Share

04. I Think I'm Falling in Love

Keesokan harinya berjalan seperti kereta api express bagi Zhu Yui. Bangun pagi, wali kelas masih akan mengambil absen, setelah itu mereka harus mempersiapkan pekan olah raga. Mungkin ini terlihat hanya sebagai acara olah raga tahunan biasa, nyatanya ini adalah ajang untuk kelas X, Y dan Z membuktikan kualitas mereka pada kelas yang lain, sedangkan para kelas atas sudah bersiap-siap mempermalukan kelas bawah jika kalah.

Setelah berlatih, ia harus menuju klub jurnalis bersama sang ketua kelas.

Senior Moon terus memandang mereka dengan tajam, tidak lupa wanita berambut coklat tua itu memberikan tugas yang berat hari itu. Zhu Yui membuka website sekolah, mengetik beberapa kata di bagian atas post terbaru serta memberi judul, “Pertempuran sengit Roti special memakan korban jiwa.” Zhu Yui tertawa melihat judul postingannya sendiri, meskipun berita yang ia sebarkan adalah bahan tidak penting seperti “Pernyataan cinta sang pengagum rahasia” yang ia tulis minggu lalu, beritanya masih akan mendapat suka dan bagikan yang banyak. Jadi ia tidak terlalu memikirkan berita yang ia tulis.

Setelah mengetik beberapa paragraf juga memasukkan gambar yang ia ambil saat makan siang, tidak butuh lama bagi Yui melihat postingannya sudah menjadi berita terbaru website sekolah mereka. 

“Yuiyui.” Zhu Yui tidak perlu lagi menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya.

“Ya, senior” suaranya terdengar sedikit berat.

“Aku menantikan beritamu dan Mika untuk pekan olah raga.” padahal Yui sudah menyiapkan beribu alasan untuk menolak ketua klub mereka, namun semua tertelan di dalam kerongkongan dan ia hanya bisa mengangguk. Bukan hanya dirinya, Mika yang duduk di meja depan juga mendapat bisikan dari si ketua klub. Berbeda dengan Yui yang menjawab setengah hati, Xian Mika menjawab dengan wajah tenang dan sungguh-sungguh seperti anak teladan.

Pekan olah raga akhirnya tiba, akhirnya Yui bisa menunjukkan kemampuan lari yang ia miliki. Mereka berkumpul sejak pagi di lapangan sekolah, sekejap sekolah mereka dipadati oleh siswa-siswi dari sekolah lain. Karena ini adalah acara terbuka untuk umum, tidak mengherankan menemukan siswa yang menggunakan seragam dari sekolah lain.

Zhu Yui membidik lensa kameranya pada acara pembukaan yang sedang berlangsung. Suara suporter dari masing-masing kelas bergemuruh serta berbaur menjadi satu. Zhu Yui tidak bisa melepaskan senyuman yang sejak awal tertanam di bibirnya, walaupun ia hanya menguasai olah raga lari, tetapi ia sangat menyukai jika sekolah mereka mengadakan kegiatan seperti ini, ia akan sangat merasakan bagaimana mereka bersatu sebagai teman dan kelompok.

“Ini.” lembaran kertas putih yang di sodorkan menghentikan pergerakan Zhu Yui, Xian Mika berdiri tidak sabaran. Setelah mengamati kertas yang di berikan, ketua kelas berkata, “hari ini kau akan bertanding.” Yui mengangguk. Ini masih hari pertama tetapi ia sudah langsung mengikuti perlombaan.

“Aku akan bersiap-siap, jangan lupa ambil fotoku yang bagus, ketua! Karena aku akan menjadi pemenangnya, kau harus memasang fotoku yang paling bagus!” Xian Mika mendegus.

Yui berdiri agak jauh dari keramaian, ia melakukan pemanasan sederhana seorang diri, lalu Vallery beserta Tsuyo ikut bergabung.

Setelah pembukaan, mereka beranjak menuju lapangan ke dua, tempat pertandingan untuk kelas dua diadakan, acara pembukaan baru saja di bubarkan dan lapangan itu sudah ramai, Yui dan Vallery bergabung dengan kelas X, sedangkan Tsuyo malas-malasan bergabung dengan kelasnya sendiri.

