เข้าสู่ระบบTamparan keras melayang pada pipi kanan Gina. Ini adalah kali kedua dia mendapatkan perlakuan KDRT itu dari sang suami.
Gina hanya bisa menunduk sambil menangis pelan. Dia merasakan sensasi perih pada pipinya. Hatinya juga bergemuruh sakit karena Nick. Menjadi seorang istri yang disayangi dan dijaga oleh suami adalah impian semua orang, tetapi mengapa Gina tak mendapatkan hal itu. "Kau lupa bahwa kau sudah bersuami, Gina Sarvana?!" tanya Nick marah. Pria itu menggertakkan giginya dengan kuat. "Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba menamparku?" tanya Gina bingung. Nick menatap istrinya dengan tajam. "Jangan berpura-pura bodoh, Gina. Kau harus tahu statusmu. Kau istri dari seorang Nick Arselio. Kau harus jaga sikap, Gina!" jelas Nick yang masih menderu karena amarah. Gina menatap Nick dengan iba sekaligus bingung. Dia bingung karena tiba-tiba Nick langsung menamparnya saat mereka baru sampai di apartemen mereka. Dia merasa iba karena kalimat Nick yang seakan-akan mengartikan bahwa pria itu baik pada istrinya, tetapi ternyata tidak sama sekali. "Aku kenapa, Nick? Jangan menyakiti ku. Ini sakit..." lirih Gina. Nick menatap Gina nyalang. "Ada hubungan apa kamu dengan kolega bisnisku, Daniel?" tanya Nick dingin. Matanya memandang sang istri dengan serius. ". . ." Gina terdiam beberapa saat. "Ja—jadi Daniel kolega bisnismu?" tanya Gina gugup sekaligus kaget. Nick tersenyum meremehkan. "Kau kaget? Lagipula tahu apa kamu tentang pekerjaanku? Kau menjadi sekretarisku karena Ayahku," remeh Nick. "Sudah kutebak, kau memang tak bisa diandalkan, Gina Sarvana!" tegas Nick. "Memang kau lebih buruk daripada Liora. Liora sangat bisa diandalkan, tak seperti dirimu, Gina," lanjut Nick. "Jangan membeda-bedakan aku dengan Liora. Aku dan dia beda, Nick!" bela Gina. Nick tertawa sinis. "Jadi, siapa Daniel?" ulang Nick dingin. Gina dan Nick saling memandang satu sama lain. Mata Nick memperlihatkan sorot pandangan yang menakutkan. Tampak begitu tenang, tetapi juga terlihat ada amarah di dalam sana. "I—itu bukan urusanmu!" jawab Gina berusaha melawan. Nick mencengkeram dagu Gina, membuat istrinya itu menatapnya dengan cepat. Rahang Gina terasa sakit, Nick tak tanggung-tanggung menyakitinya. "Kau melawanku? KAU MELAWAN SUAMIMU?!" teriak Nick. Nick mendorong Gina dengan keras, membuat perempuan itu terjatuh cepat di atas lantai. "Katakan siapa Daniel atau akan kurobek mulutmu!" marah Nick. "Daniel mantan kekasihku," jawab Gina pelan. ". . ." Nick terdiam. Jawaban dari pertanyaan yang dia lontarkan sudah dia dapatkan dari istrinya. Dia memandang Gina dengan santai. "Pantas saja pelukan kalian begitu hangat dan mesra, ternyata kalian sedang reuni kasmaran," ledek Nick. "Kau melihatnya?" tanya Gina pelan. "Oh jelas! Bahkan aku melihat yang memulai pelukan itu kamu bukan dia. Murahan sekali," jawab Nick meremehkan. Gina menggeleng cepat. Dia buru-buru berdiri sambil memegang lengan Nick. "Kamu salah paham, Nick! Itu tak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku sudah tak punya rasa pada Daniel. Aku sudah tak mencintai Daniel!" jelas Gina panik. Dia tak mau suaminya salah paham. Nick memutar kedua bola matanya dengan malas. Dia mendorong Gina agar menjauh dari dirinya. Nick memperbaiki