Share

Bab 3

Author: Hedgehog
Shasa refleks ingin menjelaskan sesuatu, tetapi sebelum sempat membuka mulut, Arya sudah lebih dulu merangkul pinggang Shasha dan berjalan melewatinya. Mereka berdua masuk ke dalam lift.

Shasa tetap diam, tidak bergerak sedikit pun. Hingga pintu lift perlahan tertutup, dia sama sekali tidak menoleh.

Dia takut, begitu menoleh dan melihat kedekatan antara Arya dan Shasha, ekspresi wajahnya akan mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya.

'Shasa, waktumu tinggal sepuluh hari lagi.'

'Masih banyak hal yang harus kamu urus dan selesaikan.'

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurus karya-karya fotografi yang belum pernah dipublikasikan.

Setiap karya adalah hasil jerih payahnya, rekam jejak dari masa lalunya.

Shasa memutuskan untuk pulang lebih dulu, menata semua hasil karyanya yang belum dipublikasikan, lalu menyerahkannya kepada perusahaan sebagai karya terakhirnya, sekalian mengajukan surat pengunduran diri.

Namun, begitu membuka pintu kamar, langkahnya langsung terhenti.

Ruangan itu penuh dengan pakaian dan barang-barang yang bukan miliknya. Negatif film dan album foto yang semula disimpan di lemari kini berserakan di lantai, disobek hingga tidak bersisa.

Pandangannya menyapu seluruh ruangan yang begitu berantakan.

Shasa mengepalkan tangan dan menarik napas panjang.

Tanpa perlu menebak pun, dia tahu siapa pelakunya, pasti Shasha. Shasa memang sudah bersiap untuk pindah, tetapi tidak disangka, perempuan itu bahkan tidak memberinya waktu beberapa hari.

Bahkan sebelum Shasa benar-benar pergi, rumah ini sudah bukan tempatnya lagi.

Dia bisa memahami tindakan Shasha, tapi tetap saja ada rasa sesak di dadanya yang membuatnya sulit bernapas.

Tidak pernah terpikir olehnya, baru beberapa hari sejak hitungan mundur sepuluh hari dimulai, seluruh karya fotografinya telah berubah menjadi tumpukan sampah.

Dengan tangan kosong, Shasa pergi ke kantor dan menyerahkan surat pengunduran dirinya.

Awalnya sang atasan menolak, tetapi melihat Shasa begitu teguh, akhirnya atasannya hanya bertanya alasannya.

Shasa tersenyum dan menjawab pelan, "Saya berencana untuk bepergian."

Saat membereskan barang-barangnya, pandangannya tertumbuk pada setumpuk foto di atas meja. Seketika pikirannya melayang.

Tanpa sadar, Shasa duduk di lantai ruang kerjanya, dia perlahan membuka dan menatap satu per satu foto itu.

Foto-foto itu diambil pada waktu yang berbeda, tetapi subjek di dalamnya hanya satu orang.

Semuanya adalah foto Arya, hanya Arya.

Dari berbagai sudut dan beragam ekspresi, keanggunan Arya yang lembut dan rapuh terpancar begitu sempurna.

Sambil menatap foto-foto itu, Shasa mengingat kembali momen-momen ketika dia memotret Arya.

Sebagian besar waktunya, dia habiskan untuk memotret Arya secara diam-diam.

Melalui lensa kameranya, dia menangkap setiap momen bersama Arya, sekaligus menuangkan perasaan cintanya dalam setiap jepretan.

Tangannya perlahan mengusap wajah Arya di salah satu foto.

Setelah lama terdiam, Shasa menghela napas pelan.

Dia memandangi foto-foto itu berulang kali, seakan ingin mengukirnya dalam-dalam di ingatannya.

Sayang sekali, foto-foto yang awalnya ingin dia simpan sebagai kenangan ini...

Sekarang, semuanya hanya bisa dihancurkan.

Shasa memegang setumpuk foto di tangannya. Setelah ragu cukup lama, akhirnya dia memasukkan semuanya ke dalam mesin penghancur kertas.

Mendengar suara mesin yang sedang menghancurkan foto-foto itu, dia tidak bisa menahan diri untuk berpikir, andai saja perasaannya pada Arya juga bisa dihancurkan seperti ini, alangkah baiknya...

Sesaat kemudian, Shasa tertawa getir, dia menertawakan kebodohannya sendiri.

Setelah menghapus semua foto beserta versi digitalnya hingga tidak bersisa. Dia pergi dengan diiringi perpisahan penuh keengganan dari rekan-rekan kantornya.

Namun, baru saja melangkah keluar dari kantor, tanpa disangka, dia melihat Arya dan Shasha.

Mereka berjalan keluar dari gedung sebelah dengan bergandengan tangan.

Bukankah kata orang, musuh bebuyutan pasti akan bertemu?

Shasha lebih dulu melihatnya daripada Arya. Sambil memanggil nama Shasa, dia tersenyum cerah dan menarik tangan Arya untuk menghampirinya.

"Ah, sungguh kebetulan sekali, kita bertemu lagi, Kak Shasa!"

