LOGINGina menghentikan langkah kakinya saat seorang perempuan yang sangat dia kenali masuk ke apartemennya, maksudnya apartemennya dengan Nick.
"Apa yang kau lakukan di sini, Liora?!" tanya Gina nyalang. Liora menatap Gina dengan sinis. Dia memandang istri kekasihnya itu dengan tatapan meremehkan dan angkuh yang mungkin sudah jadi ciri khas nya jika dia bertemu dengan Gina. "Keluar dari apartemenku!" teriak Gina marah. "Apartemenmu? Bukannya inj dibelikan oleh Ayahku?" tanya Nick yang baru masuk. Gina mengepalkan kedua tangannya di bawah sana. Sudah dia pastikan kalau Liora datang ke sini bersama Nick. "Kenapa kau membawa dia ke sini, Nick? Aku tak suka. Suruh dia pulang," perintah Gina. Nick mengangkat alis kanannya cukup tinggi. Gina paham akan hal tersebut. Wanita itu langsung menghela napas panjang. "Ini apartemen kita, Nick. Untuk apa membawa orang asing ke sini?" tanya Gina putus asa. "Hei! Kau berkata kalau aku orang asing? Apa kamu lupa kalau aku kekasih suamimu, Nyonya Gina Sarvana," tanya Liora meledek. Gina menatap Liora tajam. Liora berjalan dengan santai. Perempuan itu menabrak bahu Gina dengan kasar. Dia sengaja melakukan itu. Gina meringis pelan. "Kau semakin terang-terangan akan hubunganmu dengan dia, Nick," pedih Gina. Nick berbalik, sedangkan Liora mengeratkan genggamannya pada tangan Nick. "Dari lama aku dan Liora sudah terang-terangan melakukan ini, hanya saja dijeda karena harus menikahimu dengan alasan wasiat sialan itu," jawab Nick dingin tanpa hati. Gina tertawa pedih. "Kamu pikir aku ingin merasakan pernikahan seperti ini, Nick? Tidak! Sama sekali tidak. Tak ada seorangpun yang mau menikah dan hidup dalam rumah tangga yang tak bahagia. Hanya irang bodoh dan tak berotak yang ingin hal itu terjadi dalam rumah tangganya," jelas Gina sambil menangis. "Kamu orang bodoh itu, Gina," sahut Liora. Liora melepaskan genggamannya. Wanita itu berjalan menghampiri Gina. "Kamu yang menginginkan ini, Gina. Ini konsekuensi dari apa yang kamu putuskan!" tegas Liora. Liora berbisik ke kuping Gina. "Sampai kapanpun Nick akan selalu memilihku," bisik Liora menang. Gina mengepalkan kedua tangannya dengan marah. Wanita itu berjalan pergi meninggalkan suaminya serta kekasih suaminya. Dia memilih untuk masuk ke kamarnya saja. Gina menutup pintu kamarnya dengan kasar, lalu bersandar di balik pintu usai menguncinya. Dia terduduk sambil menangis meraung-raung. Sakit sekali rasanya. Impiannya untuk memiliki seorang suami yang penyayang dan memberikan rasa aman dan nyaman untuknya hanya bisa menjadi impian saja. Tak bisa ia wujudkan di dunia nyata. Gina ingin mengakhiri semuanya, tetapi mau tidak mau dia harus bertahan demi dirinya sendiri dan juga keluarganya, apalagi neneknya yang menderita penyakit jantung. Gina berjalan ke arah kasurnya. Iya, kasurnya. Kalau biasanya pasangan yang baru menikah akan satu ranjang, berbeda dengan Gina dan Nick. Jangankan satu ranjang, satu ruangan saja Nick sangat tidak suka akan hal itu. Ya, mereka pisah ranjang semenjak mereka sudah menikah. Gina duduk di tepi kasurnya sambil memandangi foto pernikahannya yang dia simpan dengan baik di atas mejanya. Dia tersenyum miris melihat foto itu. Disana Nick tersenyum begitupun dengan dirinya, bedanya Nick ternyata palsu sedangkan Gina begitu tulus. Gina berbaring di kasurnya sambil perlahan memejamkan matanya. Menangis dengan menguras banyak air mata ternyata