“Eh, tim putri sudah mulai bersiap-siap?” tanya Zhu Yui, salah satu teman sekelasnya mengangguk dengan semangat. “Semangat Yuiyui! Kau pasti bisa karena tubuhmu yang tidak begitu besar itu, aku percaya larimu akan sangat cepat!” Zhu Yui memukul yang bersangkutan agak keras, merasa ia sedang tidak memujinya. Sesaat kemudian Xian Mika muncul dan meyuruhnya untuk mendaftar segera menuju meja registrasi.

Di sana, Zhu Yui kembali bertemu dengan Hinode Tsuyo, “Kau tidak bilang jika kau akan melawanku!”

“Kau tidak bertanya.”

“Tetapi sayang sekali, aku tidak bertanding di tim putri.” mereka berdua tertawa. Terkadang Hinode Tsuyo bisa menjadi begitu lucu, ia suka selera humor pria ini, meskipun tidak di akui, nyatanya banyak anak-anak lain yang senang berteman dengannya.

“Kau akan berlari di nomor apa saja?”

“Hari ini aku akan bertanding untuk 100 meter, rabu aku bertanding di estafet, jumat di maraton. Ah, akhir pekan aku hanya akan berbaring selama dua hari.” Tsuyo melongo, alisnya berkerut, “Xian Mika sangat kejam padamu, huh?” Zhu Yui pura-pura mendesah, “Dia benar-benar kejam padaku.”

“Tetapi aku rasa dia seharusnya juga memaksamu untuk bertanding di 4x100 meter, atau 1.500 meter dan renang.” pukulan indah mendarat pada pria yang lebih tinggi. 

“Hei, tetapi setidaknya akhir pekanmu masih bisa tidur selama dua hari, si botak Lui memberi kami tugas sejak hari pertama, tidak tanggung-tanggung, 150 soal matematika, 150 soal bahasa inggris, 150 soal kimia, 150 soal sastra, 150 soal fisika. Dia bahkan bukan guru matematika, fisika, kimia, bahasa, sastra atau kimia, tetapi dia memberi kami tugas luar biasa! aku yakin dia merasa terancam karena kelas kami berada di bawah kelas Y sebelumnya. Dia bahkan tidak menerima pengecualian untuk murid atletik, dia hanya mangatakan, “Hanya karena kalian di sini mempekerjakan otot kalian, bukan berarti otak kalian tidak bergerak!' Ini gila, aku masih harus berlatih setiap malam seminggu ini,”

Mau tidak mau, Zhu Yui turut prihatin. Ketika dirinya menghabiskan minggu-minggu pekan olah raga dengan bermalasan di malam hari, para siswa atlet masih harus terus berlatih untuk klub mereka, ia ingin bersimpati, hanya saja setelah melihat Tsuyo yang memberinya tatapan memelas yang terlihat menjijikan, Yui menyipitkan matanya. Ia sudah tau apa yang diinginkan pria itu. “Zhu Yui… aku tidak bisa minta bantuan Vallery karena langsung menolak dan beralasan kalau dia juga lelah karena juga latihan. Zhu Yui… seminggu ini, dewi Oliv tidak menyiksa kalian, bukan? Zhu Yui..”

Hinode Tsuyo berbicara dengan suara yang di paksa terdengar manis, ia membulatkan matanya seperti anak anjing tetapi gagal. Ia tidak ingin membuat tontonan, Tsuyo bisa menjadi sangat tidak tahu malu jika ia mau, dengan nada suara yang sangat rendah, ia membalas, “Hmmm..”

“Zhu Yui kau adalah malaikat kedua setelah guru Olivia. Kau seperti air yang menjadi penyejuk-” Zhu Yui menutup mulut temannya, “sudah, hentikan!"

“Jika kalian sudah selsesai, cepat minggir, bertemu kalian anak-anak kelas bawah bisa membuatku tertimpa kesialan.” Blue Evander si ketua kelas B muncul dengan wajah songong dan hidung yang di tinggi-tinggikan, mereka berdua memandanginya dengan serius.

Ia dan Tsuyo tidak ingin bertengkar di keramaian, jadi mereka berdua mengabaikan yang bersangkutan seolah ia tidak pernah ada. Blue Evander lama kelamaan malah sperti seseorang yang haus dengan perhatian, mereka tidak lagi tertarik dengannya.

