa sebenarnya mantan suami Emily itu?

Setengah jam kemudian pintu kamar terbuka. Beberapa orang keluar dari kamar dan berpamitan pergi. Detik berikutnya Emily keluar.

Jonathan berdiri membeku. Ia terpesona saat Emily melangkahkan kaki berjalan mendekatinya. Wanita itu sungguh luar biasa cantik malam ini. Emily mengenakan gaun panjang satin berwarna merah gelap tanpa lengan. Bagian dadanya sedikit terbuka menampilkan kulit bersih yang menggoda. Wajah Emily dipoles make up natural yang menonjolkan mata coklat sendunya. Rambutnya digulung ke belakang dengan kesan manis. Beberapa hiasan rambut sederhana menghias dengan cantik.

Jonathan susah payah menelan ludah. Ia kehabisan kata untuk memuji. “Ayo kita pergi sekarang,”hanya ucapan itu yang keluar dari mulutnya.

Emily mengikuti langkah Jonathan dan bertanya-tanya dalam hati apakah ada yang salah dengan penampilannya.

Keduanya tiba di tempat acara lima belas menit kemudian. Emily sedikit heran dengan sikap Jonathan yang tidak seperti biasa. Jonathan lebih banyak diam dan sesekali mencuri pandang ke arah Emily. Tapi Emily memilih untuk tidak bertanya.

Puluhan pasang mata menatap keduanya saat Jonathan dan Emily memasuki ruangan hotel tempat berlangsungnya acara. Beberapa saling berbisik penuh keingintahuan tentang pasangan tersebut. Tak sedikit yang menatap terpesona.

Emily gugup. Ia tak pernah seumur hidupnya menghadiri pesta semewah ini. Ia melingkarkan tangan ke lengan kokoh Jonathan sementara pria itu mendekap erat tangan Emily.

“Tenang Emily,”Jonathan mengeluarkan kata pertama semenjak terdiam beberapa saat tadi. “Aku ada disampingmu.”

Kata kata Jonathan begitu ajaib. Kepercayaan diri Emily mulai muncul. Jantungnya sudah tidak lagi berdegup kencang. Di sisi lain, Jonathan tiba-tiba saja berubah sedikit posesif, ia tak sedikitpun membiarkan Emily berada jauh darinya. “Kurasa gaunmu sedikit terbuka, Em,”ucap Jonathan berbisik.

“Benarkah?”Emily menunduk, menatap gaunnya. Kurasa ia memilih yang paling sopan di antara gaun lainnya.

“Ayo, kita cari tempat duduk,”ajak Jonathan tak menghiraukan kebingungan Emily.

Tempat duduk terbagi menjadi 2 sisi, di depan tampak Oliver berdiri gagah dengan tuxedo putih, menunggu sang mempelai wanita mengikat janji pernikahan. Sekilas ia melihat ke arah Emily dan Jonathan saat terdengar musik mengalun. Semua hadirin berdiri menunggu sang pengantin wanita memasuki ruangan.

Caroline tampak cantik mengenakan baju pengantin dengan gaya Victoria. Bagian roknya memanjang . Ia berjalan didampingi seorang pria paruh baya yang dengan bahagia menggandeng lengan wanita itu. Di belakang berjalan beberapa bridesmaid.

Emily sedikit iri. Dulu dirinya tidak memakai gaun pengantin seindah itu. Gaun pengantinnya adalah gaun sewa sederhana.

Caroline tersenyum bahagia saat tangannya diraih Oliver, bersama menghadap pemuka agama yang akan memulai upacara pernikahan.

Para undangan dipersilahkan duduk saat kedua mempelai saling mengucapkan janji pernikahan. Emily menunduk menahan air mata.

Jonathan meraih tangan Emily, mengusapnya lembut.

“Come on, Em. Kamu bisa melalui ini.”

Emily menengadahkan kepala menatap Jonathan, matanya berkaca-kaca. “Ya, aku pasti bisa,”jawabnya tersenyum.