jasnya sambil tertawa sinis. "Ternyata kau dan aku sama saja, Gina. Kita sama-sama tak bisa meninggalkan kekasih kita masing-masing. Kau jangan merasa sangat suci dan sangat cinta padaku kalau ternyata faktanya kamu juga masih mencintai masa lalumu," jelas Nick. "Terserah kau ingin melakukan apa dengan Daniel. Mau kau seks, mau kau selingkuh, mau kencan atau mau satu atap dengannya, aku tak akan perduli dengan itu, " lanjutnya santai. "Begitupun denganku, kau jangan ikut campur urusanku!" tegas Nick memperingati. Gina menggeleng cepat. "Tidak, Nick. Aku tak punya hubungan dengan dia lagi. Aku mengabdikan semua cintaku ke suamiku, kamu," jelas Gina sungguh-sungguh. Nick mendecih. "Aku akan menjaga rahasiamu begitupun kamu yang harus menjaga rahasiaku. Itu sudah adil, kan?" tawar Nick. "Aku tak mau. Aku tak setuju. Jangan menjadikan inj sebagai alasan agar kamu bisa kembali dengan Liora, Nick. Sampai kapanpun aku tak mau kalau kamu menjalin hubungan dengan Liora!" tolak Gina memohon. Nick tak perduli dengan seluruh ucapan Gina karena baginya apa yang Gina katakan tak sepenting itu. Saat Nick hendak keluar dari apartemen, dia menghentikan langkahnya sebentar. "Jaga hubunganmu dengan baik dengan Daniel. Jangan sampai kau mengecewakannya dan berdampak pada kerja samaku dengan perusahaannya," ucap Nick santai tanpa berbalik menatap Gina. Gina yang mendengar itu langsung terdiam. Hatinya mencelos sakit. Perempuan itu tak menyangka kalau suaminya akan berkata demikian. Dia tak menyangka kalau suaminya memperlakukannya bak barang yang tak berguna. Gina menangis di dalam apartemen itu. Dia memeluk lututnya sambil terus terisak. Dia tak tahu mengapa takdir sekejam ini padanya. Baginya takdir begitu kejam karena menikah adalah untuk sekali seumur hidup, itu arti bagi Gina. "Jika pernikahan sekali seumur hidup, apa aku bisa bertahan dengan Nick yang selalu seperti ini padaku? Apa Nick bisa berubah?" lirih Gina penuh harap. Gina termenung. Ponselnya tiba-tiba berbunyi, buru-buru Gina menghentikan tangisnya. Dia mengusap air matanya dengan cepat dan menetralkan suaranya agar tak terdengar seperti habis menangis. "Halo, Nek!" sapa Gina antusias usai mengangkat telepon neneknya. "Sayang," sapa Rea—nenek Gina. "Tumben sekali nenek menelponku," heran Gina. "Iya, Sayang. Nenek menelpon karena ada hal penting yang buru-buru harus nenek bilang padamu," jawab Rea. "Apa, Nek?" tanya Gina penasaran. ". . ." Rea diam. Tak ada sahutan sama sekali. "Nek?" panggil Gina khawatir. "Nenek tidak apa-apa, kan?" tanya Gina panik. "Astaga! Sini biar Lisa yang bicara!" seru sepupu Gina di seberang sana. Sepupu Gina yang tinggal bersama nenek. "Lisa? Nenek kenapa, Lisa?" tanya Gina. "Tadi Nenek habis check up di rumah sakit Kak Gina. Kata dokter, penyakit jantung nenek makin parah dan kemungkinan sembuhnya sangat sulit. Tapi masih bisa disembuhkan kok Kak Gina," jelas Lisa. "Nenek..." lirih Gina. "Nenek tidak apa-apa, Sayang. Lisa hanya mengarang!" seru nenek. "Mengarang apanya sih, Nek? Kan Lisa yang menemani nenek tadi," kesal Lisa. "Nenek harus jaga kesehatan. Kau harus memperhatikan kesehatan Nenek, Lisa. Aku jauh saat ini dan sangat sulit untuk bertemu dengan Nenek. Tak ada yang bisa diharap selain kamu, Lisa. Itu karena