Zhu Yui berpisah dengan Hinode Tsuyo menuju kelas masing-masing. Di lehernya, kamera masih tergantung manis, tidak lupa wanita itu mengambil beberapa gambar selama pertandingan. Pertandingan yang sedang berlangsung adalah pertandingan tim putra, dengan cekatan ia mengambil beberapa foto murid-murid terkenal, seperti murid kelas G yang merupakan atlet lari dengan masa depan yang sudah secerah matahari hari itu, hingga potret para siswa tampan yang bermalas-malasan di bawah pohon tanpa peduli dengan pertandingan.

Tanpa sengaja, lensa kameranya menangkap bayangan pemuda di antara peserta lomba. Seorang pria yang menjulang diantara siswa lainnya. Tangannya bergerak mengacak rambutnya yang dibiarkan berantakan, ia juga melakukan beberapa gerakan pemanasan sederhana sebelum perlombaan di mulai. Tubuh yang tinggi, hidung tinggi kulit bersih, mata jernih dan terang, tidak heran jika dia menjadi idola sekolah. 

Zhu Yui baru saja mengetahui jika idola sekolah mereka adalah siswa kelas A bernama Avery Aiden. Orang-orang menjulukinya sebagai pria kelas ‘AA’. Selain karena berada di kelas A, dia juga mempunyai nama berinisial AA, tidak banyak keluarga di negara ini yang memiliki nama keluarga berawalan huruf A yang hanya digunakan oleh keluarga kerajaan. Sedangkan nama berhuruf A menunjukkan bahwa ia adalah keturunan langsung raja. Jika sekarang masih zaman kerajaan, Avery Aiden adalah putra mahkota yang suatu hari nanti akan menjadi seorang raja.

Singkatnya keluarga Avery adalah ‘golongan A’ yang berada di atas puncak sosial. Dirinya sendiri adalah pria 'kelas A' yang menghasilkan dia keluar sebagai pria kelas AA.

Yui tersentak saat panitia membunyikan peluit pertanda perlombaan di mulai. Kaki-kaki yang telah bersiap bergerak cepat, kiri-kanan silih berganti melintasi arena. Sorakan tidak terbendung setiap perwakilan kelas saling kejar mengejar seperti peserta. Kamera sudah di depan mata, Zhu Yui tidak berhenti mengambil gambar peserta yang berlari. Satu, dua, tiga. Sorakan kelas A pecah saat Avery Aiden berhasil mengalahkan si kaki kilat kelas G. Zhu Yui memperhatikan gambar yang baru saja ia ambil, benar-benar kemenangan yang sangat tipis. Avery Aiden hanya seperkian detik lebih cepat dari si kaki kilat. 

Memilih poto, poto kemenangan tadi sangat bagus, sangat sangat bagus, ia bisa menggunakannya untuk webside sekolah nanti.

“Zhu Yui! Setelah ini giliranmu!” ketua kelas berteriak di kerumunan. Ia segera bersiap-siap, memastikan sepatunya sudah terikat dengan sempurna. Zhu Yui memberikan kameranya kepada ketua kelas, “pastikan kau mengabadikan kemenanganku, Mika!”

“Ok. Ok. Sekarang cepat berbaris! Setidaknya kau harus mengalahkan kelas B!” dari semua siswa kelas atas, anak-anak kelas B memang lebih menyebalkan dari anak-anak kelas A. Siswa kelas A terkesan lebih elegan, meskipun mereka membenci kelas bawah, mereka tidak akan memperlihatkannya dengan jelas, berbeda dengan kelas B yang begitu frontal menunjukkan kebencian mereka.

Zhu Yui meregangkan otot-otot bahunya, menggoyang-goyangkan kakinya serta menarik nafas dalam sebelum perlombaan di mulai. Tepat setelah peluit berbunyi, ia melesat secepat angin, melewati peserta lainnya begitu saja.

Zhu Yui menang begitu mudah. Jarak dirinya dengan tempat kedua cukup jauh, dan itu adalah perwakilan dari kelas B. Seorang wanita yang kelakuannya tidak jauh berbeda dengan Evander, ah mereka semua memang seperti itu. Teman-teman sekelasnya datang memberi pelukan sambil berteriak senang, dari sudut matanya, Zhu Yui menyaksikan tatapan tajam tidak senang dari perwakilan kelas B, Clear Daisy. Versi wanita dari Blue Evander.

