Share

Bab 4

Author: Hedgehog
'Waktu makin dekat, tidak ada lagi waktu untuk merasa sedih atau terluka.'

Shasa berulang kali mengulang kalimat itu dalam hati, seolah sedang menghipnotis dirinya sendiri.

"Shasa."

Shasa tersadar dari lamunannya. Profesor di depannya menyerahkan setumpuk berkas tebal. "Ini semua berkas terkait donor organ. Bacalah dengan saksama terlebih dahulu, lalu isi bagian yang perlu diisi."

Shasa menerima berkas itu dan mulai memeriksanya dengan cermat.

Profesor memperhatikan tubuh Shasa yang tampak lebih kurus dari sebelumnya, hatinya dipenuhi keraguan. "Masih ada sembilan hari lagi. Kamu masih bisa mempertimbangkannya."

Bahkan jika sekarang dia berubah pikiran dan memutuskan untuk tidak mendonorkan ginjalnya, juga tidak apa-apa.

Dari sudut pandang medis, masalah ginjal Arya sudah berlangsung cukup lama. Meskipun Shasa mendonorkan ginjalnya, jalan menuju kesembuhan tetap akan penuh rintangan dan kesulitan.

Profesor sudah pernah membicarakan semua ini dengan Shasa.

Selain itu, ginjal yang cocok untuk Arya bukan hanya milik Shasa.

Dengan kekayaan dan koneksi yang dimiliki Arya, seharusnya tidak sulit baginya untuk mendapatkan ginjal yang cocok dalam waktu dekat.

Shasa tentu mengerti makna tersirat di balik kata-kata profesor. Dia hanya tersenyum tipis dan menggeleng pelan.

Melihat hal itu, sang profesor tidak melanjutkan lagi. Tatapannya memancarkan rasa iba dan sedikit kesedihan.

Shasa membaca dengan saksama semua ketentuan dan peraturan tentang donor organ, termasuk berkas-berkas yang harus diisi dan ditandatangani.

Setelah menuntaskan semuanya, dia menghela napas panjang. Tangannya yang memegang pena sempat ragu sejenak, lalu mulai menandatangani berkas tersebut.

Setelah semua berkas donor organ selesai diurus, langkah berikutnya...

Dia harus mempersiapkan hal lain untuk dirinya sendiri. Usai transplantasi ginjal nanti, dia tidak berencana tinggal di dalam negeri. Dia akan pergi ke luar negeri.

Seorang temannya di luar negeri sudah membantunya mengurus proses imigrasi, waktunya dijadwalkan setelah operasi transplantasi.

Shasa tiba-tiba tersenyum. Mungkin Arya memang ingin agar Shasa benar-benar menghilang dari hadapannya.

Setelah seharian mengurus berbagai urusan, malamnya Shasa kembali ke rumah. Begitu melangkah ke ruang tamu, Shasa melihat Arya duduk di sofa dengan laptop terbuka di atas pahanya, dia tampak sedang mengerjakan urusan kantor.

Sementara Shasha bersandar di sampingnya, sibuk menonton video pendek di ponselnya.

Suara dari ponsel itu cukup keras, tetapi wajah Arya tetap tenang, seolah tidak terganggu sedikit pun.

Shasa tiba-tiba teringat masa awal pernikahan mereka.

Di ruang tamu yang sama, kala itu Arya bahkan tidak sedang bekerja.

Shasa hanya menerima panggilan video dari rekan kerjanya, tetapi Arya langsung menegurnya karena suaranya terlalu keras dan mengganggunya.

Sejak saat itu, Shasa tidak pernah lagi menerima panggilan video di ruang tamu, apalagi menonton video seperti yang dilakukan Shasha sekarang.

Ponselnya hampir selalu dalam mode senyap.

Shasa menunduk dan berjalan perlahan menuju tangga ke lantai dua.

"Ah, Kak Shasa sudah pulang!" seru Shasha dengan nada riang.

Langkah Shasa terhenti. Dia pun menoleh dan langsung berhadapan dengan tatapan tidak menyenangkan dari Arya.

Shasha bangkit dari sofa dan dengan lincah melangkah mendekati Shasa.

"Kak Shasa, malam ini biar aku yang masak. Kamu mau makan apa?"

"Nggak usah, aku nggak lapar," jawab Shasa dengan lembut.

Namun Shasha langsung meraih tangannya. "Ah, jangan sungkan begitu! Bilang saja mau makan apa, biar aku yang buat!"

Tarikannya begitu kuat hingga Shasa tidak sempat bereaksi. Setumpuk dokumen pemeriksaan di tangannya terlepas dan jatuh berserakan ke lantai, bersama selembar brosur pemakaman yang pernah diberikan seseorang ketika dia keluar dari ruang perawatan intensif.

Brosur itu sebenarnya ingin dia buang, tapi sepertinya lupa.

