Share

Cinta untuk Suami Kedua
Cinta untuk Suami Kedua
Author: Anita

Merayakan Cinta

Author: Anita
last update Last Updated: 2022-11-10 07:24:13

“Adinda Dwi Ersalina, maukah kamu menjadi pendamping hidupku?”

Adinda tersipu mendengar pertanyaan indah yang diucapkan oleh laki-laki di hadapannya. Wajahnya berbinar bahagia mengalahkan sinar rembulan yang bertahta di langit malam. Dia tidak menyangka akan dilamar malam itu juga.

Ardiaz Alfarezel, selama beberapa bulan belakangan, nama itu sudah sering mengukir bahagia dalam jejak hidup Adinda. Perkara jodoh memang tidak bisa ditebak. Adin tidak menyangka hubungan mereka akan berlanjut sampai sejauh itu. Padahal awalnya pertemuan mereka terjadi sepintas ketika Adin melaksanakan tugasnya sebagai marketing di salah satu bank syariah.

Diaz adalah seorang pengusaha kuliner yang bergerak di bidang halal food. Interaksi sebagai nasabah dan karyawan bank membuat hubungan mereka perlahan berkembang lebih jauh. Lebih dari sekedar hubungan kerja sama dalam pekerjaan.

Adinda adalah seorang perempuan yang taat agama. Kecantikan budi pekerti dan kebaikan hatinya yang membuat Diaz selalu terpesona dalam setiap pertemuan mereka. Adinda cukup pandai dalam menjaga batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Hal itulah yang membuat Diaz semakin menaruh hormat kepadanya.

Bagi Diaz, tak mudah menemukan spesies perempuan seperti Adinda di zaman sekarang. Seolah hanya satu di antara seribu. Oleh karenanya, tak sulit bagi Diaz untuk memantapkan hati dan memilih Adinda sebagai pasangan hidup. Diaz berpikir Adinda akan menjadi rekan yang tepat untuk sehidup sesurga.

Diaz tidak ingin menunda niat baik terlalu lama. Apalagi dia tahu Adinda tak menghendaki adanya komitmen sebelum pernikahan. Meski begitu bukan berarti mereka tak melewati proses sebelumnya. Hanya cukup dalam dua bulan melakukan taaruf, mereka pun sudah bisa memantapkan hati masing-masing.

Akhirnya hari itu, Diaz memutuskan untuk langsung melamar Adinda. Walau belum mendatangi orang tua secara resmi, tapi Diaz ingin mengetahui jawaban Adinda terlebih dahulu. Jika memang perempuan itu bersedia, maka dia akan langsung datang ke rumah Adinda dengan membawa serta tanggal pernikahan mereka.

“Berikan jawabanmu, Adinda. Jangan biarkan cincin ini menunggu jarimu terlalu lama,” tegur Diaz mengembalikan kesadaran Adinda yang sempat menerawang jauh mengingat kembali pertemuan mereka. Diaz masih dalam posisinya dengan tangan terulur menunjukkan sebuah kotak beludru berisi cincin yang dia suguhkan untuk gadis pujaan hatinya.

“Apa kamu yakin aku akan menerimanya?” ujar Adinda justru balik bertanya. Namun pertanyaan itu lebih mirip seperti candaan.

“Aku pasrahkan semuanya pada Allah. Apa pun jawabanmu akan aku terima,” jawab Diaz. “Proses demi proses yang aku lalui untuk mengenalmu sudah cukup membuatku yakin untuk menentukan pilihan. Aku percaya bersamamu agamaku akan sempurna. Ini adalah ikhtiarku, Adinda. Hasil selanjutnya tidak akan lepas dari kehendak dan kuasa Allah. Sebagaimana kuasa-Nya pula yang mempertemukan kita dan menuntun hatiku untuk memilihmu,” imbuhnya membuat hati Adinda semakin bergetar mendengarnya.

“Kita hanya mengenal dalam rentang waktu yang singkat. Bagaimana jika ternyata aku memiliki kekurangan yang tidak mudah untuk kamu terima nantinya?” tanya Adinda.

“Setiap manusia tidak ada yang sempurna, Din. Bahkan manusia diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Aku tidak menuntut kesempurnaan dirimu. Dengan dirimu yang seperti ini saja sudah cukup bagiku. Aku akan ikhlas menerima segala kekuranganmu karena dalam rumah tangga ini nantinya yang aku harapkan hanyalah ridha Allah. Aku tidak akan mengeluhkan apa pun kondisimu,” jelas Diaz.

