Mendengar kegaduhan dari dalam kamarnya. Jona berteriak memanggil semua pengawalnya. Tapi, nihil tak satu orang pun yang datang dan mendengar teriakannya. Rey pun bergegas mendorong kursi rodanya secepat yang ia bisa menuju ke arah kamarnya dan Claudya.Di sana terlihat beberapa orang tengah menyeret Claudya. Mereka semua bertopeng dan menggunakan pakaian serba hitam. Rey yang melihat itu tak tinggal diam.Walaupun dengan kekurangannya ia dengan sigap menarik baju salah satu orang bertopeng itu dari belakang. Lalu secara spontan melayangkan bogem mentah ke dagu pria itu hingga ia tersungkur. Sementara Claudya masih di bawa oleh pria bertopeng lainnya. Melewati halaman rumah untuk menuju mobil yang sudah terparkir di depan pagar rumah megah itu. Claudya hanya bisa berteriak histeris dan meronta minta di lepaskanDia hanya bisa menangis mengingat tubuhnya masih lemah karena kejadian yang menimpanya kemarin. Jona segera menyusul mereka, dan …BUUUK!!! Seseorang memukul kepala Jona dar
Sementara itu di rumah sakit. Rey segera dilarikan ke ruang operasi karena mengalami luka yang cukup serius di kepalanya. Riana mondar mandir di depan bersama Candra. Pandangannya selalu melihat ke arah lampu indikator ruang operasi menunggu dokter ke luar dari sana.“Siapa yang berani berbuat sekeji ini?” gumam Riana. Candra yang mendengar itu pun mendekati Riana.“Ri, sebenarnya sebelum kejadian ini tadi malam, Rey sudah cerita. Jika keluarganya sedang dalam bahaya. Teror selalu menghantui mereka setiap saat. Bahkan kemarin Claudya sempat hampir kehilangan nyawa jika tak di tolong oleh pengawalnya.”“Ya ampun, kenapa mereka tidak menceritakan hal seserius ini padaku.”“Mungkin mereka tidak mau membuatmu cemas, Ri.”“Jadi siapa yang melakukan hal serendah ini?” “Dari keterangan Rey, mereka adalah Erick dan Erlangga. Mantan kekasih dan lawan bisnis Claudya.”“Sudah ku duga, di dunia ini tidak ada yang sekeji Erick.”Setelah beberapa jam menunggu akhirnya lampu indikator pun padam. Se
“Kurung dia di atas, dan awasi jangan ia kabur.” titah Erlangga pada anak buahnya yang membawa Claudya.Hahahahaha …!!! tawanya membahana di seluruh rumah.Ia tertawa puas setelah berhasil menangkap dan melukai suaminya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Pikiran liar terus menari di kepalanya.Pria itu melucuti semua pakaiannya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebelum itu ia sudah memerintahkan kepada ART nya untuk membersihkan Claudya.Senyum tak lepas dari bibir Erlangga. Ia masih membayangkan ia akan bergumul dengan Claudya sebentar lagi. Ia berendam dengan air hangat untuk bisa menaikkannya gairahnya.Lima belas menit kemudian ia keluar hanya menggunakan handuk. Dada bidangnya ia biarkan terekspos. Ia berjalan ke kamar di mana Claudya berada dengan menggenggam sebuah pil. Sebelum masuk Erlangga sudah meminta segelas air dan memasukkan pil tersebut.“Air … air … ,” lirih Claudya yang masih belum membuka kedua matanya.Tanpa pikir panjang Erlangga menuangkan se
PLAK!!!"Brengs*k! Kau benar-benar pria brengs*k yang kutemui!"Seorang wanita tiba-tiba datang menghampiri Rey dan menamparnya dengan cukup keras. Tamparan itu membuat pipi Rey terasa panas dan pedih."PEMBUNUH! PEMBUNUH!" teriak wanita itu lagi."Anda siapa? Kenapa anda tiba-tiba menampar saya?" Rey mengelus pipinya yang sudah tergambar jelas telapak tangan si wanita.Wanita itu berdecih dan mengepalkan kedua tangannya serta menghembuskan napasnya dengan kasar."Lelaki bajing*n, apa hak mu mengambil nyawa Ayahku? Apa kau malaikat pencabut nyawa? Atau jika perlu biarkan aku yang menjadi pencabut nyawamu," teriak wanita bergaun hitam yang bernama Claudya itu yang ternyata anak pak Burhan orang yang sudah mati di tangan Rey.Claudya terengah-engah mengatur napasnya yang memburu karena luapan amarah.Mendengar ucapan Claudya Rey hanya terdiam tanpa berani membalasnya apalagi hanya menatap wajah wanita yang berada di hadapannya. Perasaan bersalah menyusup ke dalam dadanya."Kau akan mend
