Share

Bab 4 chatting

Kalau diibaratkan warna.

Ini mungkin warna merah jambu muda.

Lembut, lucu, dan bikin bahagia.

Begitulah perasaan saat menikmati obrolan denganmu.

Meski hanya melalui chatting.

Namun sungguh, aku bahagia.

Aku menikmati pembicaraan yang sejujurnya terkesan kaku.

Bagaimana tidak, aku harus menenangkan diri untuk membalas chatmu.

Sumpah, ini bikin deg-degan.

Kalau kau pernah menanti momen pengumuman juara di sebuah lomba.

Barangkali ini lebih deg-degan dari itu.

Aku bahkan menulis beberapa pesan, lalu menghapusnya, berulang-ulang sebelum akhirnya kukirimkan kepadamu.

Momen chatting denganmu sudah lama kunantikan.

Berkali-kali aku online di media sosial.

Selalu saja aku melihat akun media sosialmu.

Namun, ternyata untuk sekadar mengirimimu salam atau halo saja aku tidak berani.

Ah, apa setiap hal yang diikutsertakan hati memang begini? Aku bahkan lebih grogi daripada saat bertemu denganmu.

Bingung harus mulai dari mana.

Padahal kalau chat dengan teman lainnya, aku malah biasa saja.

Santai sekali malahan.

Apakah jatuh hati selalu membuat orang-orang seperti ini? Takut melakukan kesalahan.

Menulis chat untukmu membuatku harus berpikir lebih.

Mencari kalimat yang kupikir tepat.

Padahal kalau dipikir lagi, sebenarnya tidak ada yang perlu ditakutkan.

Namun, ya mau bagaimana lagi.

Proses jatuh hati memang agak sulit dimengerti.

Orang yang tadinya cerewet bisa saja tiba-tiba menjadi pendiam.

Orang yang tadinya suka chat panjang-panjang bisa kehilangan kalimat yang ingin dituliskan.

Apa semua orang merasakan hal seperti ini?

Atau hanya aku yang terlalu membawa hati? Yang pasti

bagaimanapun deg-degan chatting denganmu, tetap saja ini adalah hal yang menyenangkan.

Namun, selalu ada hal yang kadang bikin nyesek.

Saat aku sudah mulai nyaman menulis kalimat demi kalimat.

Mulai mengalirkan kata-kata kepadamu.

Tidak begitu deg-degan lagi.

Meski tetap saja takut melakukan kesalahan.

Kau malah teringat dengan pekerjaanmu.

Dan, satu hal yang aku paham betul.

Sebahagia apa pun aku menikmati momen chatting denganmu.

Pekerjaanmu tetaplah hal yang nomor satu.

Ya, meski itu cukup bikin nyesek.

Setidaknya aku senang, akhirnya bisa chatting denganmu.

Dan, ini saatnya kembali mengumpulkan keberanian.

Sampai tiba momen chatting berikutnya denganmu.

Hingga nanti aku punya keberanian untuk menatap

matamu secara langsung.

Jatuh hati mengajarkan aku

bagaimana memberanikan diri.

Juga bagaimana menjadi sabar saat kau tinggalkan sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status