Cerewet
Ini entah kebetulan atau memang sudah hukum alam. Apakah orang jatuh cinta memang selalu begini? Sejak menaruh hati padamu aku lebih sering cerewet.
Aku menjadi orang yang tidak bisa diam. Aku tidak bisa diam menutupi hatiku, bahwa kamu memang selalu mengusik dalam kepalaku. Bahwa kamu selalu saja menggetarkan sebentuk daging di dadaku.
Orang-orang menyebut getar itu adalah rindu. Namun, aku tidak tahu apa nama pastinya. Yang aku tahu, saat jauh begini, rasanya lumayan menyiksa. Aku bahkan lebih cerewet dari biasanya. Di jejaring sosial miliku, misalnya.
Semuanya kutulis tentangmu. Tentang hatiku yang selalu saja menginginkan kamu. Jika saja bisa, aku ingin menjadi Jin. Yang bisa dengan memejamkan mata, seketika berada di sampingmu.
Ah, pasti akan bahagia. Dan aku tahu, salah satu cara untuk menghilangkan sikapku yang kini lebih cerewet adalah dengan menatap matamu.
Saat berada
Saat Serius MencintaiSeseorangSaat serius mencintai seseorang sesungguhnya kau akan mempertaruhkan satu hal. Berubah dari apa adanya kamu atau melepaskannya.Karena yang sebenarnya cinta akan selalu menuntutmu untuk berubah. Saat kau jatuh cinta pada seseorang. Secara tidak langsung kau harus mengubah diri sesuai yang ia inginkan.Kau tidak bisa bersikeras dengan sikapmu yang apa adanya itu, padahal dia tidak suka.Jika kau bertanya: bukankah cinta tidak akan mengubahmu untuk menjadi orang lain? Benar.Cinta tidak mengubahmu menjadi orang lain. Namun, kamu yang harus mengubah diri sesuai dengan yang diharapkan pasanganmu.Tanpa perlu ia memintamu untuk berubah. Percaya atau tidak. Tidak ada cinta yang benar-benar bisa menerima kebiasaanmu seratus persen.Selalu ada beberapa persen yang harus kau ubah, atau tanpa sengaja telah membuatmu berubah untuknya.Jatuh cinta adalah perihal bertaruh me
Besar kemungkinan setiap orang pernah berada pada fase ini. Dilema antara tetap memendam perasaan atau menyatakan. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang memilih memendam. Seperti aku misalnya, aku takut perasaanku tidak berbalas. Meski aku tahu, kemungkinan terburuk dari mencintai hanyalah tidak dicintai kembali. Dan, itu sesungguhnya tidak teramat buruk. Bahkan ada yang lebih buruk dari itu, saat aku tidak berani menyatakan perasaan. Aku akan dihantui pertanyaan seumur hidup: apa kau pernah mencintai aku juga? Banyak orang akhirnya menyesal. Seperti yang diceritakan di film-film, dan buku-buku. Perasaan yang terlambat dinyatakan. Padahal sebenarnya kau juga punya perasaan yang sama. Hanya saja, kau juga tidak punya keberanian untuk menyatakan. Dan, saat salah satu dari kau dan aku memberanikan diri menyatakan, saat itu salah satu dari kita suda
Perasaan yang tumbuh di dada. Bukanlah perasaany ang salah. Setiap orang berhak dijatuhi cinta. Dan, dari teori mana pun yang kau pelajari, cinta tak pernah salah. Perasaan adalah perasaan. Meski saat jatuh dan membuatp atah, cinta terlihat kejam dan menyakitkan. Namun,harus diingat-ingat lagi, setiap hal yang jatuh selalu punya masa baik. Semisal, buah yang jatuh, jika tak cepat diambil dan dimakan, akan menjadi buah yang busuk. Atau mungkin akan diambil orang lain. Begitulah perasaan. Saat dia memilih jatuh di hatimu. Kau hanya punya pilihan. Mengambilnya dan menyatakan. Atau, membiarkan waktu membuatnya hilang atau mungkin diambil orang lain. Sebab itu, aku tidak ingin terlambat. Aku memilih mengambilnya, memilih menyatakan perasaan kepadamu. Ah, kupikir soal perasaan bukan perihal jenis kelamin perempuan atau laki-laki. Per
