Pertemuan dua keluarga sudah berlangsung. Bahkan tanggal pernikahan Adinda dan Ardiaz juga sudah ditetapkan. Namun sayang belakangan ini wajah Adinda justru sering tampak muram. Bukannya tak bahagia karena sebentar lagi dirinya akan menjadi istri seseorang. Dia gelisah memikirkan beban lain yang datang.
Banyak yang mengatakan beberapa ujian seringkali terjadi pada seseorang yang akan segera menikah. Termasuk dengan kehadiran sosok dari masa lalu. Itulah yang sedang mengganggu kebahagiaan Adinda. Rafli, mantan kekasihnya datang dan menghubunginya kembali.
Dua tahun yang lalu saat masih menginjak semester akhir di salah satu perguruan tinggi, Adinda sempat menjalin hubungan dengan Rafli yang merupakan teman kuliahnya. Dulu Adinda belum berhijrah seperti sekarang ini. Dia masih sempat mencicipi keindahan hubungan tak halal dengan lawan jenis yang berlabel pacaran.
Saat itu Adinda mengalami musibah dalam hidupnya. Ketika dirinya disibukkan dengan tugas akhir skripsi, ayahnya pun mengalami kecelakaan parah. Adinda sangat menyayangi sang ayah. Apalagi bagi seorang anak perempuan, kehadiran sosok ayah memang sangat berarti.
Adinda merasa tak punya harapan saat Ahyan, ayahnya, sempat dinyatakan kritis. Dia pun berjanji akan menuruti segala permintaan sang ayah jika Tuhan masih berkenan memberikan kesembuhan. Doanya terkabul. Ahyan berhasil disembuhkan walau sejak saat itu tak bisa bekerja lagi karena mengalami kelumpuhan.
Meski tak sembuh seperti sebelumnya, tapi Adinda tetap bersyukur dan berniat menepati janjinya. Dia siap untuk melakukan apa pun yang diminta sang ayah. Namun ternyata, permintaan Ahyan cukup menyejutkan.
“Ayah hanya ingin kamu berubah menjadi seorang anak perempuan yang solihah. Perbaiki hidup dan taati aturan agama. Sebab kecelakaan ini membuat ayah sadar bahwa harta paling berharga yang dimiliki orang tua adalah anak solih-solihah yang doanya bisa menjadi syafaat bagi kami.”
Adinda masih ingat dengan jelas permintaan Ahyan yang membuatnya tertunduk malu. Sejak saat itu Adinda pun memupuk niat untuk mulai berubah sedikit demi sedikit. Dia mulai merubah cara berpenampilannya menjadi lebih tertutup. Dia juga lebih rajin mengerjakan ibadah.
Namun satu hal yang sempat memberatkan Adinda adalah tentang hubungannya dengan Rafli. Waktu itu Adinda sangat menyayangi Rafli. Sudah banyak impian hidup yang mereka susun berdua.
Adinda sadar hubungannya dengan Rafli tidak diperbolehkan menurut agama. Demi sang ayah, Adinda ingin hijrah seutuhnya. Meski belum bisa tegas memutuskan hubungan, tapi perlahan dia mulai berubah sikap dan menjaga batasan interaksi dengan Rafli.
Adinda selalu menghindari setiap ajakan Rafli untuk jalan berdua. Termasuk sikap Rafli yang sesekali ingin merangkul atau memegang tangannya juga dia tepis dengan berbagai alasan. Rafli pun bukan tak merasakan perubahan sikap Adinda kepadanya hingga dia mengira sudah tidak ada rasa.
Akhirnya hubungan mereka kandas karena Rafli ketahuan selingkuh. Tidak hanya soal pengkhianatan, mereka mengakhiri hubungan juga karena merasa sudah tak lagi sepaham.
“Akhir-akhir ini kamu berubah menjadi perempuan yang membosankan, Adin. Itu sebabnya aku mencari pengalihan lain di luar,” ucap Rafli saat ditanya tentang alasannya berselingkuh.
Adinda tak begitu mempermasalahkan keputusan itu. Meski tetap saja ada luka hati yang tersisa saat harus berpisah dengan laki-laki yang pernah dicintai. Dia sadar pandangan hidupnya dan Rafli sudah berbeda.
