Thanksgiving merupakan hari bahagia bagi sebuah keluarga untuk bisa merayakan tradisi dan berkumpul bersama. Tapi tidak dengan Jonathan, undangan yang diterimanya dari James siang itu benar-benar membuatnya sakit kepala.
Keluarga besar William Walker akan merayakan Thanksgiving dan mengundang hampir seluruh keluarga dekat. “Aku mohon luangkan waktumu untuk datang, Nathan,”ucap James di seberang telepon. “Kita ini keluarga. Apapun yang terjadi. Apapun masalahmu dengan Pamela dan Joseph, kuharap tidak membuat kita terpisah sebagai keluarga.” Jonathan menghela nafas panjang. Satu hal yang paling dibencinya adalah berada di rumahnya dan mengenang berbagai kenangan buruk masa kecilnya. “Entahlah, James, Aku banyak kerjaan.” “Meskipun di hari libur?” Jonathan memaki dalam hati. Alasan yang buruk sekali. “Kau bisa mengundang temanmu juga, Nath,”bujuk James lagi. “Atau kekasihmu,”James sedikit menyelidik. Jonathan tidak bersuara. Ia tidak ingin berbagi kehidupan pribadi dengan saudara-saudaranya. “Akan aku pertimbangkan.” “Usahakan jangan dipertimbangkan,”tuntut James sedikit memaksa. “Oke.” Jika bukan James yang meminta, ia tidak akan segelisah ini. Ia akan dengan tegas menolak. Tapi Jonathan tidak pernah bermasalah dengan James, bahkan James selalu bersikap baik padanya. Jonathan mengetik sesuatu di ponselnya. “Bisakah aku meminta bantuanmu?” Emily yang menerima pesan tersebut segera membalas. “Tentu saja.” “Temani aku di acara Thanksgiving keluargaku Jumat ini.” “Oke.”Balas Emily singkat. “Siapkan beberapa pakaian ganti, kita akan menginap.” Emily mengerutkan kening. Menginap?Sebelum ia mengetik sesuatu untuk memberi alasan penolakan, Jonathan memberi emoticon sedih dan memohon, membuat Emily luluh. Di hari Jumat sore itu. Perjalanan menuju rumah Jonathan membutuhkan waktu hampir satu jam dari apartemen pria itu. Sepanjang waktu berkendara, wajahnya tampak suram. “Ada masalah?”tanya Emily menyadari sesuatu. Jonathan tak menjawab, detik selanjutnya ia menoleh sekilas. “Aku sedang menyiapkan nyali, Em.” Emily teringat pembicaran Paula waktu itu. Jonathan sering mendapat perlakuan buruk dari saudara tirinya hingga ia memutuskan pergi dari rumah dan tinggal di Manchester dengan saudara ibunya. “Kau tidak keberatan untuk cerita?Setidaknya aku tahu harus bagaimana jika bertemu saudara-saudaramu.” Jonathan diam sesaat. Sepertinya ia butuh kekuatan dan konsentrasi penuh untuk bercerita, akhirnya ia menepikan mobil di bahu jalan. Jonathan mematikan mesin mobil, membuka jendela dan menghirup udara yang menyerbu melalui jendela mobil. “Ibuku adalah istri kedua ayahku, mungkin kau sering mendengar gosip itu.” Emily mengangguk saat Jonathan menoleh padanya. “Istri pertama ayahku meninggal saat Joseph berusia dua tahun. Mereka memiliki tiga anak, James, Pamela dan Joseph. Setahun kemudian, Ayah bertemu ibuku saat pertemuan bisnis di Manchester. Mereka satu universitas. Seperti yang pernah kudengar dari ibu, dulu mereka pernah berpacaran waktu kuliah meski hanya beberapa bulan.”Jonathan meraih botol air mineral di samping kemudi dan meneguknya sesaat. “Mereka akhirnya memutuskan menikah. Setelah itu lahir aku dan adik bungsuku Kai. Aku dan Kai selisih dua belas tahun.”Jonathan memejamkan mata sesaat. Menghela nafas panjang. “Awalnya Pamela dan Joseph hanya