Zhu Yui tidak peduli. Sejak tahun pertama mereka berdua sering terjebak dalam lomba atau event yang sama di setiap pertandingan, Yui selalu lebih unggul dari Daisy. Ia paham bagaimana kebencian wanita itu padanya. Seseorang dengan harga diri tinggi serta berasal dari keluarga yang memandang rendah lower class sepertinya tidak akan merasa senang walau hanya dengan satu kekalahan. 

Mika menyodorkan kamera padanya, “lihat, aku mengambil potomu dengan bagus. Ayo kita masukkan ini nanti di website sekolah!”

“Tentu saja, aku harus menjadi Highlight pertandingan hari ini.”

“Sepertinya tidak bisa! Avery Aiden jauh lebih bersinar darimu. Orang-orang juga akan lebih menyukai potonya terpampang besar di webside sekolah dari pada dirimu.

Setelah ini ia harus mengambil medali dan sertifikatnya. Sebelum itu, ia duduk di antara teman-teman kelasnya sambil mengibasi rambutnya yang basah oleh keringat. Vallery datang membawakan minuman. Yui meneguk habis seperti orang kehausan, rambutnya yang di ikat ekor kuda bergerak-gerak bersamaan dengan gerakannya yang mengipas-ngipasi wajah. “Avery Aiden ini, kenapa aku tidak pernah melihatnya saat kelas satu?”

“Jangan tanyakan itu padaku, kau bisa bertanya kepada dirimu sendiri. Bukan hanya para gadis, para pria di kelas kita bahkan tidak pernah berhenti membicarakan Aiden. Dia selalu menjadi berita utama di setiap kelas. Aku dan Vallery juga sering membicarakannya, jika kau tidak tahu berati itu masalahmu sendiri.” bibir Yui mengerucut dan maju beberapa senti ke depan. Ia hanya tidak suka mendengar gosip yang berhubungan dengan anak-anak dari kelas atas. Setiap teman-temannya membicarakan mereka, ia akan menghindar atau menulikan telinganya.

Pada pertandingan estafet di hari rabu, mereka tidak berhasil meraih peringkat pertama dan hanya menempati tempat ke tiga. Akhirnya datanglah hari jumat sebagai hari terakhir pekan olahraga yang ditutup dengan lomba lari marathon. Mereka harus mengelilingi sekolah yang begitu luas, Yui tidak pernah mau tahu berapa jarak yang harus ia lalui untuk lomba kali ini, dia hanya akan menikmati sambil mencoba yang terbaik. 

Untuk lari marathon, mereka menggabungkan siswa putri dan putra dari kelas satu hingga kelas tiga, mereka akan mengambil tiga pemenang dari siswa putra dan tiga pemenang dari putri. Tahun lalu perwakilan kelas mereka adalah Mika yang berhasil menjadi juara ke dua, tetapi sang ketua kelaa mengalami kecelakaan ketika liburan musim panas kemarin dan tidak bisa mengikuti lomba apapun untuk tahun ini.

Mengingat betapa panjangnya perjalanan kali ini, Yui sudah menyiapkan dirinya dengan banyak persiapan. Rencananya adalah dia akan bersantai di awal, tidak terlalu memaksakan dirinya lalu saat hampir mencapai finish, ia akan mengeluarkan semua kekuatan yang ia punya.

Semua peserta sudah berkumpul di garis start, tepat setelah guru olahraga mereka yang memiliki tubuh atletis meniup terompet, Yui bersama peserta lain bergerak dari posisi awal. Hampir sebagian besar dari mereka memilih berlari santai di track track pertama. Yui bertemu dengan perwakilan dari kelas Z, mereka malah bersantai sambil bercerita di sepanjang lintasan.

Mendekati setengah perjalanan, mulai banyak peserta yang mengistirahatkan diri di bawah pohon atau di bangku-bangku taman sekolah. Udara sejuk musim semi tidak mampu meredam rasa panas beserta lelah para peserta, ia berhenti sebentar untuk meminum minumannya. Perjalanan masih panjang, Yui tidak bisa terlalu memaksakan dirinya, tidak lucu jika tiba-tiba ia pingsan dan menjadi bahan godaan satu kelas hingga lulus.