kamu serumah dengan Nenek," jelas Gina. "Iya Kak Gina," jawab Lisa. "Tapi tujuan Nenek meneleponmu bukan karena masalah ini sih, Kak," gumam Lisa. "Lalu?" tanya Gina. "Katanya Nenek ingin meminta cicit secepatnya. Dia tak mau mati sebelum menggendong cicit dari cucu kesayangannya," jawab Lisa bercanda. Gina tertawa pelan, tetapi air matanya menetes. "Ada-ada saja," ucap Gina sambil terkekeh dengan air mata yang mengalir tanpa henti. Bagaimana bisa dia memiliki anak kalau suaminya kebih memilih bermesraan dengan mantan kekasihnya dibandingkan dirinya. Miris."Menurut kalian, Nyonya besar datang ke kantor untuk apa?""Apalagi kalau bukan melihat perkembangan perusahaannya. Mana mungkin dia ke kantor untuk melihatmu, kan?""Haish! Kamu jangan meledek seperti itu. Aku bertanya dengan serius.""Pasti dia ingin bertemu dengan anaknya atau mungkin ingin bertemu dengan yang lainnya.""Tetapi wajah nyonya tampak terlihat tidak enak setelah dari ruangan Pak Nick. Apa mereka berdebat?""Entahlah karena yang aku tahu mereka sama-sama keras kepala.""Tapi kudengar-dengar kalau Pak Nick katanya sudah menikah.""Sut! Kau jangan menyebar gosip atau rahangmu akan dipatahkan oleh Pak Nick."Gina yang dari tadi berada di dalam salah satu bilik toilet mendengar gosip-gosip klasik para karyawan kantor. Perempuan itu merasa panas saat mendengar suami dan mertuanya sedang menjadi bintang utama gosip tersebut. Gina berjalan keluar. "Jangan bergosip di kantor atau kalian akan terkena denda saat pekerjaan kalian kurang memuaskan," Gina memperingati dengan lembu
Nick tersentak karena tiba-tiba lampu apartemen menyala.Gina memandang suaminya yang baru saja masuk ke apartemen, sedangkan sang suami tampak terlihat santai sambil memperbaiki jas berwarna navinya."Aku ingin berbicara sebentar saja, Nick," pinta Gina."Aku lelah dan ingin istirahat," tolak Nick.Gina menghela nafas panjang. "Aku cuma butuh waktu beberapa menit saja. Mungkin sekitar sepuluh menit?" tawar Gina.Nick mengacak-acak rambutnya dengan kesal, lalu dengan segera dia duduk di kursi yang ada di depan istrinya. "Aku ingin membahas masalah tawaranmu yang tadi. Tawaran kamu tentang kerjasama mu dengan Arello Group," jelas Gina.Alis kanan suaminya itu terangkat tinggi. Sepertinya pembahasan mereka kali ini menarik. "Jangan terlalu banyak basa-basi. Langsung saja pada intinya," ucap Nick malas.Gina tersenyum tipis karena ternyata tak ada sedikitpun rasa peduli pada suaminya itu. Dia tak tahu kalau suaminya ini memang gila harta atau memang suaminya tidak peduli dengan diriny
Gina berjalan masuk ke apartemennya tetapi beberapa detik berikutnya dia menghentikan langkah kakinya. Mata perempuan itu memandang ke arah sofa dengan kaget.Dengan tanpa rasa bersalah, Nick dan Liora melanjutkan cumbuan mesra mereka usai melihat Gina beberapa saat.Gina bak orang bodoh di sana saat menyaksikan suaminya bercumbu mesra dengan kekasihnya. Padahal Gina itu istrinya tetapi mengapa Nick memperlakukannya seperti itu."Hentikan itu semua!" teriak Gina.Gina menghampiri Nick dan Liora. Gina menari pergelangan tangan Liora sambil mendorong wanita itu agar menjauh dari suaminya.Betapa rapuh hati Gina saat melihat wajah Liora yang acak-acakan karena ulah suaminya. Ada Nick yang bahkan wajahnya oenuh lipstik yang pastinya milik Liora. Jangan lupakan keringat mereka berdua yang menetes, begitu panas cumbuan mereka."Menjauh dari suamiku!" teriak Gina.Nick menampar Gina dengan keras, membuat Liora tersenyum menang dan Gina yang menunduk sambil memegang pipinya."Jangan berani-be