Shasa melirik Shasha dan menangkap tatapan licik yang tersembunyi di balik matanya.

Dia mengerutkan kening sedikit, lalu membungkuk untuk memunguti dokumen yang berserakan.

"Maaf, Kak Shasa! Aku benar-benar nggak sengaja. Sini, biar aku bantu!"

Shasha ikut berjongkok dan memunguti kertas.

"Taman Ketenangan?"

Dia pura-pura terkejut melihat Shasa. "Bukankah ini nama sebuah pemakaman?"

"Kak Shasa, untuk apa kamu membawa brosur pemakaman seperti ini?"

Shasa buru-buru merebut selebaran itu dari tangan Shasha, lalu cepat-cepat membereskan dokumen lain yang berserakan di lantai dan hendak pergi.

"Tunggu, Shasa!"

Suara Arya terdengar tegas di belakangnya.

Namun, Shasa tidak berhenti, dia bahkan mempercepat langkahnya.

Tidak disangka, Arya segera menyusul dan menarik lengannya dengan kasar.

Dia merampas brosur itu dari tangan Shasa, membukanya, lalu menatapnya dengan sorot mata penuh amarah.

"Apa ini?"

Shasa menggeleng. "Aku nggak tahu. Mungkin seseorang menyelipkannya tanpa aku sadari."

Arya tertawa getir mendengar nada Shasa yang tenang. "Aku belum mati, tapi kamu sudah buru-buru mencarikan pemakaman untukku?"

"Kak Arya." Shasha ikut menyusul mereka. "Mungkin kita salah paham sama Kak Shasa."

"Salah paham? Salah paham apanya?!" bentak Arya. "Aku rasa dia justru berharap aku cepat mati!"

"Nggak, nggak mungkin! Kak Shasa bukan orang seperti itu."

Shasa melirik Shasha. Di samping, wanita itu tampak cemas, tetapi kata-katanya jelas ditujukan untuk memperkeruh situasi. Dia benar-benar pandai berakting.

"Kak Shasa, jangan buat Kak Arya marah. Minta maaflah," ujar Shasha.

Namun, Shasa tidak meminta maaf. Dia tidak merasa dirinya salah.

"Lepaskan aku, Arya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 25

    Selama beberapa hari-hari ini, Riana memperhatikan setiap gerak-gerik Arya.Awalnya, dia juga sangat membenci pria itu, karena bagaimanapun juga Arya telah mengecewakan sahabatnya, Shasa.Namun seiring waktu berlalu, Riana mulai menyadari bahwa tatapan dan ekspresi Shasa setiap kali melihat Arya sudah tidak lagi seperti dulu, tidak lagi dipenuhi kebencian dan penolakan.Bahkan, kadang-kadang dia memergoki Shasa menatap Arya dengan pandangan yang sulit dijelaskan.Sebagai sahabatnya, Riana tahu bahwa di hati Shasa, Arya masih menempati tempat yang istimewa.Daripada terus terjebak dalam kebimbangan, bukankah lebih baik jika dia berani mengambil langkah ke depan?Mendengar kata-kata Riana, hati Shasa yang semula dipenuhi keraguan dan ketakutan tiba-tiba menjadi tercerahkan.Benar juga, apa pun yang terjadi nanti, tidak akan lebih buruk dari sekarang.Jika dia masih mencintai pria di hadapannya, mengapa tidak mencoba sekali lagi? Mungkin kali ini Shasa bisa menemukan kebahagiaan yang bena

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 24

    "Aku tumbuh sebagai pewaris Keluarga Lexim, sejak kecil aku dikelilingi oleh tipu muslihat dan intrik orang dewasa.""Aku bisa menghadapi segala macam siasat dan permainan kotor, tapi yang nggak bisa kuterima adalah ketika orang terdekatku menipuku.""Namun lucunya, orang yang menipuku justru ada di sekelilingku sendiri. Aku nggak mampu melihat perasaanku dengan jelas, bahkan meremehkan perasaan Shasa padaku.""Semua yang terjadi sekarang adalah akibat dari perbuatanku sendiri, dan aku menerimanya.""Kalau begitu, kamu seharusnya juga bisa melepaskannya," ujar Erza.Arya menghela napas dan tersenyum pahit. "Kalau benar-benar mencintai seseorang, bagaimana mungkin bisa melepaskannya? Terlebih aku baru menyadari ketika semuanya sudah terlambat, tanpa kusadari, aku sudah lama mencintai Shasa.""Aku nggak bisa melepaskannya."Tiba-tiba, pintu apartemen Shasa terbuka.Arya menoleh dan melihat Shasa keluar dengan mengenakan sweter longgar yang santai, rambutnya digulung seadanya.Jantungnya