Shasa hanya membalas dengan senyum tipis.

"Barusan Kak Arya mengajakku melihat-lihat cincin berlian. Modelnya banyak sekali, aku sampai bingung mau pilih yang mana!"

"Seandainya aku tahu bakal ketemu kamu, pasti aku sudah minta tolong kamu untuk bantu pilihkan."

Nada suara Shasha seolah penuh keluhan, tetapi dari raut wajahnya jelas terlihat betapa bahagianya dirinya.

Arya menunduk dan menatapnya lembut. "Bodoh, kalau suka, beli saja semuanya."

"Benarkah? Kak Arya, kamu baik sekali!" Shasha tersenyum bahagia, memamerkan kasih sayang Arya padanya.

"Tentu saja aku baik padamu. Aku hanya berharap ingin cepat sembuh, bercerai, dan bisa menikah denganmu."

Kalimat itu Arya tujukan pada Shasha, tetapi pandangannya terarah tajam pada Shasa, mata hitamnya berkilat samar.

Setiap ucapannya bagai pukulan palu yang menghunjam keras ke hati Shasa.

Meski hati Shasa tersiksa, dia tetap memaksakan diri untuk tersenyum. "Kalau begitu, kuucapkan selamat lebih dulu untuk kalian berdua."

Shasha menatapnya sambil tersenyum puas. "Ah, ucapan selamat darimu membuatku makin bahagia."

Arya merangkul pinggang Shasha, tetapi pandangannya tidak lepas dari Shasa. "Kalau gitu, kapan kamu akan menandatangani perjanjian perceraian?"

"Secepatnya," jawab Shasa. Kemudian tanpa banyak bicara lagi, dia segera meninggalkan tempat itu.

Di belakangnya, suara manja Shasha terdengar samar.

"Kak Arya, kamu sungguh akan menceraikannya demi menikah denganku? Padahal Kak Shasa juga sangat baik."

"Bodoh, di hatiku, hanya kamu yang terbaik. Hanya kamu yang kucintai."

"Benarkah?"

"Tentu saja benar."

Shasha terkekeh manja. "Kak Arya, kamu nggak lagi membujukku, 'kan?"

Setelah itu, tidak terdengar suara apa pun lagi. Melalui kaca gedung, Shasa menoleh ke belakang dan tanpa sengaja melihat dua orang itu berpelukan dan berciuman.

Wajah Shasa seketika pucat, seluruh tenaganya seolah tersedot habis. Dengan sisa kekuatan terakhir, dia memaksa diri untuk melangkah pergi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 25

    Selama beberapa hari-hari ini, Riana memperhatikan setiap gerak-gerik Arya.Awalnya, dia juga sangat membenci pria itu, karena bagaimanapun juga Arya telah mengecewakan sahabatnya, Shasa.Namun seiring waktu berlalu, Riana mulai menyadari bahwa tatapan dan ekspresi Shasa setiap kali melihat Arya sudah tidak lagi seperti dulu, tidak lagi dipenuhi kebencian dan penolakan.Bahkan, kadang-kadang dia memergoki Shasa menatap Arya dengan pandangan yang sulit dijelaskan.Sebagai sahabatnya, Riana tahu bahwa di hati Shasa, Arya masih menempati tempat yang istimewa.Daripada terus terjebak dalam kebimbangan, bukankah lebih baik jika dia berani mengambil langkah ke depan?Mendengar kata-kata Riana, hati Shasa yang semula dipenuhi keraguan dan ketakutan tiba-tiba menjadi tercerahkan.Benar juga, apa pun yang terjadi nanti, tidak akan lebih buruk dari sekarang.Jika dia masih mencintai pria di hadapannya, mengapa tidak mencoba sekali lagi? Mungkin kali ini Shasa bisa menemukan kebahagiaan yang bena

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 24

    "Aku tumbuh sebagai pewaris Keluarga Lexim, sejak kecil aku dikelilingi oleh tipu muslihat dan intrik orang dewasa.""Aku bisa menghadapi segala macam siasat dan permainan kotor, tapi yang nggak bisa kuterima adalah ketika orang terdekatku menipuku.""Namun lucunya, orang yang menipuku justru ada di sekelilingku sendiri. Aku nggak mampu melihat perasaanku dengan jelas, bahkan meremehkan perasaan Shasa padaku.""Semua yang terjadi sekarang adalah akibat dari perbuatanku sendiri, dan aku menerimanya.""Kalau begitu, kamu seharusnya juga bisa melepaskannya," ujar Erza.Arya menghela napas dan tersenyum pahit. "Kalau benar-benar mencintai seseorang, bagaimana mungkin bisa melepaskannya? Terlebih aku baru menyadari ketika semuanya sudah terlambat, tanpa kusadari, aku sudah lama mencintai Shasa.""Aku nggak bisa melepaskannya."Tiba-tiba, pintu apartemen Shasa terbuka.Arya menoleh dan melihat Shasa keluar dengan mengenakan sweter longgar yang santai, rambutnya digulung seadanya.Jantungnya