usil menggangguku. Waktu itu aku masih berusia tiga tahun. Semakin lama mereka semakin keterlaluan. Saat ayah dan ibu pergi ke luar kota atau ke luar negeri untuk urusan bisnis, saat itulah neraka ku dimulai. Mereka sering mengurungku di gudang. Tanpa makan, hanya minum. Awalnya aku ketakutan tapi lama kelamaan menjadi terbiasa.” “Tak ada yang menolongmu?” “Tak ada seorang pembantu pun yang berani melawan Pam dan Joseph. Mereka berdua mengancam akan membuat mereka yang berani menolongku akan dipecat.” Emily tertegun. “Bagaimana dengan James?” “James bersekolah di asrama dan jarang pulang.” “Kau tidak mengadukan hal itu pada orang tuamu?” Jonathan tertawa getir. “Jika aku mengadu, perlakuan mereka selanjutnya akan lebih kejam.” Emily terkesiap. “Seberapa kejam?” “Joseph yang terparah. Dia sering memukuliku dengan brutal. Waktu usiaku lima tahun dia pernah menendangku hingga tulang rusukku patah, dan mereka mengatakan pada ayah jika aku terjatuh dari tangga.” Mulut Emily menganga ngeri membayangkan kejadian itu. “Tapi itu bukan apa-apa Em,”ucap Jonathan parau. Ia menoleh menatap Emily. “Tendangan dan pukulan masih bisa kuatasi. Dikurung di dalam gudang tanpa makananpun aku masih bisa tahan. Yang mengerikan adalah saat mereka menyekapku di sebuah bilik sempit dan gelap di tengah hutan, kau tahu, itu sangat mengerikan.”Tangan Jonathan mengenggam kemudi dengan erat. “Tiba-tiba saja aku seperti berhenti bernafas.” Jonathan memejamkan mata sesaat. Tangannya sedikit bergetar. Emily meraih tangan pria itu. Menggenggamnya erat. “Karena itu aku memintamu menemaniku, Em. Aku butuh seseorang untuk menjaga kewarasanku. Setiap kali melihat mereka rasanya aku ingin membunuh keduanya.” Emily mengangguk paham. “Tenang, ada aku di sampingmu.” Beberapa saat kemudian Jonathan tampak kembali tenang. “Terima kasih, Em.”Jonathan menatap Emily. “Sama-sama, bos.”Emily balas tersenyum. Keduanya telah tiba di pintu gerbang mansion keluarga Jonathan. Pria itu menekan sebuah tombol di samping pagar sebelum akhirnya pagar terbuka. Jalanan menuju Mansion dikellilingi pepehonon yang rimbun di samping kanan dan kiri. Mobil melewati jalanan yang cukup panjang untuk sampai di depan rumah. Rumah besar bergaya Victoria itu tampak menjulang megah. Mobil berhenti tepat di depan Mansion. Jonathan tidak segera turun. Ia mengetukkan jari di kemudi mobil. Menghela nafas panjang berkali-kali. “Inilah ‘monster’ku, Em.” “Jangan kuatir, aku akan menjagamu,”Emily tersenyum menenangkan. “Baiklah, ayo turun.” Dari arah pintu depan Mansion keluar sosok lelaki berambut pirang menyambut keduanya dengan senyum lebar. “Selamat datang, Nathan.”James membuka kedua tangan lebar dan memeluk adiknya sesaat. “Bagaimana kabarmu.” “Baik.”Jonathan menoleh ke arah Emily. “Perkenalkan ini kekasihku.” Senyum Emily memudar, terkejut dengan kalimat Jonathan. Belum ada pembicaraan tentang sandiwara sepasang kekasih. Emily harus bagaimana? “Hai, aku James, aku kakak tertua Jonathan.”James menjabat tangan Emily. “Emily.”Emily tersenyum tulus. “Jonathan selalu membuat kejutan, bukan?Dia sudah memiliki kekasih hanya dalam hitungan bulan tinggal di Manhattan.” “Dia memang selalu penuh kejutan,”balas Emily penuh makna. Jonathan mengedipkan sebelah mata dengan senyum saat Emily menatapnya meminta penjelasan. Ketiganya