Yui kembali menggerakkan kakinya. Jalur yang ia lewati mulai memasuki arena hutan yang berada di belakang sekolah. WISH dibangun di atas bukit kecil hingga masih banyak tempat yang sangat asri untuk dinikmati. Jalan yang ia lalui tidak lagi jalan aspal besar di kiri kanan bangunan-bangunan WISH, namun jalan kecil yang hanya muat untuk dua orang, kiri kanan hanyalah pepohonan rindang berdaun lebat, untungnya cahaya matahari masih senantiasi menembus dedaunan. Jalur yang mereka lalui juga sedikit terjal, banyak peserta yang melambat, ada yang malah memejamkan matanya di bawah pohon, semoga tidak ada ulat yang jatuh dan masuk ke dalam pakaian siswa itu.

Di tikungan, seseorang menyenggol bahunya keras, ia terkejut mendapati rasa sakit yang luar biasa dari bahunya. Apa itu?

Yui menoleh, matanya bertemu dengan mata Daisy yang memutar bola matanya ketika melihat padanya.

‘What the f…’

“Eh, aku kira kau bukan manusia!” Daisy tertawa, ia bersama perwakilan kelas C dan D yang juga ikut tertawa.

“Enyahlah!” ujar Yui malas. Ia melewati mereka bertiga seraya balas membenturkan bahunya pada Daisy. Apa wanita itu pikir ia takut? Hanya karena kau lahir sedikit lebih beruntung bukan berarti kau bisa seenaknya! Itu berarti kau adalah orang lemah yang tidak akan sanggup menjalani hidup seperti dirinya dan teman-temannya.

Daisy yang tidak terima dengan respon dan ucapan Yui menjadi kesal, kekesalannya karena kekalahan pada lomba sebelumnya telah bertumpuk. Bukan, semua kekesalannya kepada Yui sudah mencapai puncaknya. Bukan hanya perlombaan lari saja, tetapi ia tidak terima dengan orang yang dia anggap lebih rendah bersikap lebih tinggi dan mengalahkannya dalam banyak hal.

Tubuh Daisy yang tinggi dan kuat mendorong Yui tanpa berpikir, Yui tersungkur ke jalan berbatu yang kasar. Karena dorongan yang sangat keras itu, siku dan telapak tangannya terluka, belum lagi bahunya yang di senggol keras oleh Daisy menyebabkan erangan sakit dari Yui.

“Membiarkan sampah sepertimu berada di sini saja sudah salah! Entah kenapa WISH membiarkan orang-orang rendahan berada di lingkungan dan menghirup udara yang sama denganku! Kalian seharusnya menghirup tempat sampah atau perkampungan kumuh tempat tinggal kalian!”

Daisy menginjak tangan Yui, Yui meringis. Ia sendiri tidak begitu peduli dengan rasa sakit di punggung, telapak tangan ataupun luka di sikunya. Yui mengangkat kepalanya, menatap Daisy dalam dan panjang, semua amarahnya ia kumpulkan di pandangan matanya. “Kau melototiku?!” Daisy menginjak tangannya lebih keras. Yui berusaha bangkit tetapi rasa sakit itu kini malah semakin buruk.

“Daisy, ayo pergi sebelum seseorang datang!” sejak awal Daisy menyerangnya, belum ada seorangpun yang melewati atau berpapasan dengan mereka. Betapa beruntungnya penyihir ini.

Sebelum pergi, Daisy mengambil botol minumnya dan menyiramkannya kepada Yui. Lalu sesuatu yang putih dan ringan menghujani Yui. “Hahaha, kau sudah merencakan ini!”

“Tentu saja! Ayo pergi!”

Dua langkah Daisy menjauh, Yui berteriak, “kau... aku belum selesai denganmu, bitch!” Yui menegakkan posisinya menjadi duduk, ia memiliki harga diri yang tinggi. Persetan dengan hukuman, dia akan menarik semua rambut yang ada di kepala si jalang ini sebelum dia pergi!

“Kau memanggilku apa?!”