Jonathan tersenyum. Keduanya kembali memperhatikan upacara pernikahan yang hampir selesai. Tepuk tangan bergemuruh saat pengantin baru dipersilahkan untuk saling mencium. Kemesraan tampak di wajah keduanya. Jonathan merengkuh tubuh Emily dan mendekapnya erat. Tiba-tiba ia menunduk dan mengecup kening Emily. Emily terkesiap. Menatap Jonathan mencari maksud lelaki itu di matanya. Tapi Emily tak menemukan jawaban. Tatapan Jonathan menyiratkan banyak hal. Sebagian besar adalah dukungan.

Usai upacara, acara berlanjut dengan makan malam. Ruangan hotel yang luas dan mewah disulap menjadi area makan yang spektakuler. Rangkaian bunga menghiasi hampir di seluruh sudut tempat.

Jonathan dan Emily hendak berjalan menuju sebuah meja makan saat seorang wanita paruh baya mendekati keduanya. Nyonya Edith, ibu Oliver.

“Oh Emily, aku tak menyangka Oliver juga mengundangmu,”sapanya dengan senyum.

“Halo, Nyonya Edith, lama tidak bertemu. Apa kabar?”Emily tersenyum tipis. Dulu ia tidak diperbolehkan memanggil wanita itu dengan sebutan “ibu”. Nyonya Edith tak pernah menginginkan pernikahan beda status dari anak-anaknya.

“Aku selalu baik, my dear.”Ia menatap Jonathan. Menilai sekilas. Bukan pria sembarangan. Setidaknya itu penilaian awal melihat dari penampilan Jonathan. “Kau belum memperkenalkan kami,”ujarnya melihat ke arah Jonathan.

“Halo, Nyonya.”Jonathan mengulurkan tangan. “Namaku Jonathan.”

Nyonya Edith membalas jabat tangan Jonathan, ingin menanyakan sesuatu ketika dari arah belakang tubuhnya terdengar suara merdu Caroline.

“Hai Emily..Jonathan, terima kasih sudah datang.”Caroline datang bersama Oliver. Pria itu menatap sesaat ke arah Emily tapi segera sadar untuk mengalihkan pandangan saat Nyonya Edith menyentuh lengannya. “Kalian mengundang Emily rupanya.”

“Iya mom, aku ingin mereka hadir di pernikahanku,”jawab Caroline riang. Wanita itu memandang Emily dengan tatapan iri, tak menyangka dengan penampilan Emily yang mempesona.

“Tak apa, aku juga senang Emily datang,”ucap nyonya Edith dengan senyum sinis. “Ini pernikahan kedua dari putra sulungku. Aku berharap dengan pernikahan ini, aku segera dikarunia seorang cucu, bukan begitu Oliver?”

Suasana beku sesaat. Emily dan Oliver tidak menyangka Nyonya Edith akan membuka luka lama.

Oliver menatap tajam ibunya. “Ibu, tidak seharusnya…”

“Tapi aku tidak salah kan?”sela Nyonya Edith. “Benar kan, Emily?Setiap orang tua pasti menginginkan keturunan dari anak-anaknya.”

“Kau tidak salah, Nyonya Edith,”Emily tersenyum pahit.

Caroline tampak senang dengan situasi yang mulai memanas. Jonathan mengalihkan pembicaraan. “Acara pernikahan yang meriah, Nyonya. Kurasa kamu memilih Wedding Organizer yang hebat.”

“Oh tentu saja, acara ini harus spektakuler,”Nyonya Edith merasa bangga.

“Kapan-kapan aku ingin menyewa jasanya untuk acara pernikahanku nanti.”

Semua terdiam. Menatap Jonathan dan Emily bergantian.

“Kalian…”Caroline terbelalak. Mulutnya terbuka. Oliver juga tampak tercengang.

“Kami akan segera menikah,”ucap Jonathan berbohong.

Emily berusaha menahan ekspresi terkejut. Apa yang dilakukan bosnya?Berbohong tentang pernikahan?Bagaimana mungkin?

Nyonya Edith tersenyum menghina. “Ini membutuhkan dana yang besar.”ucapnya satir.

“Oh ya?Kuharap itu masuk dalam budgetku,”tukas Jonathan.