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 23

    Shasa mendengarkan ucapan Arya yang penuh keyakinan, tetapi hatinya terasa aneh, seolah semua ini tidak nyata.Tidak, perasaan itu sudah muncul sejak pertama kali Arya muncul di depan toko hiasan rambut bunganya.Sekarang, ketika melihat pria itu berbicara seperti ini, rasa tidak percayanya mencapai puncak.Shasa bahkan sempat meragukan, apakah orang yang berdiri di hadapannya ini benar-benar Arya.Arya tampak sudah membulatkan tekadnya. "Tentu saja, aku tahu kamu sekarang sangat membenciku.""Nggak apa-apa." Dia menatap Shasa dengan serius. "Nggak peduli kamu mencintaiku atau nggak, yang penting aku mencintaimu.""Masa lalu kita memang nggak indah, tapi nggak masalah. Kita bisa menciptakan kenangan indah yang baru."Erza mendengus pelan. "Kamu nggak merasa omonganmu itu terlalu sepihak?"Tidak disangka, Arya justru mengangguk. "Benar, aku memang terlalu sepihak. Tapi demi bisa mendapatkanmu kembali, aku bersedia melakukan semua hal yang dulu nggak pernah kulakukan.""Shasa." Arya berk

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 22

    Arya menatap Shasa dengan perasaan hancur. Sebelum datang, dia sudah menyiapkan diri secara mental dan merasa bisa menerima perkataan apa pun dari Shasa.Namun, kenyataannya tidak demikian.Saat Shasa dengan wajah datar berkata bahwa dirinya tidak ingin tahu dan tidak peduli, Arya merasa seolah jantungnya ditusuk pisau tajam.Perihnya begitu nyata.Dia ingin bicara, tetapi mengurungkannya.Sementara itu, Erza yang mendengar ucapan Shasa dan melihat ekspresi Arya yang tidak percaya, tidak kuasa menahan nada sinis di suaranya. "Etika seorang pria itu penting. Shasa bahkan sudah nggak peduli soal urusanmu dengan wanita lain, jadi buat apa kamu masih mengatakan semua ini?"Shasa mengangguk, menyetujui ucapan Erza, lalu menambahkan dengan tenang, "Selain itu, hal-hal yang dulu kulakukan untukmu, itu karena aku sendiri yang ingin melakukannya. Kamu nggak perlu merasa terbebani, juga nggak perlu berterima kasih."Shasa memang tidak pernah mengharapkan rasa terima kasih darinya. Semua itu hany

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 21

    Shasa tanpa sadar menjerit pelan.Darah merembes dari sudut bibir Arya, tetapi dia tetap menggenggam erat lengan Shasa dan tidak mau melepaskan.Arya takut, jika dia melonggarkan genggamannya, Shasa akan kembali menghilang tanpa jejak."Lepaskan aku!" Shasa mengkerutkan dahi. "ARYA!"Namun, bukannya melepas, Arya justru terseyum.Erza yang melihat itu tidak tahan lagi. Dia tidak bisa membiarkan wanita yang dia sukai digenggam begitu kasar oleh pria bernama Arya itu.Erza mengepalkan tinjunya. "Kamu cari masalah, ya? Kamu nggak tahu sopan santun, ya? Sudah kubilang, lepaskan!""Nggak. Aku nggak akan melepaskannya."Arya menatap Shasa lekat-lekat. "Aku sudah pernah melepaskanmu sekali. Kali ini, aku nggak akan melakukannya lagi."Shasa merasakan sedikit getir di hatinya.Seandainya, kata-kata itu diucapkan Arya sebelum dia pergi.Mungkin Shasa akan luluh.Namun, setelah setengah tahun berlalu, hatinya sudah berubah.Saat kembali bertemu dengan Arya, Shasa melihat di mata pria itu sudah t

  • Cinta yang Sirna Sebelum Fajar   Bab 20

    Shasa sedang fokus membuat hiasan rambut bunga untuk pelanggan, sehingga dia tidak menyadari perubahan ekspresi di wajah Riana.Erza yang melihat Riana menatap ke arah luar toko, ikut menoleh dengan bingung.Di depan pintu toko berdiri seorang pria berambut hitam yang mengenakan mantel panjang. Dia menatap ke arah dalam toko dengan ekspresi yang sulit diartikan, antara sedih dan bahagia.Erza mengikuti arah pandang pria itu, dan segera menyadari bahwa yang sedang diperhatikan adalah Shasa.Dalam sekejap, hatinya merasa waswas.Pria itu melangkah perlahan masuk ke dalam toko. Riana segera maju dan menghadangnya. "Ngapain kamu datang ke sini?"Nada kesal Riana menarik perhatian Shasa.Begitu dia melihat pria itu, tubuhnya langsung menegang.Pria itu tidak lain adalah Arya, orang yang telah berusaha mencari Shasa dengan susah payah selama setengah tahun."Shasa." Arya menatap Shasa tanpa tahu harus berkata apa."Pak, apa kamu ingin membeli hiasan rambut bunga?"Sebuah sosok tinggi tiba-ti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status