Adinda tersentuh mendengar ketulusan laki-laki yang baru sekitar dua bulan dia kenali. Sebenarnya tak sulit menerima pinangan seorang Ardiaz Alfarezel. Wajahnya yang tampan, karirnya yang mapan, serta budi baik yang dimiliki Diaz sudah menjadi alasan yang cukup untuk dijadikan seorang suami yang ideal.

Adinda sudah pernah melihat sendiri bagaimana Diaz selalu berusaha mengejar shalat di awal waktu. Diaz juga begitu hati-hati dalam mengelola usahanya dan memastikan mendapatkan pendapatan yang halal dari setiap pekerjaannya. Sejauh ia mengenal Diaz, Adinda percaya Diaz bisa menjadi seorang imam yang baik untuknya.

“Bismillah...dengan mengharap keridhaan Allah, insyaallah aku siap menerima lamaran Mas Diaz,” ucap Adinda mantap diikuti tatapan dan senyum sumringah di wajah Ardiaz.

Hari itu mereka berdua sangat bahagia. Hati rela untuk saling menerima satu sama lain. Bahkan Ardiaz tak ragu memberikan cincin yang dia bawa. Meski Adinda harus menyematkan sendiri cincin itu di jarinya karena mereka belum halal untuk saling bersentuhan.

Setelah kesepakatan itu, Adinda mempertanyakan kapan pastinya Ardiaz akan datang melamar secara resmi ke rumah dan menemui kedua orang tuanya. Ardiaz pun mengatakan akan melakukannya dengan segera. Adinda sempat khawatir tentang restu. Tapi Ardiaz meyakinkan bahwa orang tuanya sudah menyerahkan semua pilihan kepadanya.

“Lagi pula kalau tahu calonnya secantik dan sebaik kamu, aku yakin orang tuaku tidak akan menolaknya. Kamu akan menjadi menantu yang ideal di mata mereka,” kata Ardiaz membuat Adinda mengulum senyumnya.

“Jangan memuji berlebihan seperti itu,” balas Adinda. Setiap orang pasti ingin mendapatkan keluarga mertua yang bisa menerimanya dengan baik. Begitu pula dengan Adinda. Dia ingin memiliki orang tua kedua yang bisa menyayanginya seperti anak sendiri.

Tidak hanya tentang rencana lamaran resmi, pada pertemuan kali itu mereka juga sempat membicarakan tentang karir ke depannya. Adinda bertanya apakah dia masih boleh bekerja atau tidak setelah menikah. Bagaimana pun juga setelah berstatus sebagai istri seseorang maka dia harus patuh dan melakukan segala sesuatu atas izin sang suami.

Ardiaz paham sejak awal Adinda adalah seorang perempuan yang berwatak mandiri. Dia memberikan kebebasan pada Adinda untuk tetap menjalankan pekerjaannya. Dengan catatan tidak melalaikan tugas dan tanggung jawab dalam rumah tangga.

Adinda tersenyum lega. Dia memang yakin bahwa Ardiaz adalah laki-laki yang bisa memahaminya. Terbukti Ardiaz tidak mempersulit keinginannya untuk tetap bekerja. Bukan khawatir nafkah yang tak cukup, hanya saja Adinda merasa pekerjaan itu sudah menjadi bagian dari hidupnya.

Malam itu tidak sekedar lamaran, mereka berdua seolah sedang merancang garis besar haluan rumah tangga mereka nantinya. Tentang karir, tempat tinggal, keturunan dan sebagainya. Mereka sepakat hal tersebut penting untuk dibicarakan sebelum pernikahan.

Setelah malam semakin gelap, mereka pun memutuskan untuk pulang. Ardiaz tidak mengantar Adinda pulang karena Adinda pun tidak akan setuju. Mereka hanya berdua dan tidak ada mahram lain yang menemani. Adinda tidak ingin hanya berduaan saja di dalam mobil.

Adinda memutuskan untuk pulang dengan taksi online. Ardiaz hanya bisa mengantarkan gadis pujaannya hingga masuk ke dalam taksi yang akan membawanya pergi. Lambaian tangan pun mengakhiri pertemuan mereka. Tak lupa pula janji Ardiaz untuk mendatangi kedua orang tua Adinda.