beriringan masuk ke dalam Mansion. Di ruang keluarga tampak dua orang tengah duduk berhadapan di sebuah sofa besar melingkar. Sosok tinggi berambut coklat mirip Jonathan tersenyum menyambut ketiganya. “Hei, apa kabar?”lelaki itu menyapa Jonathan dengan pelukan singkat. “Baik, bagaimana kabarmu, Kai?” “Baik, siapa ini?”tanyanya saat melihat Emily. “Dia kekasihku, Emily.” “Wow, Jonathan yang tak pernah berubah.”Terdengar suara wanita dari balik tubuh Kai. Pamela. Wanita berambut pirang dengan polesan bibir semerah darah berjalan mendekat. “Apa kabar, Pamela ?” “Selalu baik, tampan. Berapa lama kita tidak bertemu semenjak kematian ayah?”Dia tampak mengingat-ingat. “Ah ya, enam bulan ya?Dan…ck..ck.”Pamela menatap Emily penuh penilaian. “Dan kau sudah mendapat kekasih secantik ini?” “Apa kabar?Namaku Emily,”Emily mengulurkan tangan menjabat tangan Pamela yang sehalus sutra. Beberapa perhiasan mewah menghiasi jari tangan wanita itu. “Aku penasaran bagaimana kalian bertemu?Kau tahu kan di lama tinggal di Manchester. Dan kudengar sesuatu,”ucap Pamela seakan-akan berbisik. “Dia itu punya banyak kekasih di Manchester.”Pamela tertawa. Emily tersenyum. “Jangan kuatir, aku sudah tahu. Dia memang sangat menawan bukan?”Balas Emily membuat tawa Pamela terhenti. Pamela tampak kesal tak berhasil membuat situasi kacau. “Oh kau sudah tahu rupanya kalo dia itu playboy?” Emily tersenyum geli. Ia mendekati Pamela dan berbisik. “Dan dia sangat hebat di ranjang.” “Ough,”Pamela tersentak kaget . “Kau.”Pamela kehabisan kata. Dia bergegas keluar ruangan dengan wajah memerah. Emily menahan senyum. Jonathan menatapnya penuh rasa penasaran. Apa yang dikatakan Emily hingga membuat Pamela sewot? “Hei..kita kedatangan tamu cantik rupanya.” Dari luar ruangan, masuk sosok lelaki bertubuh kurus dengan pandangan mata aneh. Tampak lingkaran hitam di bawah matanya. “Jonathan adikku, apa kabar,”Lelaki itu menepuk Pundak Jonathan sebelum beralih pada Emily. “Halo cantik, namaku Joseph.”Ia mengulurkan tangan. Emily membalas jabat tangan Joseph. Tapi sepertinya lelaki itu enggan melepas genggaman tangannya. “Aku Emily,”sapa Emily dengan senyum. “Kau beruntung sekali, Nathan.”seru Joseph mengamati Emily yang merasa tak nyaman dipandangi seperti itu. Jonathan mendekat dan menarik tangan Emily. “Jangan ganggu dia, Joseph.” Keadaan berubah tegang. Jonathan menutup jarak antara Emily dan Joseph. “Hei, rileks dude, aku hanya ingin mengenal kekasih barumu.”Joseph mengangkat tangannya. Wajah Jonathan tampak suram. Tatapannya penuh ancaman. Dari segi postur tubuh, Joseph kalah tinggi dibanding Jonathan. Joseph sedikit mendongak saat menatap Jonathan. “Menyingkirlah,”kata Jonathan penuh penekanan. Keduanya saling memandang. Saling mengukur kekuatan. Jonathan tak gentar sedikitpun. Ia bukan anak kecil yang mudah ditakuti seperti dulu. James ingin melerai keduanya saat terdengar suara manis Emily. “Nathan sayang, aku lelah,”ucap Emily mengalihkan suasana tegang. Jonathan segera tersadar. Ia menoleh ke arah Emily. Wanita itu meraih tangan Jonathan dan menatap mesra. “Aku lelah, Sayang.”Emily mengulang ucapannya. Jonathan tertegun sesaat. “Maafkan aku,”Ia buru-buru merengkuh pundak Emily dan memaksakan senyum. “Kami akan istirahat sebentar.”Ia memandang James meminta ijin. James memanggil