Saat Adinda menjelaskan tentang hijrahnya, Rafli justru menganggap semua itu hanyalah omong kosong. Rafli yang sudah terbiasa hidup bebas tidak mau mengikuti jejak perubahan Adinda. Dia bahkan sempat mengungkapkan kekecewaannya sebab hubungan mereka harus berakhir begitu saja.
Tak mau terpuruk dan membuang waktu sia-sia, setelah putus dari Rafli, Adinda memutuskan untuk fokus menyelesaikan kuliahnya dan mencari kerja. Bagaimana pun juga dia harus membantu keuangan keuarga setelah ayahnya tak bisa bekerja. Hingga akhirnya dia pun diterima di sebuah bank syariah dengan posisi sebagai marketing.
Pekerjaan itu pula yang akhirnya mengantarkan pada pertemuan Adinda dengan Ardiaz. Saat lamaran sudah digelar dan mereka sepakat untuk menikah, ujian datang dengan kembalinya Rafli. Beberapa hari belakangan Rafli sering menghubungi Adinda dan mengajak untuk mengulang kisah cinta mereka lagi.
“Mohon maaf, Raf. Aku tidak bisa karena aku sudah dilamar oleh seseorang. Sebentar lagi kami akan menikah,” tutur Adinda dengan jujur.
Adinda tidak ingin menutupi apa pun. Bahkan Adinda berharap pengakuannya akan membuat Rafli mundur dan berhenti mengusiknya. Rafli memang pernah menjadi sosok laki-laki yang sempat mengisi hati Adinda.
Tapi kini dia sudah memiliki Ardiaz dalam hidupnya. Bagi Adin, apa yang dia miliki saat ini jauh lebih baik daripada ditukar dengan masa lalu. Ardiaz adalah laki-laki taat yang bisa menjadi imam untuk membimbingnya. Adinda tidak ingin mengkhianati Ardiaz.
“Tidak, Din. Aku tidak rela kamu menikah dengan laki-laki lain. Aku masih mencintaimu, Adinda. Bahkan sampai saat ini aku tidak bisa benar-benar melupakan kamu. Sudah berkali-kali aku mencoba menjalin hubungan dengan beberapa wanita. Namun semuanya tetap tak ada artinya sebab aku tahu yang aku inginkan hanyalah dirimu. Kita bisa mengulang lagi kisah kita yang dulu. Bahkan sekarang aku juga sudah mendapat pekerjaan yang mapan. Kita bisa langsung menikah jika kamu memang tidak menghendaki ikatan apa pun selain pernikahan,” ujar Rafli masih tak menyerah saat berbicara dengan Adinda di telepon.
“Sekali lagi aku minta maaf, Raf. Aku benar-benar tidak bisa. Aku tidak mungkin mengkhianati calon suamiku. Lupakanlah aku dan carilah kebahagiaanmu sendiri. Tolong jangan ganggu aku lagi,” tegas Adinda. Itu bukan pertama kalinya Rafli menelepon dan meracau tidak jelas tentang kabar pernikahan Adinda yang tidak bisa dia terima.
Adinda berpikir Rafli akan berhenti mengganggunya setelah semua penolakan dan penjelasan yang dia utarakan. Namun ternyata semua tidak berjalan sesuai yang dia perkirakan. Rafli justru mengajaknya bertemu.
“Baiklah jika kamu memang sudah teguh pendirian untuk menikah dengan laki-laki pilihanmu. Hanya saja, aku ingin bertemu denganmu untuk yang terakhir kalinya. Apakah bisa? Sebab aku tidak akan bisa menghadiri pernikahanmu nanti. Aku tidak akan sanggup melihat gadis yang masih aku cintai bersanding dengan laki-laki lain di pelaminan. Setidaknya sebelum hari pernikahanmu, kita bisa bertemu untuk sebuah ucapan selamat tinggal,” bujuk Rafli membuat Adinda ragu.