Adinda merasa sangat bahagia. Bahkan dia tetap tersenyum-senyum sendiri di dalam mobil sembari memandangi cincin yang sudah melingkar di jarinya. Bahagianya membuncah membayangkan saat Ardiaz melamarnya beberapa jam yang lalu.

Belum usai senyum merekah di bibirnya, Adinda tiba-tiba dikejutkan oleh dering notifikasi ponsel. Adinda merogoh dan mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ada satu pesan masuk dari nomor yang masih tersimpan dalam daftar kontaknya.

“Rafli?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta untuk Suami Kedua   Keputusan Adinda

    Setibanya di rumah sakit, Adinda langsung menemui mertuanya. Hani dan Hairi cukup terkejut dengan kedatangan Adinda yang tiba-tiba. Apalagi mereka melihat Adinda kembali ditemani oleh Rasya. Ada perasaan tak suka yang Hani pendam dalam hatinya ketika melihat menantunya pergi bersama laki-laki lain.“Lho Adinda kok bisa datang ke sini? Sama Pak Ahyan?” sapa Hairi ketika Adinda menyalami mereka.“Iya, Pa. Adin ingin menjenguk Mas Ardiaz. Adin diantar teman,” jawab Adinda.“Bayimu bagaimana, Sayang? Maaf kami belum sempat menjenguknya sama sekali. Lagi pula seharusnya kamu tidak bepergian jauh dalam masa pemulihan seperti ini,” ujar Hani. Dia berusaha untuk menyampingkan rasa tidak sukanya pada Rasya.“Tidak masalah, Ma. Aku juga mengerti kondisinya. Bayiku aku tinggalkan bersama mama di rumah,” jawab Adinda.“Bagaimana keadaan Mas Ardiaz?” tanya Adinda langsung pada intinya.Adinda sudah mendengar semuanya dari penuturan Rasya. Tapi dia ingin mendengar jawaban langsung dari kedua mertua

  • Cinta untuk Suami Kedua   Hai Yang Tergadai

    “Apa kamu sama sekali tidak tahu tentang perkembangan kondisi Ardiaz?” tanya Rasya langsung disambut gelengan cepat oleh Adinda.“Maksudnya setiap hari saya memang mendapat kabar tentang Mas Ardiaz dari keluarga mertua saya. Tapi sejujurnya saya merasa ada yang aneh dan sedang mereka sembunyikan dari saya,” kata Adinda.Rasya tampak menghela napas sejenak. Dia sudah menebak jika pihak keluarga tidak memberitahu Adinda dengan jujur. Dia bisa maklum karena mungkin kondisi Adinda masih dalam proses pemulihan pasca melahirkan.“Jadi kamu tidak tahu kalau Ardiaz akan dipindahkan ke rumah sakit di luar negeri?”“Apa?” ujar Adinda jelas merasa syok. Dia tidak pernah mendengar apa pun tentang hal itu.Rasya mengerti kebingungan di wajah Adinda. Dia pun menjelaskan seperti informasi yang dia dapat dari orang suruhannya. Ardiaz sudah dioperasi berkali-kali namun belum juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Dokter di rumah sakit itu sudah angkat tangan dan memberi rujukan agar Ardiaz dip

  • Cinta untuk Suami Kedua   Pahitnya Kejujuran

    “Mas Rasya pasti hanya bercanda. Semua itu tidak mungkin benar,” elak Adinda.“Saya serius, Adinda. Saya adalah ayah kandung dari bayi ini,” tegas Rasya. Dia sudah tahu bahwa Adinda tidak akan percaya begitu saja dengan perkataannya.“Tidak, Mas. Mohon maaf jika kesannya ini terlalu vulgar. Tapi saya tidak pernah tidur dengan Mas Rasya jadi bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi. Mengenai anak ini, mungkin Mas Rasya tahu dari Alvia kalau dia bukanlah anak kandung saya dengan Mas Ardiaz. Tapi saya tahu betul siapa laki-laki yang sudah menjebak dan menodai saya pada malam itu,” ucap Adinda dengan nada bergetar pada ujung kalimatnya. Hatinya masih terasa nyeri setiap kali mengingat malam naas yang dia alami.“Hotel Gardenia kamar nomor 304.”“Apa? Kenapa Mas Rasya bisa tahu tempat itu?” ujar Adinda dengan perasaan yang semakin melesak tak karuan.“Karena saya adalah pelakunya, Adinda. Saya yang sudah merenggut kesucianmu malam itu,” jawab Rasya mengakui segala rahasia dan beban yang se