“Jangan ladeni dia. Kita harus segera pergi dari sini!” wanita berambut pendek sebahu menahan Daisy, menarik wanita itu untuk segera pergi dari sana.

Mau tidak mau Daisy harus di bawa paksa pergi oleh dua temnnya.

Menyaksikan mereka bertiga sudah tidak lagi terlihat, Yui mendesah lelah. Wanita sialan, apa dia badak? Apa tulangnya patah? Terkilir? Ia melihat telapak tangannya yang kotor dan berdarah, belum lagi tepung yang sudah bercampur dengan air, ia pasti terlihat seperti badut menyedihkan sekarang.

Yui tidak menangis, yang ada dia malah kesal. Dia tidak boleh menangis karena itu adalah apa yang dilakukan oleh ornag-orang lemah, dan dia bukanlah orang lemah!

Dengan susah payah, Yui mencoba berdiri. Siapa yang menyangka kakinya juga terluka, bukan hanya siku, beserta telapak tangannya yang sakit, kakinya juga! Bagaimana mungkin? Jangan bilang jika saat badak air itu mendorongnya, kakinya malah terkilir!

Zhu Yui berusaha agar tidak berteriak. Ia hanya berharap seseorang akan lewat dan membantunya, tetapi ini sudah lima menit, masih belum ada yang datang. Sial.

Lagi, Yui berusaha berdiri sambil tertatih, ia mengangkat kaki kanannya yang mati rasa. Sambil menggigit bibirnya, Yui menguatkan hatinya tidak akan menangis.

Pijakannya oleng, ia akan jatuh lagi sambil bersiap merasakan rasa sakit ketika seseorang menahan tangannya dan memegangi tubuhnya.

Aroma segar menenangkan tercium, genggaman kuat nan hangat memeganginya agar tidak terjatuh, Yui mendongak untuk melihat siapa malaikatnya untuk hari itu. Wajah bersih dan putih, hidung tinggi sempurna, bulu mata yang lentik dan bola mata coklat berkilau di bawah cahaya matahari. Pria kelas AA, Avery Aiden balas memandangnya khawatir.

“Apa kau baik-baik saja?” Yui tidak menjawab. Antara terlalu terpesona dengan wajah tampan yang jarang ia temui dari jarak sedekat ini atau karena tubuhnya yang tidak berhenti berdenyut nyeri.

Karena tidak mendapat respon apapun dari Yui, Aiden mengambil kesimpulan jika Yui benar-benar tidak baik-baik saja. Ia melihat sekujur tubuh Yui yang berwarna putih. Rambut dan pakaiannya basah meskipun cuaca sedang cerah, jangan lupakan luka di tangannya yang kotor.

Ia berdecak, tanpa dijelaskanpun ia tahu apa yang sedang terjadi.

Aiden melepaskan jaket seragam olahraga berwarna navy blue yang ia kenakan dan menyampirkannya di bahu Yui, aroma segar itu kini menyelimutinya. Jaket yang kebesaran membungkasnya.

“Apa kau bisa berjalan?”

“Bi-bisa.” Yui merutuki dirinya sendiri karena tiba-tiba gugup. Masa bodoh jika dia sangat tampan, dia adalah anak kelas A!

Dengan usahanya, Yui mencoba berjalan sambil tertatih. “Biar aku bantu, kau harus segera mengobati lukamu, jika tidak itu akan infeksi.” ujar Aiden. Yui setuju dengan itu. Kemudian pemuda itu melanjutkan, “maaf sebelumnya,” lalu tiba-tiba kakinya sudah tidak lagi menopang beban tubuhnya. “Maafkan aku, tetapi kau harus segera mendapat perawatan.”

Kaki Aiden yang panjang melewati jalan yang sunyi. Mereka tidak lagi berbicara satu sama lain.

Yui hanya berusaha agar posisinya tidak menyulitkan Aiden. Di sana ia berpikir, jika ia bertemu orang lain, apa mereka akan membantunya? Jangankan orang-orang kelas atas, orang yang hanya berada di golongan menengahpun menganggap para golongan bawah seperti sampah. Jika saat itu Aiden tidak melewatinya, dia hanya bisa menunggu hingga teman-tema sekelasnya datang.