Nyonya Edith memandang Jonathan sesaat. “Maaf, siapa nama anda tadi?”

“Jonathan…Jonathan Walker.”

Nyonya Edith mengingat-ingat sesuatu. Seseorang dengan nama belakang Walker. Astaga!Matanya terbelalak. “Apakah anda putra William Walker?”

Jonathan mengangguk. “Dia ayahku.”

Sepanjang perjalanan pulang, Emily menumpahkan kemarahannya pada Jonathan.

“Astaga bos.Apa yang telah kau lakukan?Ini benar-benar kacau,”gerutu Emily saat berada di dalam mobil.

“Memangnya apa yang telah kulakukan?”

Mulut Emily hendak mengucap sesuatu, tapi terhenti. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Menghela nafas kesal. “Kau telah berbohong. Tentang sesuatu yang mustahil terjadi.”

“Hei,”sela Jonathan tak terima. “Apa yang menurutmu mustahil?”

“Tentu saja tentang kita yang akan menikah, kamu mengatakan itu tadi. Apa kamu sudah lupa?"

“Tidak, aku tidak lupa,”jawab Jonathan masih fokus berkendara menatap jalanan di depan.

Emily mendesah tak berdaya. “Kuharap aku tak pernah bertemu mereka lagi. Ini benar-benar kacau.”

Jonathan menepikan mobil di bahu jalan. Ia terdiam sesaat.

“Kenapa menurutmu itu hal yang mustahil?”tanya Jonathan kembali. Ia menggeser tubuhnya menghadap Emily.

Emily menoleh. Menatap Jonathan lekat. Tatapan Jonathan tampak serius. Tidak seperti biasanya.

“Karena mustahil terjadi, Sir. Tidak mungkin ada pernikahan di antara kita.”

“Bagaimana kalau aku mengajakmu menikah?”tanya Jonathan bersungguh-sungguh.

Emily memandang pria itu sesaat kemudian tertawa sumbang. “Ayolah, jangan bercanda. Kamu pikir mengajak seseorang menikah semudah seperti mengajaknya makan malam?”

“Aku bersungguh sungguh, Emily.”

“Kau hanya menjaga egomu tadi, supaya keluarga Oliver tidak meremehkan kita, kan?Kamu hanya ingin menunjukkan jika kamu adalah presdir yang menurutmu receh untuk menggelar acara semegah itu.”Emily tampak kesal. “Dan akhirnya terjebak dengan omong kosong pernikahan.”

Jonathan tak membantah. Sedikit di hatinya ingin menunjukkan kekuasaan dan kekayaannya. Tapi itu bukan untuk egonya sendiri, tapi untuk menjaga harga diri wanita itu. Ia tak rela Emily terluka.

“Tapi bagaimana jika aku memang ingin menikah denganmu, Em?”

Emily memejamkan mata. “Pernikahan itu membutuhkan cinta, komitmen dan tanggung jawab. Itu hal yang besar. Aku sudah pernah menjalaninya dan aku gagal.”

“Aku bisa memberikan komitmen dan tanggung jawab, tapi aku tak pernah tahu rasanya mencintai seseorang. Beri aku waktu, aku akan belajar bagaimana mencintai.”

Emily bersandar sembari memejamkan mata. Apa sebenarnya maksud Jonathan melamarnya di saat seperti ini?Di saat hatinya bukan lagi sebuah hati yang utuh untuk mencintai, hanya sebuah kepingan.

“Tidakkah kamu lihat aku sekarang sudah hancur?Mantan suamiku sudah menikah lagi. Mantan mertuaku masih meributkan masalah aku yang tak bisa memberi keturunan,”Emily diam sesaat. Dari sudut matanya mengalir air mata.”Apa yang kau harapkan dari seorang wanita sepertiku?”

Jonathan meraih tangan Emily. “Aku tidak mengharapkan apapun darimu. Berikan saja sisa hatimu yang sudah hancur. Aku akan terima itu.”