  • Cinta untuk Suami Kedua   Lamaran Mengejutkan

    Doa-doa keluarga dan orang tercinta seolah tak bekerja. Hari demi hari kondisi Ardiaz semakin memburuk dan menunjukkan penurunan. Orang tuanya khawatir berkepanjangan. Kondisi genting itu menyebabkan mereka tidak terlalu peduli pada Adinda dan bayinya yang baru saja dilahirkan.Perasaan Adinda pun tak jauh berbeda. Dia dan bayinya sudah dipulangkan dari rumah sakit. Tapi setiap hari pikirannya hanya tertuju pada Ardiaz. Dia sedikit mengalami kesulitan menghadapi peran sebagai ibu baru tanpa adanya sang suami di sisinya.Adinda sangat butuh dukungan. Hal itu membuatnya semakin merindukan Ardiaz. Untung saja Adinda pulang ke rumah orang tuanya sehingga ada ayah ibu yang membantunya bergantian mengurus si kecil. Bahkan anak itu belum juga diberi nama karena Adinda tetap teguh masih ingin menunggu Ardiaz.Adinda belum diizinkan pergi jauh untuk menjenguk Ardiaz secara langsung. Dia masih dalam proses pemulihan setelah melahirkan. Apalagi bayinya juga tidak bisa ditinggalkan dalam waktu ya

  • Cinta untuk Suami Kedua   Mengambil Hak

    Adinda hanya saling pandangan Salma. Mereka cukup terkejut dengan permintaan Rasya yang ingin mengadzani anak pertama Adinda. Hening untuk beberapa saat. Tapi Salma langsung mengkondisikan situasi agar tidak terlalu canggung lebih lama.“Silahkan saja, Nak Rasya. Lagi pula di sini tidak ada laki-laki lain yang bisa mengadzani si kecil,” ujar Salma memperbolehkan. Rasya tampak tersenyum senang. Dia melakukan peran pertamanya sebagai ayah kandung si bayi walau dua perempuan di hadapannya sama sekali tidak mengetahui.Adinda turut mendengarkan lantunan adzan dari Rasya. Meski bacaannya juga tak semerdu dan sebagus Ardiaz. Hati Adinda kembali terasa pilu mengingat kondisi suaminya. Dia benar-benar melahirkan tanpa didampingi oleh Ardiaz.Hati Adinda sedih karena bukan Ardiaz yang pertama kali menggendong dan mengadzani anak mereka. Tapi semua itu justru dilakukan oleh orang lain yang menurut Adinda tidak memiliki hubungan apa-apa. Sebenarnya Adinda merasa keberatan dengan izin yang diberi

  • Cinta untuk Suami Kedua   Menjadi Ayah

    Sudah tiga hari Adinda berada di rumah orang tuanya. Hampir setiap lima kali sehari dia menghubungi mertuanya untuk bertanya perkembangan kondisi Ardiaz. Dia terlalu fokus memikirkan kondisi suaminya hingga melupakan keadaannya sendiri yang sudah mendekati waktu persalinan.Hari itu rencananya orang tua Adinda akan pergi menjenguk Ardiaz sebab mereka memang belum berkunjung sama sekali. Lokasi rumah sakit yang masih termasuk daerah luar kota menyulitkan mereka untuk pulang pergi. Sebenarnya Adinda ingin ikut, tapi sejak pagi badannya terasa kurang sehat. Akhirnya dia pasrah tetap di rumah.Hanya Ahyan yang akan pergi ke sana. Sementara Salma akan tetap di rumah menemani putrinya. Mereka tidak bisa meninggalkan Adinda sendirian. Salma hanya menitipkan salam dan permohonan maafnya untuk keluarga besan.Sejak habis subuh Adinda merasa sakit pinggang. Salma yang tahu keadaan itu menduga sebagai tanda-tanda kelahiran yang semakin dekat. Dia pun sibuk memasak dan memaksa putrinya untuk mak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status