Adinda kebingungan apakah dia harus memenuhi permintaan Rafli atau tidak. Semenjak resli dilamar oleh Ardiaz, Adinda menjadi lebih membatasi sikap terutama dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Dia sadar kini dirinya sudah bukan perempuan bebas.
Sedikitnya, dia sudah terikat dengan Ardiaz dan dia tidak ingin mengkhianati siapa pun. Namun panggilan dari masa lalu kian membuatnya bimbang. Bukan karena masih ada cinta yang tersisa. Namun dia berpikir setidaknya dia bisa memperbaiki masa lalunya sebelum melangkah menuju kehidupan baru.
Adinda berniat baik hingga memutuskan untuk memenuhi ajakan Rafli. Namun tak ada yang bisa membaca alur takdir. Adinda tidak tahu bahwa keinginannya memperbaiki masa lalu justru akan menjadi benalu untuk masa depannya.
Setibanya di rumah sakit, Adinda langsung menemui mertuanya. Hani dan Hairi cukup terkejut dengan kedatangan Adinda yang tiba-tiba. Apalagi mereka melihat Adinda kembali ditemani oleh Rasya. Ada perasaan tak suka yang Hani pendam dalam hatinya ketika melihat menantunya pergi bersama laki-laki lain.“Lho Adinda kok bisa datang ke sini? Sama Pak Ahyan?” sapa Hairi ketika Adinda menyalami mereka.“Iya, Pa. Adin ingin menjenguk Mas Ardiaz. Adin diantar teman,” jawab Adinda.“Bayimu bagaimana, Sayang? Maaf kami belum sempat menjenguknya sama sekali. Lagi pula seharusnya kamu tidak bepergian jauh dalam masa pemulihan seperti ini,” ujar Hani. Dia berusaha untuk menyampingkan rasa tidak sukanya pada Rasya.“Tidak masalah, Ma. Aku juga mengerti kondisinya. Bayiku aku tinggalkan bersama mama di rumah,” jawab Adinda.“Bagaimana keadaan Mas Ardiaz?” tanya Adinda langsung pada intinya.Adinda sudah mendengar semuanya dari penuturan Rasya. Tapi dia ingin mendengar jawaban langsung dari kedua mertua
“Apa kamu sama sekali tidak tahu tentang perkembangan kondisi Ardiaz?” tanya Rasya langsung disambut gelengan cepat oleh Adinda.“Maksudnya setiap hari saya memang mendapat kabar tentang Mas Ardiaz dari keluarga mertua saya. Tapi sejujurnya saya merasa ada yang aneh dan sedang mereka sembunyikan dari saya,” kata Adinda.Rasya tampak menghela napas sejenak. Dia sudah menebak jika pihak keluarga tidak memberitahu Adinda dengan jujur. Dia bisa maklum karena mungkin kondisi Adinda masih dalam proses pemulihan pasca melahirkan.“Jadi kamu tidak tahu kalau Ardiaz akan dipindahkan ke rumah sakit di luar negeri?”“Apa?” ujar Adinda jelas merasa syok. Dia tidak pernah mendengar apa pun tentang hal itu.Rasya mengerti kebingungan di wajah Adinda. Dia pun menjelaskan seperti informasi yang dia dapat dari orang suruhannya. Ardiaz sudah dioperasi berkali-kali namun belum juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Dokter di rumah sakit itu sudah angkat tangan dan memberi rujukan agar Ardiaz dip
“Mas Rasya pasti hanya bercanda. Semua itu tidak mungkin benar,” elak Adinda.“Saya serius, Adinda. Saya adalah ayah kandung dari bayi ini,” tegas Rasya. Dia sudah tahu bahwa Adinda tidak akan percaya begitu saja dengan perkataannya.“Tidak, Mas. Mohon maaf jika kesannya ini terlalu vulgar. Tapi saya tidak pernah tidur dengan Mas Rasya jadi bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi. Mengenai anak ini, mungkin Mas Rasya tahu dari Alvia kalau dia bukanlah anak kandung saya dengan Mas Ardiaz. Tapi saya tahu betul siapa laki-laki yang sudah menjebak dan menodai saya pada malam itu,” ucap Adinda dengan nada bergetar pada ujung kalimatnya. Hatinya masih terasa nyeri setiap kali mengingat malam naas yang dia alami.“Hotel Gardenia kamar nomor 304.”“Apa? Kenapa Mas Rasya bisa tahu tempat itu?” ujar Adinda dengan perasaan yang semakin melesak tak karuan.“Karena saya adalah pelakunya, Adinda. Saya yang sudah merenggut kesucianmu malam itu,” jawab Rasya mengakui segala rahasia dan beban yang se
