"Gak papa Ri, mungkin mbak kecapekan aja." Di akhir acara Claudya memberikan amplop pada masing-masing anak yatim yang hadir. Lagi-lagi ia melihat sosok orang yang selalu ia hindari."Erick? Kok dia tahu aku disini? Berarti tadi aku gak salah lihat. Ngapain sih tuh orang kesini?" batin Claudya.Acara selesai dengan lancar dan sukses. Semua santri bergotong royong membersihkan sisa acara. Nissa mendekati Claudya, "Dya, ayo kita pulang! Umi capek mau istirahat." ajaknya pada Claudya."Claudya masih ada urusan sama karyawan dya, Umi duluan aja ya," tolaknya."Baiklah, kalo udah selesai langsung pulang, ya!"Claudya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia memanggil sekretaris nya untuk memberitahukan supaya semua karyawannya berkumpul. Ia memberi pengarahan dan tugas pada semua karyawannya. Claudya membuka toko roti, ia sudah punya beberapa cabang di kota besar seluruh indonesia. Ia juga beruntung punya sekretaris yang sangat bisa diandalkan."Jika sudah selesai kami akan kembali ke
"Itu bisa jadi, soalnya begitu mbak turun, mukanya jadi pucat? Kayak ngelihat setan di siang bolong." sahut Riana."Sepertinya ada yang menggangu pikiran Claudya, dia terus meracau dalam tidurnya," ucap Nissa ketika Ke luar dari kamar."Sewaktu aku sampai di depan aula, sepertinya aku juga ngelihat ada orang di dalam aula." Tutur Faruq."Siapa? Cewek apa cowok?" tanya Riana penasaran."Gak begitu jelas, karena hujan sangat deras,"sahut Faruq."Dari pada berprasangka buruk lebih baik kita tunggu Claudya sadar. Kita tanyakan apa yang sebenarnya terjadi.Hujan tak kunjung reda, petir saling bersahut-sahutan. "Mbak! Mbak, udah bangun?" tanya Riana cemas."Erick ada di sini, Riana," ungkap Claudya."Erick? Erick Mahardika? Mantan mbak?""Iya, tadi dia datangi mbak di aula, Ri. Mbak takut dia nekat lagi."Riana memeluk kakaknya dengan erat. "Tenang mbak, mbak gak sendiri. Kita bakalan jagain mbak disini." Riana menenangkan Claudya."Kamu udah bangun sayang?" ucap Nissa begitu masuk kamar d
Setelah menandatangani surat persetujuan Jona bisa menjalani operasi. Mereka menunggu di depan ruang operasi dengan cemas. Sudah tiga jam operasi berlangsung tapi mereka tak kunjung Ke luar.Beberapa jam kemudian sebuah brangkar Ke luar dari ruang operasi. Mereka mendorong Jona ke ruang pemulihan pasca operasi. Dua hari berlalu Ibu Ainun baru bisa dihubungi dan hari itu juga ia brangkat ke rumah sakit di jawa timur di mana Jona dirawat."Umi, semua kalian di sini? Makasih sudah datang," ucap Jona seraya mencoba untuk duduk."Kaki ku kok gak terasa ya? Gak bisa di gerakin?" Jona terlihat bingung."Tenang, Jona," Claudya menatap Jona dengan iba"Ada apa ini, Claudya?" Jona menyentuh kedua kakinya."Gak ... gak mungkin, kaki ku mana, Claudya? Kenapa sama kakiku?"Semua orang yang hadir menitikkan air matanya melihat keadaan Jona. Mereka juga merasakan kepedihan apa yang dirasakan pemuda itu."Kalau laki-laki yang tak bisa berdiri sendiri mana ada yang mau?" Jona terus meracau..Dalam kea
Di rumah Erick ternyata ada banyak penjaga. Nathan harus berhati-hati jika ingin semua berjalan sesuai yang direncanakan. Erick orang yang cukup berpengaruh dikalangan para pengusaha di kota tersebut. Ia bukan orang sembarangan.“Jadi gimana, Jo?” “Besok kita harus pancing Erick untuk keluar dari rumah itu. Dengan begitu tidak akan ada banyak penjaganya.” terang sambil menyalakan sebatang rokok.Nathan tak menanggapi perkataan tangan kanannya itu, ia hanya ingin segera berjumpa dengan Claudya. Ia kasian pada Jona dia selalu menanyakan tentang Claudya.Sesuai dengan apa yang direncanakan Erick keluar rumah karena Johan sengaja menyuruh anak buahnya untuk membakar salah satu restoran yang dikelola Erick selama ini. Johan, Nathan dan yang lainnya datang secara terpisah untuk mengelabui para penjaga.“Oke sekarang pergi dengan tugas masing-masing, berhati-hatilah. Good luck,” Mereka berpencar dengan tugas yang sudah di susun. Johan dan Nathan mencari Claudya ke seluruh penjuru rumah yan