Eman tersenyum dengan pertanyaan Rey."Gue gak mau loe dapat hukuman berat, Rey. Loe masih punya keluarga yang harus loe tanggung dan loe jaga. Sedangkan gue udah gak punya siapa-siapa. Cuma loe keluarga gue. Selama ini loe udah banyak bantu, sekarang giliran gue." Rey memeluk Eman sebagai tanda terima kasih. Ia sangat bersyukur mempunyai sahabat sepeti Eman.Eman divonis penjara seumur hidup sedangkan Rey dan yang lain divonis hanya beberapa tahun saja. Bu Ainun dan Lora yang hadir dalam persidangan tak bisa menahan tangisnya begitu mendengar vonis yang baru saja dibacakan oleh hakim. Beberapa tahun ke depan ia akan hidup hanya berdua dengan Lora.Selama di dalam penjara Rey dihantui rasa bersalah yang amat mendalam pada sahabat dan orang yang ia sudah lenyapkan. Ia sangat menyayangkan sikap Eman yang ingin melindunginya. Pria bertato itu kini menyesal atas semua perbuatannya. Karena kesalahannya, kini Eman harus menjalani hukuman yang sangat berat.Setiap malam ia selalu bermimpi t
Mobil melaju di pekatnya malam dengan perlahan karena jalan perkampungan itu cukup banyak yang berlubang sehingga mobil tidak bisa jalan dengan mulus. "Terima kasih, Nathan. Kamu udah mau bantu aku.""Santai saja, Brother.""Sekarang, kita mau ke mana, Nat?""Kamu harus ikut denganku dan harus menuruti perkataan ku jika kamu ingin menebus semua kesalahanmu."Beberapa tahun Rey berada di negeri bambu. Dengan bantuan Nathan Rey merubah wajah dan identitasnya demi menebus semua kesalahan yang sudah ia perbuat.Kini ia berganti nama menjadi Jonathan Kendrick. Seorang CEO dari perusahaan GOLDEN STAR. Milik keluarga Kendrick. Ia di angkat menjadi CEO sekaligus kakak dari Nathan Kendrick.Keluarga Nathan juga sangat berterima kasih pada Jona atas semua kebaikan yang ia lakukan pada Nathan.Jona sangat cepat beradaptasi dan belajar dengan semua yang sudah diajarkan padanya. sungguh pencapaian yang luar biasa bagi seorang Reynaldi Pratama seorang mantan napi menjadi Jonathan Kendrick seoran
Pagi hari semua penghuni pondok sibuk dengan aktivitas belajarnya begitupun dengan Rey dan Claudya. Disaat itu lah Jona melihat Claudya. Karena Claudya sudah berhijrah dan sudah lama melupakan peristiwa yang merubah seluruh hidupnya. Ia juga sudah melupakan pelaku pembunuh sang Ayah. Tapi tidak dengan Jona. Ia masih ingat betul dengan gadis yang ia lihat di ruang persidangan waktu itu. Jona meyakinkan diri jika benar dia adalah gadis yang sama. Hal itu membuat ia penasaran. Ia pun bertanya pada salah satu pengurus pondok pesantren."Assalamualaikum ustaz, maaf boleh saya bertanya?""Waalaikumsalam, iya silahkan.""Siapa gadis itu? Kenapa dia bisa keluar masuk ke rumah Umi Nissa.""Oh, itu Claudya, anak angkat ustaz Yusuf dan Umi Nissa. Memangnya kenapa? Kamu kenal?" ustaz Reza balik bertanya."Ah, tidak ustaz hanya seperti pernah melihatnya saja," jawab Jona dengan kikuk."Apa dia sudah lama di pesantren ini?" "Hayooo, kenapa nanya-nanya? Mas suka sama Claudya?" ustaz Reza menggoda
"Claudya, kamu tahu tidak persamaan kamu sama pakaian?"Claudya bergeming, ia tak menghiraukan pertanyaan Jona yang konyol. Pandangannya lurus ke depan sedangkan Rizal seperti nyamuk yang menggangu mereka berdua."Kamu Tahu tidak, Zal?" Jona melirik ke spion tengah melihat penumpang yang ada di belakangnya."Tidak Tahu, Mas. Emang apa jawabannya?" "Jawabannya sama-sama kusut. Hahahah ..." tawa Jona menggema."Sama sekali tidak lucu Tahu!" pekik Claudya.Hal itu makin membuat Jona tertawa melihat wajah Claudya yang cemberut.'15 menit kemudian'"Zal, di mana pasarnya? Masih jauh?""Gak, Mas itu di depan pasarnya!" Rizal menunjuk ke arah depan."Kalian masuk duluan, ya! Aku mau parkir dulu," ucap Jona sebelum Rizal dan Claudya turun.Ternyata tempat parkir mobil agak jauh dari pintu masuk pasar. Dan Jona harus memutar untuk bisa masuk ke area parkir mobil.Tadi sebelum turun Rizal memperingatkan kalo pasar ini rawan pencopetan. Jadi harus ekstra hati-hati.Dari kejauhan Jona melihat se