Doa-doa keluarga dan orang tercinta seolah tak bekerja. Hari demi hari kondisi Ardiaz semakin memburuk dan menunjukkan penurunan. Orang tuanya khawatir berkepanjangan. Kondisi genting itu menyebabkan mereka tidak terlalu peduli pada Adinda dan bayinya yang baru saja dilahirkan.Perasaan Adinda pun tak jauh berbeda. Dia dan bayinya sudah dipulangkan dari rumah sakit. Tapi setiap hari pikirannya hanya tertuju pada Ardiaz. Dia sedikit mengalami kesulitan menghadapi peran sebagai ibu baru tanpa adanya sang suami di sisinya.Adinda sangat butuh dukungan. Hal itu membuatnya semakin merindukan Ardiaz. Untung saja Adinda pulang ke rumah orang tuanya sehingga ada ayah ibu yang membantunya bergantian mengurus si kecil. Bahkan anak itu belum juga diberi nama karena Adinda tetap teguh masih ingin menunggu Ardiaz.Adinda belum diizinkan pergi jauh untuk menjenguk Ardiaz secara langsung. Dia masih dalam proses pemulihan setelah melahirkan. Apalagi bayinya juga tidak bisa ditinggalkan dalam waktu ya
Adinda hanya saling pandangan Salma. Mereka cukup terkejut dengan permintaan Rasya yang ingin mengadzani anak pertama Adinda. Hening untuk beberapa saat. Tapi Salma langsung mengkondisikan situasi agar tidak terlalu canggung lebih lama.“Silahkan saja, Nak Rasya. Lagi pula di sini tidak ada laki-laki lain yang bisa mengadzani si kecil,” ujar Salma memperbolehkan. Rasya tampak tersenyum senang. Dia melakukan peran pertamanya sebagai ayah kandung si bayi walau dua perempuan di hadapannya sama sekali tidak mengetahui.Adinda turut mendengarkan lantunan adzan dari Rasya. Meski bacaannya juga tak semerdu dan sebagus Ardiaz. Hati Adinda kembali terasa pilu mengingat kondisi suaminya. Dia benar-benar melahirkan tanpa didampingi oleh Ardiaz.Hati Adinda sedih karena bukan Ardiaz yang pertama kali menggendong dan mengadzani anak mereka. Tapi semua itu justru dilakukan oleh orang lain yang menurut Adinda tidak memiliki hubungan apa-apa. Sebenarnya Adinda merasa keberatan dengan izin yang diberi
Sudah tiga hari Adinda berada di rumah orang tuanya. Hampir setiap lima kali sehari dia menghubungi mertuanya untuk bertanya perkembangan kondisi Ardiaz. Dia terlalu fokus memikirkan kondisi suaminya hingga melupakan keadaannya sendiri yang sudah mendekati waktu persalinan.Hari itu rencananya orang tua Adinda akan pergi menjenguk Ardiaz sebab mereka memang belum berkunjung sama sekali. Lokasi rumah sakit yang masih termasuk daerah luar kota menyulitkan mereka untuk pulang pergi. Sebenarnya Adinda ingin ikut, tapi sejak pagi badannya terasa kurang sehat. Akhirnya dia pasrah tetap di rumah.Hanya Ahyan yang akan pergi ke sana. Sementara Salma akan tetap di rumah menemani putrinya. Mereka tidak bisa meninggalkan Adinda sendirian. Salma hanya menitipkan salam dan permohonan maafnya untuk keluarga besan.Sejak habis subuh Adinda merasa sakit pinggang. Salma yang tahu keadaan itu menduga sebagai tanda-tanda kelahiran yang semakin dekat. Dia pun sibuk memasak dan memaksa putrinya untuk mak