Di dalam penjara tak membuat Erick berdiam diri. Ia menyusun sebuah rencana untuk menghancurkan keluarga Claudya. Kali ini uang yang berbicara. Ia membayar seorang pembunuh bayaran yang sangat ahli dalam bidangnya. Hampir setiap hari sekretarisnya datang. Tidak ada sanak keluarganya yang datang berkunjung. Bisa dibilang Erick hanya beruntung dalam hal keuangan tapi tidak dengan keluarga. Tidak ada satu pun keluarganya yang peduli padanya. Ia berbuat demikian karena merasa kesepian dan untuk mencari perhatian dari orang. Erick dan Claudya cukup lama menjalin kasih hingga akhirnya cinta mereka kandas karena Claudya memutuskan untuk kuliah di luar negeri dan meninggalkan Erick demi pendidikan. Hal itu yang membuat Erick murka. Cintanya merubah menjadi obsesi pada Claudya.“Bagaimana perkembangannya?” Erick bertanya pada Wiliam sekretarisnya ketika ia berkunjung ke penjara.“Maaf tuan,” sahut Wiliam menundukkan kepalanya. “Kami belum bisa menemukan mereka,” ucapnya kemudian.“Apa maksudm
Matahari mulai meninggi, suasana pesantren tidak ada yang berubah. Umi Nissa dan Ustaz Yusuf masih sibuk dengan mengajar para santri. Namun, dimalam hari Umi Nissa kesepian. Ia sangat merindukan Claudya dan Riana. Sudah lama mereka tidak berkunjung ke pesantren.“Abi, Umi kangen sama Claudya dan Riana. Udah lama gak pulang ke sini. Apa kita aja yang ke sana ya, Bi?” tanya Umi Nissa saat mereka sedang makan malam.“Kalau kita pergi, siapa yang akan mengurus pesantren, Umi?” sahut suaminya yang masih mengunyah makanannya.“Kan, ada Furqon,” jawab Nissa santai.Ustaz Yusuf menghentikan makannya. Ia melipat tangan dan menatap sang istri yang berada di hadapannya. “Kenapa Abi lihat Umi kayak gitu, sih? Kan Umi jadi malu ...,” jawab Nissa dengan sedikit mendayu.“Umi serius mau ke Jakarta? Gimana kalo kita juga ajak Furqon? Kita lamar Riana untuknya,” usul Ustaz yusuf yang membuat Umi Nissa terbatuk-batuk mendengar perkataannya yang mendadak.“Kok jadi malah ngomongin Furqon? Kenapa Abi ti
“ya, kalo kamu memang yakin. Tapi, Mas mau tetap rumah kita dijaga oleh beberapa bodygard walaupun bukan dari pihak kepolisian. Mas gak mau ambil resiko. Mas gak mau peristiwa penculikan kamu itu terulang lagi. Terlebih lagi sekarang kita punya Alisha.” “Ok, nanti biar ku cari jasa pengamanan yang cukup mumpuni, Mas. Udah dulu ya, Assalamu’alaikum.” Claudya memutus sambungan telponnya.“Bun, itu sekolah Alisha udah keliatan,” celetuk Alisha sembari menunjuk ke depan dengan jari mungilnya.“Eh, anak Bunda pinter, udah tau letak sekolahnya.” puji Claudya seraya tangan kirinya membelai lembut pipi Alisha yang gembul.Mobil parkir tepat di depan sekolah PAUD ANNISA tempat Alisha bersekolah. Claudya dan Alisha turun dari mobil secara bersamaan. Pasangan Ibu dan anak itu berjalan beriringan dengan bergandeng tangan melangkah menuju ruang kelas bersama dengan para orang tua lainnya.Mobil yang membuntuti Claudya sejak ke luar rumahpun ikut berhenti. Ia mengabadikan setiap momen Claudya di s
Rapat berjalan cukup panas dan alot. Namun, pada akhirnya tender jatuh ke tangan Claudya. Erlangga murka pada Claudya. Ia tak terima jika harus kalah oleh seorang wanita. Ia akan membalas kekalahannya pada Claudya apapun resikonya."Ingat, ini belum berakhir, kamu jangan senang dulu," ujar Erlangga sesaat sebelum meninggalkan ruang rapat."Apa maksudnya itu, Bu?" tanya Lisa setelah Erlangga menghilang di balik pintu."Entahlah, udah gak perlu dipikirin. Ayo, kita pulang," ajak Claudya seraya melangkah menuju parkiran hotel.Dalam perjalanan menuju kantor Claudya menghubungi Jona untuk memastikan jika Alisha tiba di rumah dengan selamat."Hallo, assalamualaikum, Mas," salam Claudya sesaat setelah Jona mengangkat teleponnya."Wa'alaikum salam, sayang," jawab Jonq singkat."Mas, apa Alisha udah pulang? Di mana dia sekarang?" cerca Claudya yang tak sabar ingin mendengar suara anaknya."Tenang, sayang. Alisha lagi main-main, tuh di taman belakang sama Bi Sum.""Syukur kalo gitu. Oya, Mas k