Share

Bab 6

Author: Aku Suka Uang
Shawn menengadah, lalu mengangkat alisnya. Seketika, suasana menjadi tegang karenanya. Dia merespons dengan singkat, "Hah?"

Neil pun menahan kekesalannya. Dia berkata, "Sudahlah. Demi kebahagiaanmu, aku akan melupakan masalah ini."

Shawn meliriknya sekilas. Kemudian, dia berujar dengan sorot mata yang suram, "Ya sudah, aku pergi dulu."

Xavier menyalakan mesin dan mengemudikan mobil. Sebelum pergi, Neil merasa dia harus melakukan sesuatu untuk Yvonne. Ketika Neil hendak pergi mencarinya, Yvonne kebetulan sudah berjalan ke luar.

"Yvonne," panggil Neil sembari berjalan ke depan.

"Aku harus pulang," ujar Yvonne sambil menatap Neil dengan tersenyum.

Melihat Yvonne yang begitu murung, Neil berkata, "Yvonne, aku akan berusaha mencari jantung yang cocok untuk ibumu."

Begitu teringat pada ibunya, hati Yvonne seketika menegang. Dia berusaha menutupi kesedihannya, tetapi suaranya masih terdengar agak bergetar saat bertanya, "Serius?"

Jantung adalah organ yang sangat sulit untuk didapatkan. Beberapa pasien bahkan sudah meninggal sebelum mendapatkan jantung yang sesuai.

"Kak, terima kasih," ucap Yvonne dengan mata berkaca-kaca. Dia sampai tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan rasa syukurnya.

"Nggak perlu sungkan, aku akan mengantarmu pulang." Neil merasa sangat tidak enak hati dengan Yvonne. Kalau bukan karena Shawn, Yvonne pasti sudah selangkah makin dekat dengan impiannya.

Yvonne bukan pulang ke rumah orang tuanya sehingga buru-buru menolak, "Nggak perlu."

Neil pun tidak memaksanya lagi.

....

Setelah berpisah dari Neil, Yvonne memanggil taksi untuk pulang ke vila. Dia merasa lebih lega saat teringat bahwa Shawn tidak akan pernah datang ke vila ini.

Leah bisa melihat bahwa Yvonne tidak setegang pertama kali memasuki vila ini. Jadi, dia tersenyum sembari bertanya, "Apa ada kabar baik? Kamu terlihat sangat senang."

Yvonne menundukkan kepala untuk mengganti sepatunya di lorong. Mendengar pertanyaan ini, dia menjawab, "Aku sangat senang karena tinggal berdua dengan Bibi Leah."

Leah seketika tidak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba, terdengar sebuah suara. "Jadi, aku tidak seharusnya berada di sini?"

Begitu mendongak, Yvonne langsung melihat pria yang berdiri di ruang tamu. Aura pria ini sangat dingin, bahkan tatapannya saat menatap Yvonne terlihat merendahkan dan jijik.

Jika tidak pernah melihat sosoknya di majalah ekonomi dan TV, Yvonne mungkin tidak bisa mengenali suaminya ini. Dia benar-benar tidak menduga bahwa Shawn akan datang ke sini. Dia segera bertanya, "Ke ... kenapa kamu pulang?"

Yvonne tidak mengerti alasan pria ini tiba-tiba datang. Bukankah dia sangat membenci pernikahan ini? Shawn seharusnya tidak ingin melihatnya.

Raut wajah Shawn menjadi suram. Dia bertanya dengan dingin, "Kenapa? Aku harus meminta instruksi darimu dulu kalau mau pulang?"

Yvonne buru-buru menggeleng. Benar, dia yang tidak seharusnya berada di tempat ini.

"Tanda tangani surat itu," perintah Shawn yang langsung melemparkan surat perceraian ke atas meja.

Yvonne melirik sekilas. Dia tidak merasa terkejut karena wajar jika pria ini ingin bercerai. Hanya saja, mereka tidak boleh bercerai sekarang. Yvonne harus menunggu hingga ibunya selesai dioperasi.

"Err ...." Yvonne tidak tahu harus bagaimana memanggil Shawn. Dia pun berkata, "Apa aku boleh ...."

"Tidak mau bercerai?" sela Shawn sebelum Yvonne menyelesaikan perkataannya. Dia sama sekali tidak terkejut. Jika wanita ini menyetujui perceraian dengan cepat, mana mungkin dia membuat permintaan rendahan dengan meminta Shawn menikahinya.

"Oke, semoga kamu tidak menyesal," lanjut Shawn. Kemudian, dia langsung berjalan ke luar.

Yvonne tahu bahwa pria ini sudah salah paham. Lantaran ingin menjelaskan, dia buru-buru mengejar. Nahasnya, kakinya malah tidak sengaja tersandung di ambang pintu sehingga tasnya terjatuh ke lantai.

Barang-barang di dalam seketika berjatuhan. Yvonne bergegas berjongkok untuk mengambil, tetapi merasa ada sesuatu yang kurang. Ketika mencari-cari, dia menyadari bahwa barang tersebut berada di samping kaki Shawn. Dia tanpa sadar mengulurkan tangan untuk mengambil dan berusaha menutupi barang tersebut.

Begitu Yvonne berhasil menyentuhnya, obat tersebut telah diinjak oleh Shawn. Dia menengadah, lalu mendapati ekspresi Shawn yang datar. Shawn seketika merasa tertarik saat melihat ekspresi Yvonne yang panik. Dia membungkukkan badan untuk mengambil barang tersebut.

Dua butir obat, yang 1 sudah dimakan sehingga hanya tersisa 1 lagi. Shawn membalikkannya, lalu melihat nama obat tersebut. Awalnya, dia mungkin masih tidak mengetahui obat apa itu. Namun, di bawahnya tertulis dengan jelas bahwa ini adalah obat kontrasepsi yang akan berkhasiat dalam 72 jam.

Jika Shawn masih tidak mengerti, itu artinya dia adalah seorang idiot. Kemudian, Shawn menundukkan kepala untuk menatap Yvonne yang panik. Dia bertanya dengan ekspresi datar dan nada nakal, "Kamu mencari pria di malam pertama?"

Saat ini, Shawn benar-benar merasa jijik dengan wanita ini. Sementara itu, Yvonne hanya mengepalkan tangannya secara perlahan. Dia berusaha mengendalikan tubuhnya yang gemetaran, lalu pelan-pelan bangkit.

Yvonne tidak membantah ejekannya ini karena tidak tahu harus berkata apa. Dia menimpali dengan suara yang bergetar, "Aku nggak pernah ingin menikah denganmu."

Penampilan munafik seperti ini membuat Shawn merasa jijik. Dia sontak melemparkan pil tersebut ke wajah Yvonne. Matanya pun tampak memerah.

Yvonne spontan memejamkan matanya. Rasa sakit di wajahnya tidak sebanding dengan penghinaan yang dirasakannya. Dia menggigit bibirnya dengan ringan, lalu membungkuk untuk memungut obat itu. Kemudian, dia meremasnya dengan sangat kuat hingga bungkusan plastik obat berubah bentuk dan tangannya juga terasa sakit.

"Kamu suka berhubungan dengan pria, 'kan? Oke, aku akan mengabulkan keinginanmu." Sesudah mengatakan itu, Shawn langsung pergi.

Keesokan harinya, Yvonne akhirnya memahami maksud perkataan ini. Pagi hari ketika hendak berangkat kerja, Xavier tiba-tiba datang ke vila.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 674

    Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 673

    Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 672

    Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 671

    Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang  wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 670

    Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 669

    Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 668

    Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 667

    Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 666

    Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status