Yui tiba-tiba merasakan sudut matanya perih, sebuah perasaan membuncah di hatinya, menuju kerongkongan hingga memaksa air matanya keluar. Mengasihani dirinya yang tidak berdaya karena setiap perlakuan yang ia terima. Yui memaksa dirinya untuk tidak menangis, akan tetapi kehangatan yang ia rasakan dari Aiden memaksa air matanya keluar.

Avery Aiden bukan hanya tampan, tetapi juga hangat.

Aiden membawanya ke ruang kesehatan dan menjelaskan apa yang terjadi kepada guru yang bertugas hari itu. Saat ia akan berganti pakaian, ia ingat jika ponselnya sedang tidak ada padanya, Aiden menawarkan diri untuk mencari teman-temannya untuknya.

Mika dan Vallery datang dengan wajah cemas. Mereka membantunya mengambil pakaiannya di loker dan menemaninya hingga dokter sekolah selesai mengobati lukanya.

“Punggungmu cidera ringan, apa kau yakin tidak di tabrak benda keras? Kakimu terkilir jadi berhati-hati saat berjalan.” Yui beserta kedua temannya mengagguk. “Dan Zhu Yui, kejadian ini tidak bisa didiamkan, aku ingin kau memberikan nama padaku. Siapa orang yang melakukan ini kepadamu?”

Yui ragu di awal, tetapi sebagai korban ia tidak bisa hanya menerima perlakuan Daisy padanya, secara keseluruhan apa yang Daisy  lakukan sudah merugikan dirinya. “Clear Daisy.” jawabnya sambil mendesah.

Guru itu menggangguk.

Mika dan Vallery membantunya meninggalkan ruang kesehatan. “Aku terkejut tiba-tiba Avery Aiden berkata jika kau membutuhkanku! Dia hanya mengatakan kau terluka dan membutuhkan pakaian ganti. Aku terkejut! Apa kebaikan yang telah aku lakukan hingga Aiden bicara padaku?!”

Ah benar, dia tidak sempat mengucapkan terima kasih dan jaket navy yang masih membungkus tubuhnya menghasilkan tatapan tanya dari siswa siswi yang berada di lantai paling bawah gedung kelas dua.

Kelas satu, dua dan tiga berada di gedung berbeda. Kelas A, B, C dan D berada di lantai lima, kelas F, G, H, I berada di lantai tiga dan kelas X, Y, Z berada di lantai dasar. Pakaian merekapun berbeda. Kelas atas memiliki pakaian berwarna biru navy, kelas menengah adalah biru biasa sedangkan kelas bawah berwarna baby blue.

Benar saja, ketika ia memasuki kelas, semua orang melihat kepadanya. “Yui. Kau tidak apa?!”

“Kau harus duduk!”

Di sebelahnya, Vallery berbisik, “Avery Aiden tidak memenangkan lomba karena menolongmu.” godanya. Kening Yui berkerut.

“Jalang mana yang melukaimu?”

“Apa kau sudah melaporkannya?”

”Kami akan membalaskan dendam mu padanya.”

Semua perkataan teman-temannya mengabur di dalam otaknya. Otaknya malah memutar kembali setiap momen antara dirinya bersama Aiden. Bukankah dia anak kelas A? Pria kelas AA yang seharusnya memiliki harga diri yang lebih tinggi dari Evander si sombong.

Aroma segar itu masih menyelimuti tubuhnya. Yui merapatkan jaket olah raga navy yang masih belum ia lepaskan. Seharunya ia segera mengembalikannya kepada Aiden.

Jantungnya berdebar ketika mengingat Aiden, mengingat suara beratnya yang lembut bertanya dengan ketulusan di dalamnya. Tubuhnya menjadi hangat, secara tiba-tiba ia mengangkat kepalanya, ia menatap teman-temannya satu persatu,

“Kau baik-baik saja?”

“Kepalanya tidak terbentur, kan?”

“Err… ini, baju olah raga siapa yang kau pakai?”

Bisik murid kelas X satu persatu.

“Aku rasa aku jatuh cinta.” bisik Yui..

“Hah?”

“Apa?”

”Apa telingaku bermasalah?”

“Aku benar-benar jatuh cinta kepada Avery Aiden.”

“HAH?!”

”Dan aku berniat untuk mengejarnya!”

“HAH?!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status