Emily membuka mata, menatap Jonathan. Hatinya memang mendamba sebuah cinta. Hatinya selalu berbunga-bunga jika diberi perhatian lebih oleh Jonathan. Tapi itu saja tidak cukup.

“You just too good to be true,”bisik Emily pelan. Ia jujur tentang hal itu. Sosok Jonathan terlampau jauh baginya. Ia takkan mampu menggapai lelaki itu. Jonathan pria yang hampir sempurna di matanya. Dan Emily merasa kerdil berada di samping Jonathan. Ia takkan sanggup patah hati lagi.

“Tidak, Em. Aku di sini, aku nyata dan kamu bisa meraihku.”

“Entahlah, ini terlalu cepat bagiku.”

“Baiklah,”ucap Jonathan menyadari sesuatu. “Ini bukan waktu yang tepat. Kamu butuh waktu berdamai dengan keadaan, Em.”Jonathan meraih tangan Emily yang digenggamnya sedari tadi. Mencium tangan wanita itu dengan lembut. “Aku akan menunggu saat itu.”

Hati Emily menghangat. Ia menghapus air mata dengan sebelah tangannya yang bebas. “Terima kasih.”Emily tersenyum samar.

Sepanjang jalan yang dilalui menuju apartemen Jonathan, keduanya lebih banyak diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 66 Bertemu Jacob

    Butuh waktu yang cukup lama untuk memulihkan kondisi keuangan Weston Corp. Sudah hampir lima bulan. Beberapa kontrak perjanjian baru telah ditandatangani. Meski tidak dapat pulih sepenuhnya tapi setidaknya mampu menghasilkan laba yang diharapkan oleh semua pihak. Baik pemegang saham maupun jajaran manajemen dan karyawan Weston Corp. Jonathan pulang larut malam itu. Simon yang setia mengantarnya menuju apartemen sederhana di tengah kota. Emily tak ingin pindah. Ia lebih nyaman tinggal di sana karena selain lebih dekat dengan Weston Corp, Aldera lebih mudah mengunjunginya. Saat membuka pintu, tampak pemandangan yang selalu membuat Jonathan rindu pulang. Emily duduk di sofa sambil menimang putranya. "Hai, " sapa Jonathan hampir berbisik. Ia mencium lembut bibir Emily sembari berjongkok di depan istrinya, memandang wajah damai putranya yang tertidur pulas. "Mandilah, kamu tampak lelah, " ucap Emily seraya bangkit berdiri saat Jonathan mengambil Kenneth dari tangannya dan beran

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 65 Kenneth Walker

    Proses persalinan Emily dibantu oleh seorang Widwife ramah bernama Adelle. Emily baru diperbolehkan masuk ke ruang bersalin setelah pembukaan lima. Jonathan mendampingi istrinya selama proses berlangsung. “Ma’am, anda harus berjalan-jalan untuk mempercepat proses kelahiran,” saran Adelle saat bukaan Emily tak kunjung bertambah. Emily telah menjalani serangkaian proses persalinan mulai mencek detak jantung bayi dalam kandungan hingga proses induksi untuk merangsang kontraksi. Jonathan membantu Emily berkeliling rumah sakit. Setelahnya proses induksi kedua kembali dilakukan. Ada beberapa pilihan pain killer yang ditawarkan Midwife untuk mengurangi sakit saat kontraksi dan Emily memilih mandi dengan air hangat. Jonathan dengan sabar mengganti bath tub dengan air hangat agar Emily bisa berendam dengan nyaman. Hampir empat jam hingga kontraksi semakin terasa luar biasa menyakitkan. Proses persalinan berlangsung sekitar satu jam. Jonathan hampir tak kuasa menahan air mata saat bayi mu