"Kau yang bilang ke Ayah kalau aku akan membatalkan kontrak kerjasama dengan Arello Group?" tanya Nick sambil menatap Gina serius.Gina menggeleng."Aku tidak pernah melapor ke Ayah Arga," bantah Gina."Jadi, bagaimana bisa Ayah tahu kalau bukan dari kamu?" tanya Nick heran."Tanyakan langsung saja pada Ayah," saran Gina.Nick cuek.Telepon yang ada di samping Nick berdering, membuat sang CEO langsung mengangkatnya."Langsung suruh ke ruanganku saja," perintah Nick.Nick memutuskan sambungan telepon itu.Gina memperhatikan gelagat sang suami."Dia marah? Dia menerima telepon dari siapa?" batin Gina bertanya penasaran.Seseorang mengetuk pintu ruangan Nick."Masuk!" perintah Nick.Gina mendelik kaget beberapa saat sewaktu melihat siapa tamu Nick, tetapi perempuan itu dengan buru-buru menetralkan mimik wajahnya.Daniel tersenyum ke arah Gina, membuat Nick semakin tak senang saat melihat itu.Daniel menghampiri Nick laku duduk di kursi yang ada di hadapan CEO Arselio Group itu."Sekretar
"Selamat pagi, Bu," sapa salah seorang karyawan kantor pada Gina.Gina tersenyum kecil sambil mengangguk lembut."Selamat pagi juga," balas Gina lembut."Mata Ibu kelihatan nggak enak. Semalam ibu ngejar deadline dari Pak Nick ya?" tanya karyawan kantor yang ber-name tag Nara itu."Hah?! Maksudnya?" bingung Gina.Nara terkekeh kecil."Mata ibu kelihatan kayak panda," bisik Nara.Gina tersenyum malu."Kentara sekali ya?" tanya Gina malu-malu.Nara mengeluarkan cermin dari saku roknya, lalu memperlihatkan pantulan wajah Gina di cermin bergambar beruangnya itu."Astaga! Parah sekali!" kaget Gina.Tadi pagi saat siap-siap, Gina tak melihat kalau lingkaran hitam di bawah matanya sekentara itu, tetapi mengapa sekarang malah kentara sekali. Dia bahkan seperti mayat hidup.Nara tersenyum ramah lalu mengembalikan cermin mininya ke dalam saku roknya."Kenapa bisa seperti ini?" heran Gina sambil memegang bawah matanya."Berat sekali ya jadi sekretaris pribadi Pak Nick?" tanya Nara.Gina menatap
Tak mau berada lebih lama di apartemen untuk melihat kedekatan Liora dan Nick, Gina memilih untuk berjalan-jalan di sekitaran area apartemen nya. Malam itu terasa sangat dingin hingga menusuk ke kulit-kulit tubuh. Perempuan dengan kulit putih bersih itu berjalan di tengah malam yang dingin sambil memeluk tubuhnya untuk melindungi tubuh mungilnya dari dingin malam yang menyengat. Katakanlah Gina saat ini seperti orang tak terurus sama sekali, seperti bukan anak orang kaya saja dan malah sebaliknya. Rambutnya acak-acakan, matanya sembab dengan garis hitam di bawah sana, ujung hidungnya memerah sambil sesekali dia menghisap ingusnya yang ingin keluar. "Gina?" sapa seseorang agak kaget. Gina berbalik lemas, tetapi saat ingin membalas panggilan orang itu, pandangan Gina tiba-tiba memudar. Kepalanya pusing dan dalam seketika perempuan itu terjatuh tak sadarkan diri. Iya. Gina Pingsan. *** "Uhm..." Gina bergerak lemah sambil sesekali meringis pelan. Matanya terbuka perlahan. S