kepala pelayan rumah dan memerintahkan untuk mengantar Jonathan dan Emily ke kamarnya. Sebelum berlalu pergi, James mendekati Joseph. “Jaga kelakuanmu, Joseph. Jangan membuat keributan. Dia adikmu. Bersikaplah dewasa.” Joseph hanya mendengus dengan senyum sinis. Dia sudah merencanakan banyak hal. Joseph masih belum menerima kenyataan jika di surat wasiat yang ditulis ayahnya, Jonathan menjadi pemimpin di Weston Corp. Joseph memang mendapat bagian sebuah rumah mewah dan sejumlah uang bernilai cukup besar, tapi itu tak sebanding dengan yang diterima Jonathan sebagai pemimpin Weston Corp yang tentunya bisa menghasilkan kekayaan lebih banyak darinya.Butuh waktu yang cukup lama untuk memulihkan kondisi keuangan Weston Corp. Sudah hampir lima bulan. Beberapa kontrak perjanjian baru telah ditandatangani. Meski tidak dapat pulih sepenuhnya tapi setidaknya mampu menghasilkan laba yang diharapkan oleh semua pihak. Baik pemegang saham maupun jajaran manajemen dan karyawan Weston Corp. Jonathan pulang larut malam itu. Simon yang setia mengantarnya menuju apartemen sederhana di tengah kota. Emily tak ingin pindah. Ia lebih nyaman tinggal di sana karena selain lebih dekat dengan Weston Corp, Aldera lebih mudah mengunjunginya. Saat membuka pintu, tampak pemandangan yang selalu membuat Jonathan rindu pulang. Emily duduk di sofa sambil menimang putranya. "Hai, " sapa Jonathan hampir berbisik. Ia mencium lembut bibir Emily sembari berjongkok di depan istrinya, memandang wajah damai putranya yang tertidur pulas. "Mandilah, kamu tampak lelah, " ucap Emily seraya bangkit berdiri saat Jonathan mengambil Kenneth dari tangannya dan beranj
Proses persalinan Emily dibantu oleh seorang Widwife ramah bernama Adelle. Emily baru diperbolehkan masuk ke ruang bersalin setelah pembukaan lima. Jonathan mendampingi istrinya selama proses berlangsung. “Ma’am, anda harus berjalan-jalan untuk mempercepat proses kelahiran,” saran Adelle saat bukaan Emily tak kunjung bertambah. Emily telah menjalani serangkaian proses persalinan mulai mencek detak jantung bayi dalam kandungan hingga proses induksi untuk merangsang kontraksi. Jonathan membantu Emily berkeliling rumah sakit. Setelahnya proses induksi kedua kembali dilakukan. Ada beberapa pilihan pain killer yang ditawarkan Midwife untuk mengurangi sakit saat kontraksi dan Emily memilih mandi dengan air hangat. Jonathan dengan sabar mengganti bath tub dengan air hangat agar Emily bisa berendam dengan nyaman. Hampir empat jam hingga kontraksi semakin terasa luar biasa menyakitkan. Proses persalinan berlangsung sekitar satu jam. Jonathan hampir tak kuasa menahan air mata saat bayi mu
Jonathan mengantar Emily hingga ke dalam apartemen. "Kembalilah bekerja," ucap Emily sembari berjalan menuju kamar. "Aku tidak akan tenang sebelum kamu memaafkan ku. " Jonathan masih membayangi langkah istrinya hingga ke kamar. Emily ingin mengatakan sesuatu yang bisa menenangkan hati Jonathan, tapi entah mengapa lidahnya kelu, moodnya memburuk. "Sayang, " panggil Jonathan meraih pinggang Emily dan merapatkan ke tubuhnya. "bagaimana lagi aku harus menjelaskan, Em? " "Tidak perlu, aku tidak butuh penjelasanmu, aku ingin tidur. " Emily melepaskan tangan Jonathan dengan wajah cemberut. "Jangan begini, Sayang." "Sudah, pergilah." Emily beranjak menuju ranjang dan merebahkan tubuh Jonathan melirik jam tangan sekilas. Waktu tutup supermarket satu jam lagi. Ia bergegas pergi menuju tempat kerjanya. Membantu Thomas hingga waktu tutup toko. Setelah pamit pada Thomas, ia pulang dengan tergesa. Jonathan mandi sebentar sebelum merebahkan tubuh di samping istrinya. Emily ber