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 23

    Shasa mendengarkan ucapan Arya yang penuh keyakinan, tetapi hatinya terasa aneh, seolah semua ini tidak nyata.Tidak, perasaan itu sudah muncul sejak pertama kali Arya muncul di depan toko hiasan rambut bunganya.Sekarang, ketika melihat pria itu berbicara seperti ini, rasa tidak percayanya mencapai puncak.Shasa bahkan sempat meragukan, apakah orang yang berdiri di hadapannya ini benar-benar Arya.Arya tampak sudah membulatkan tekadnya. "Tentu saja, aku tahu kamu sekarang sangat membenciku.""Nggak apa-apa." Dia menatap Shasa dengan serius. "Nggak peduli kamu mencintaiku atau nggak, yang penting aku mencintaimu.""Masa lalu kita memang nggak indah, tapi nggak masalah. Kita bisa menciptakan kenangan indah yang baru."Erza mendengus pelan. "Kamu nggak merasa omonganmu itu terlalu sepihak?"Tidak disangka, Arya justru mengangguk. "Benar, aku memang terlalu sepihak. Tapi demi bisa mendapatkanmu kembali, aku bersedia melakukan semua hal yang dulu nggak pernah kulakukan.""Shasa." Arya berk

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 22

    Arya menatap Shasa dengan perasaan hancur. Sebelum datang, dia sudah menyiapkan diri secara mental dan merasa bisa menerima perkataan apa pun dari Shasa.Namun, kenyataannya tidak demikian.Saat Shasa dengan wajah datar berkata bahwa dirinya tidak ingin tahu dan tidak peduli, Arya merasa seolah jantungnya ditusuk pisau tajam.Perihnya begitu nyata.Dia ingin bicara, tetapi mengurungkannya.Sementara itu, Erza yang mendengar ucapan Shasa dan melihat ekspresi Arya yang tidak percaya, tidak kuasa menahan nada sinis di suaranya. "Etika seorang pria itu penting. Shasa bahkan sudah nggak peduli soal urusanmu dengan wanita lain, jadi buat apa kamu masih mengatakan semua ini?"Shasa mengangguk, menyetujui ucapan Erza, lalu menambahkan dengan tenang, "Selain itu, hal-hal yang dulu kulakukan untukmu, itu karena aku sendiri yang ingin melakukannya. Kamu nggak perlu merasa terbebani, juga nggak perlu berterima kasih."Shasa memang tidak pernah mengharapkan rasa terima kasih darinya. Semua itu hany

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 21

    Shasa tanpa sadar menjerit pelan.Darah merembes dari sudut bibir Arya, tetapi dia tetap menggenggam erat lengan Shasa dan tidak mau melepaskan.Arya takut, jika dia melonggarkan genggamannya, Shasa akan kembali menghilang tanpa jejak."Lepaskan aku!" Shasa mengkerutkan dahi. "ARYA!"Namun, bukannya melepas, Arya justru terseyum.Erza yang melihat itu tidak tahan lagi. Dia tidak bisa membiarkan wanita yang dia sukai digenggam begitu kasar oleh pria bernama Arya itu.Erza mengepalkan tinjunya. "Kamu cari masalah, ya? Kamu nggak tahu sopan santun, ya? Sudah kubilang, lepaskan!""Nggak. Aku nggak akan melepaskannya."Arya menatap Shasa lekat-lekat. "Aku sudah pernah melepaskanmu sekali. Kali ini, aku nggak akan melakukannya lagi."Shasa merasakan sedikit getir di hatinya.Seandainya, kata-kata itu diucapkan Arya sebelum dia pergi.Mungkin Shasa akan luluh.Namun, setelah setengah tahun berlalu, hatinya sudah berubah.Saat kembali bertemu dengan Arya, Shasa melihat di mata pria itu sudah t

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 20

    Shasa sedang fokus membuat hiasan rambut bunga untuk pelanggan, sehingga dia tidak menyadari perubahan ekspresi di wajah Riana.Erza yang melihat Riana menatap ke arah luar toko, ikut menoleh dengan bingung.Di depan pintu toko berdiri seorang pria berambut hitam yang mengenakan mantel panjang. Dia menatap ke arah dalam toko dengan ekspresi yang sulit diartikan, antara sedih dan bahagia.Erza mengikuti arah pandang pria itu, dan segera menyadari bahwa yang sedang diperhatikan adalah Shasa.Dalam sekejap, hatinya merasa waswas.Pria itu melangkah perlahan masuk ke dalam toko. Riana segera maju dan menghadangnya. "Ngapain kamu datang ke sini?"Nada kesal Riana menarik perhatian Shasa.Begitu dia melihat pria itu, tubuhnya langsung menegang.Pria itu tidak lain adalah Arya, orang yang telah berusaha mencari Shasa dengan susah payah selama setengah tahun."Shasa." Arya menatap Shasa tanpa tahu harus berkata apa."Pak, apa kamu ingin membeli hiasan rambut bunga?"Sebuah sosok tinggi tiba-ti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status