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 64 Kembali ke Manhattan

    Jonathan mengantar Emily hingga ke dalam apartemen. "Kembalilah bekerja," ucap Emily sembari berjalan menuju kamar. "Aku tidak akan tenang sebelum kamu memaafkan ku. " Jonathan masih membayangi langkah istrinya hingga ke kamar. Emily ingin mengatakan sesuatu yang bisa menenangkan hati Jonathan, tapi entah mengapa lidahnya kelu, moodnya memburuk. "Sayang, " panggil Jonathan meraih pinggang Emily dan merapatkan ke tubuhnya. "bagaimana lagi aku harus menjelaskan, Em? " "Tidak perlu, aku tidak butuh penjelasanmu, aku ingin tidur. " Emily melepaskan tangan Jonathan dengan wajah cemberut. "Jangan begini, Sayang." "Sudah, pergilah." Emily beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuh Jonathan melirik jam tangan sekilas. Waktu tutup supermarket satu jam lagi. Ia bergegas pergi menuju tempat kerjanya. Membantu Thomas hingga waktu tutup toko. Setelah pamit pada Thomas, ia pulang dengan tergesa. Jonathan mandi sebentar sebelum merebahkan tubuh di samping istrinya. Emily ber

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 63 Black Friday

    Jonathan datang lebih awal hari ini. Antrian panjang tampak di depan pintu masuk supermarket bahkan sebelum toko dibuka. Beberapa personel keamanan bersiap di pintu masuk memastikan pengunjung tetap mematuhi peraturan toko meski hari ini adalah hari khusus, dimana harga hampir semua barang yang ada di supermarket di diskon mulai empat puluh persen. "Kau lihat antrian di depan pintu, Jonathan? " tanya Thomas mengenakan jaket khusus toko. Ia bersiap pergi. "Ya, aku lihat." Jonathan melirik jam dinding. "sepuluh menit lagi, aku akan bersiap. " Jonathan mengenakan jaket yang sama seperti yang dipakai Thomas. Hari ini akan menjadi hari tersibuk sepanjang pekan ini. Meski pengunjung memadati supermarket, tetapi pengaturan yang telah dibuat Thomas membuat antrian tidak terlalu panjang. Area kasir ditambah dua lagi sehingga pengunjung toko bisa dilayani dengan cepat. Tak ada jeda waktu. Waktu makan siang pun dipercepat karena pengunjung tak juga berkurang hingga menjelang mala

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 62 Kesibukan di supermarket

    Keesokan pagi ditemani Jonathan, Emily menyerahkan sampel urine ke laboratorium klinik sesuai arahan dokter Roberta. Setelah mengantar Emily pulang, Jonathan berangkat menuju tempat kerja. Hari ini hari tersibuk menjelang akhir pekan. Menjelang Black Friday banyak barang baru berdatangan, bertepatan dengan ketidakhadiran Thomas karena sakit. Jonathan menggantikan tugas Thomas sementara waktu. Ia memantau pekerjaan di gudang hingga penataan barang di rak-rak pajangan. Belum lagi beberapa komplain dari pelanggan yang mengomel karena antrian panjang di area kasir. Jonathan berinisiatif menambah area kasir darurat. Saat waktu makan siang, tiba-tiba muncul Claire di ambang pintu ruangan kantor Jonathan. "Hai, apa aku mengganggu? " tanya Claire ceria. Jonathan tersenyum. "Tidak, ada apa Claire? " "Aku hanya ingin mampir. " Jonathan teringat Brianna, Claire tampaknya seumuran dengan Brianna. "Bagaimana kabar Thomas?Apa dia sudah membaik? " Claire mendekat, tanpa diminta ia d

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 61 Hamil

    Dua bulan lagi adalah Black Friday. Dikenal dengan hari belanja besar-besaran dengan diskon sangat menarik. Black Friday jatuh pada hari Jumat setelah Thanksgiving di bulan November. Jonathan membuat proposal tentang penawaran menarik khusus di Black Friday. Siang itu sebelum makan siang ia menyerahkan proposal itu pada Thomas. “Aku membuat konsep tentang diskon saat Black Friday,” ucapnya. “Baik, akan kupelajari.” Thomas menerima lembaran kertas itu. “Kau makan siang di luar?” “Tidak, aku membawa bekal.” Jonathan meringis menahan kikuk. “istriku memaksaku membawa bekal untuk berhemat.” Thomas tertawa. Ia menunjukkan wadah bekal makan siangnya. “Tidak usah malu, aku selalu membawa bekal. Ayo makan bersama di sini,”ajak Thomas kemudian. Jonathan menurut. Keduanya makan bersama di meja Thomas saat setengah jam berlalu, terlihat wajah Claire muncul dari balik pintu. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa ketertarikannya saat mendekati Jonathan. “Hai, kudengar dari papa, kau pengganti