Jonathan datang lebih awal hari ini. Antrian panjang tampak di depan pintu masuk supermarket bahkan sebelum toko dibuka. Beberapa personel keamanan bersiap di pintu masuk memastikan pengunjung tetap mematuhi peraturan toko meski hari ini adalah hari khusus, dimana harga hampir semua barang yang ada di supermarket di diskon mulai empat puluh persen. "Kau lihat antrian di depan pintu, Jonathan? " tanya Thomas mengenakan jaket khusus toko. Ia bersiap pergi. "Ya, aku lihat." Jonathan melirik jam dinding. "sepuluh menit lagi, aku akan bersiap. " Jonathan mengenakan jaket yang sama seperti yang dipakai Thomas. Hari ini akan menjadi hari tersibuk sepanjang pekan ini. Meski pengunjung memadati supermarket, tetapi pengaturan yang telah dibuat Thomas membuat antrian tidak terlalu panjang. Area kasir ditambah dua lagi sehingga pengunjung toko bisa dilayani dengan cepat. Tak ada jeda waktu. Waktu makan siang pun dipercepat karena pengunjung tak juga berkurang hingga menjelang mala
Keesokan pagi ditemani Jonathan, Emily menyerahkan sampel urine ke laboratorium klinik sesuai arahan dokter Roberta. Setelah mengantar Emily pulang, Jonathan berangkat menuju tempat kerja. Hari ini hari tersibuk menjelang akhir pekan. Menjelang Black Friday banyak barang baru berdatangan, bertepatan dengan ketidakhadiran Thomas karena sakit. Jonathan menggantikan tugas Thomas sementara waktu. Ia memantau pekerjaan di gudang hingga penataan barang di rak-rak pajangan. Belum lagi beberapa komplain dari pelanggan yang mengomel karena antrian panjang di area kasir. Jonathan berinisiatif menambah area kasir darurat. Saat waktu makan siang, tiba-tiba muncul Claire di ambang pintu ruangan kantor Jonathan. "Hai, apa aku mengganggu? " tanya Claire ceria. Jonathan tersenyum. "Tidak, ada apa Claire? " "Aku hanya ingin mampir. " Jonathan teringat Brianna, Claire tampaknya seumuran dengan Brianna. "Bagaimana kabar Thomas?Apa dia sudah membaik? " Claire mendekat, tanpa diminta ia d
Dua bulan lagi adalah Black Friday. Dikenal dengan hari belanja besar-besaran dengan diskon sangat menarik. Black Friday jatuh pada hari Jumat setelah Thanksgiving di bulan November. Jonathan membuat proposal tentang penawaran menarik khusus di Black Friday. Siang itu sebelum makan siang ia menyerahkan proposal itu pada Thomas. “Aku membuat konsep tentang diskon saat Black Friday,” ucapnya. “Baik, akan kupelajari.” Thomas menerima lembaran kertas itu. “Kau makan siang di luar?” “Tidak, aku membawa bekal.” Jonathan meringis menahan kikuk. “istriku memaksaku membawa bekal untuk berhemat.” Thomas tertawa. Ia menunjukkan wadah bekal makan siangnya. “Tidak usah malu, aku selalu membawa bekal. Ayo makan bersama di sini,”ajak Thomas kemudian. Jonathan menurut. Keduanya makan bersama di meja Thomas saat setengah jam berlalu, terlihat wajah Claire muncul dari balik pintu. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa ketertarikannya saat mendekati Jonathan. “Hai, kudengar dari papa, kau pengganti