Aku tahu aku yang jatuh cinta. Bukan dirimu. Aku paham aku yang memiliki perasaan terlebih dulu kepadamu. Aku yang diam-diam memerhatikanmu. Yang tanpa pernah kau sadari (atau mungkin kau sadar tetapi pura-pura tidak sadar) aku sering mencari perhatianmu. Aku hanya ingin melakukan sesuatu agar kau melirik aku. Hanya ingin kau tahu ada orang yang dengan sepenuh hati sedang ingin kau tatap. Meski sejujurnya, dengan beradasedang ingin kau tatap. Meski sejujurnya, dengan berada di sampingmu tanpa kau tahu perasaanku pun sudah bahagia. Aku hanya ingin menumpangkan rindu di dadamu. Bukan untuk memaksamu memilikinya. Aku hanya ingin menumpang harap di pelukmu. Bukan untuk memaksamu mewujudkannya. Aku hanya ingin mencintaimu, tanpa pernah memaksamu untuk kembali membalas cinta. Aku hanya ingin melakukan hal-hal yang tak membuat hatiku menyesal nanti bila aku tak melakukannya. Kelak, jika
Kalau diibaratkan warna. Ini mungkin warna merah jambu muda. Lembut, lucu, dan bikin bahagia. Begitulah perasaan saat menikmati obrolan denganmu. Meski hanya melalui chatting. Namun sungguh, aku bahagia. Aku menikmati pembicaraan yang sejujurnya terkesan kaku. Bagaimana tidak, aku harus menenangkan diri untuk membalas chatmu. Sumpah, ini bikin deg-degan. Kalau kau pernah menanti momen pengumuman juara di sebuah lomba. Barangkali ini lebih deg-degan dari itu. Aku bahkan menulis beberapa pesan, lalu menghapusnya, berulang-ulang sebelum akhirnya kukirimkan kepadamu. Momen chatting denganmu sudah lama kunantikan. Berkali-kali aku online di media sosial. Selalu saja aku melihat akun media sosialmu. Namun, ternyata untuk sekadar mengirimimu salam atau halo saja aku tidak berani. Ah, apa setiap hal yang diikutsertakan hati memang begini? Aku bahkan
Berlama-lama Mungkin, ini yang namanya nyaman. Berlama-lama denganmu. Tak melakukan apa-apa. Selain saling diam menatap pantai. Atau tiduran menatap langit di taman belakang kampus. Melihat bintang-bintang berlarian. Menikmati momen diam yang lama. Kita tidak perlu apa-apa lagi untuk merasakan bahagia. Berjam-jam tanpa suara, masih bisa membuat kita ingin berdua. Aku senang menatapmu, yang tiba-tiba menatapku lama. Di matamu, aku selalu merasa lebih baik. Aku tak pernah merasa sendiri. Aku selalu punya teman, bahkan saat aku sudah pulang. Di kepalaku kau kuajak ke mana-mana. Mendatangi tempat-tempat tak terduga. Itulah alasan, kenapa aku selalu ingin bertemu denganmu. Aku suka mengusap keningmu. Menggodamu,"Ih, jerawatan". Atau sekadar membelai rambutmu, "Ih, kamu ketombean, ya?" Kamu cemb
Malam ini hujan turun dengan angkuhnya. Sedari pukul lima sore. Padahal, kita sudah membuat janji untuk menikmati malam Minggu berdua. Bahkan, untuk menentukan ke mana kita malam ini, kau dan aku sempat berdebat. Kau ingin ke toko buku. Sedangkan, aku ingin mengajakmu datang ke acara malam puisi (aku sebenarnya telah menyiapkan puisi untuk kubacakan di depan semua orang "untuk kamu"). Namun akhirnya, kita sepakat: setelah ke toko buku, barulah kita datang ke acara malam puisi. Katamu, ke toko bukunya hanya sebentar, kau hanya ingin membeli buku baru penulis idolamu. Kau tahu? Jauh sebelum malam ini, dua minggu yang lalu. Aku sudah menyiapkan semuanya untukmu. Juga, sebenarnya acara malam puisi ini adalah salah satu hal yang aku tunggu. Dan, semuanya seperti kebetulan, malam ini kau ulang tahun. Aku pun berpikir, sebuah puisi untuk menikmati malam berdua denganmu adalah cara
Hat Ini Tak Terpikirkan Sebelumnya Aku tidak pernah berpikir akan menjadi kekasihnya. Tidak pernah juga berharap akan menjadi seseorang yang menemaninya makan sebagai sepasang kekasih. Aku dan dia hanya berteman, sebelumnya. Sebelum akhirnya kami saling menyadari. Ada hal yang mengikat kami. Perasaan yang tumbuh melalui proses panjang. Perasaan yang berawal dari perkenalan biasa. Kemudian kami memilih berteman. Hingga akhirnya kami sepakat menyebutnya dengan sahabat. Setelah sekian lama. Tanpa kami sadari. Hari ini aku dan dia sudah menjadi begini saja. Tiba-tiba saja aku cemburu saat ada orang lain menginginkannya. Tiba-tiba saja aku merasa risih saat ada teman lain yang lebih mesra dengannya. Entah sejak kapan. Yang aku tahu, perasaan itu mulai mendatangiku setiap kali ia membagi senyum kepada orang lain. Jika