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 60 Pekerjaan baru

    Jonathan terpaksa menjual penthousenya dengan harga di bawah pasar, itu dilakukan demi segera mendapatkan uang membayar gaji dan tunjangan pisah karyawan resort. Pihak asuransi properti masih dalam penyelidikan tentang penyebab kebakaran sehingga tidak bisa mengupayakan pencairan asuransi kebakaran dalam waktu dekat.Jonathan meminta James untuk memperkerjakan kembali Simon di Weston dan juga merekomendasikan Mateo untuk bekerja di sana.Jonathan dan Emily melakukan persiapan untuk berangkat ke Manchester setelah sebelumnya berpamitan pada Aldera.“Jaga diri baik-baik, Sayang.” Aldera memeluk Emily dan Jonathan saat keduanya berpamitan pergi“Ibu jaga kesehatan, ya.”Emily mengurai pelukan. “Tolong sampaikan Eden, untuk biaya kuliahnya, akan kutransfer setiap bulan ke rekeningnya seperti biasa, jadi dia tak perlu khawatir.”Aldera mengangguk dengan mata berkaca-kaca.“Jaga Emily, Jonathan.”“Aku janji,” kata Jonathan sebelum keduanya berlalu pergi.Saat tiba di mansion, hanya James d

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 59 Merelakan Weston Corp

    Jonathan berdiri di depan puing-puing bangunan resort bekas kebakaran. Ia terdiam lama. Emily ingin mendekat dan memberi semangat untuk Jonathan tapi ia enggan untuk mengganggu Jonathan yang tengah merenung. Lelaki itu tangguh. Hanya masalah seperti itu takkan menggoyahkan jiwanya. Emily yakin itu. Jonathan berbalik menghadapnya. Dengan senyum. "Aku sudah mengasuransikan properti ini. Tapi untuk membangunnya kembali butuh waktu lama. " Ia berbicara tidak hanya pada Emily, tapi juga ditujukan pada Lucas. "Dengan berat hati, aku harus menghentikan operasional resort. Aku akan bertanggungjawab memberikan hak kalian sesuai kesepakatan. " Sekarang ia benar-benar berdiri di depan Lucas. Lucas menghormati keputusan Jonathan. Setelah keduanya memberikan briefing singkat pada seluruh karyawan dan memberikan kesempatan untuk berpamitan, Jonathan dan Emily berkendara pulang. "Setelah urusan pembayaran gaji selesai, aku ingin kita pergi ke Manchester atau Wales, " ucap Jonathan saat kedu

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 58 Kebebasan Jonathan

    Emily dirawat di rumah sakit karena terlalu banyak menghirup asap. Saluran pernapasan nya mengalami iritasi dan peradangan. Dalam kesempatan terakhir, Emily sempat hampir merasa dirinya telah mati. Kilasan kilasan peristiwa asing masuk ke dalam ingatannya dan Emily yakin mungkin inilah saat waktu nya telah berakhir di dunia. Tapi Tuhan masih menginginkan ia hidup. "Emily, kau sudah sadar? " Aldera yang pertama kali menyapanya. Emily mengerjapkan mata, suasana kamar yang serba putih dan bau khas rumah sakit membuatnya pening. "Ibu, apa yang terjadi? " "Kau pingsan saat resort kebakaran. " Emily terkesiap. "Kebakaran? " tanyanya panik. "Bagaimana orang-orang di dalam resort? " "Tak ada korban jiwa, Sayang. " Emily bersyukur dalam hati. "Kai yang membawa mu keluar dari ruangan. " "Kai?"Tiba-tiba ia teringat akan Kai. Juga sesuatu yang terjadi di masa lalu. Jonathan yang meminta maaf atas perbuatan adiknya yang berusaha menceburkan nya ke dalam kolam dan yang berusaha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status