membuat matanya mengantuk hebat. Selang beberapa menit akhirnya perempuan itu tidur. *** Mata indah itu terbuka dengan lemah. Gina melirik perlahan ke arah jam yang ada di atas mejanya. "Jam delapan malam?!" kagetnya. Gina buru-buru bangun dari posisi baringnya, dengan segera dia berlari ke dapur untuk membuat makan malam. "Astaga! Bagaimana bis—" Gina terdiam dengan mulut yang tertutup lebar. "Istrimu pemalas sekali, Sayang," ucap Liora. Nick yang tengah memainkan ponselnya hanya tersenyum tipis. Di sana Gina melihat Liora tengah menata banyak makanan di atas meja makan, sedangkan Nick tampak santai memainkan ponselnya. Gina yakin kalau Nick tengah menonton karena terdengar dari suaranya. "Katanya kau istri yang baik. Tapi, kenapa menyiapkan makan malam saja untuk suamimu kamu tak sanggup?" tanya Liora meremehkan. "A—aku ketiduran," jawab Gina. Gina berjalan mendekati Nick. "Kamu mau makan apa, Nick? Aku akan membuatkannya untukmu," tawar Gina lembut. "Liora sudah memasak semuanya untukku," jawab Nick acuh tak acuh. ". . ." Gina terdiam. "Huft! Daripada kamu berdiam diri tak berguna seperti itu, lebih baik bergabunglah makan dengan kami," tawar Liora. Gina memandang Liora dengan tatapan tak sukanya. Liora mengendikkan bahunya, lalu duduk di samping Nick. Nick dan Liora menikmati makan malam mereka dengan tenang, sedangkan Gina masih diam mematung di tempatnya. "Kau yakin ingin pulang, Sayang?" tanya Nick sambol menyuap Liora. "Iya. Aku harus bertemu dengan Ayahku," jawab Liora. "Aku akan menemanimu," tawar Nick. "Tidak. Kamu harus tetap di rumah, Nick!" seru Gina melarang. Nick menatap Gina dingin. "Nick... Aku istrimu. Kau mengantar perempuan lain dan meninggalkan istrimu di apart sendirian?" tanya Gina sedih. "Makin kesini kalian makin menjadi-jadi. Kamu tak memikirkan perasaanku, Nick? Kau tak memikirkan perasaan istrimu?" tanya Gina sendu sambil menunjuk dirinya sendiri. Nick meletakkan sendoknya dengan kasar di atas piringnya, membuat Gina dan Liora sama-sama kaget. Nick berdiri dan menghampiri Gina, sedangkan Liora tengah santai menikmati makan malamnya sambil melihat pertengkaran Nick dan Gina. Ini tontonan yang menarik. "Sudah kukatakan padamu, Gina Sarvana. Jangan pernah ikut campur dengan urusanku! Urusanku adalah urusanku, bukan urusanmu!" tegas Nick. Gina menggeleng. "Aku tak meng-iya kan itu. Mau bagaimanapun aku istrimu, Nick," sanggah Gina. "Aku tak mau. Kamu harus memperlakukan aku dengan baik, Nick. Orang tuaku melepasku untuk bersamamu karena mereka yakin dan percaya padamu kalau kau bisa menjagaku dengan baik," jelas Gina penuh harap. Nick terkekeh sinis. "Justru mereka bodoh, Gina. Sangat bodoh. Orang tua yang menjodohkan anaknya itu adalah orang tua yang bodoh!" seru Nick. Gina menggeleng. Perempuan itu menggenggam tangan suaminya. Matanya menatap sendu pandangan dingin suaminya. "Aku tahu kalau kau orang baik, Nick. Aku tak heran mengapa Papa dan Mama ku menjodohkan ku denganmu. Hanya saja ini masalah waktu, Nick. Percayalah padaku..." lirih Gina memohon. Nick menepis tangan Gina. Liora tersenyum lebar saat melihat adegan itu. "Tak ada masalah waktu. Kau hanya perusak!" seru Liora ikut campur. "Kau—Kau jangan ikut campur! Kau harusnya tahu diri kalau kau sudah bukan bagian dari Nick lagi! Ketahuilah kalau Nick sudah beristri, Liora!" marah Gina. Nick mendorong Gina hingga perempuan itu mundur beberapa langkah. "Apapun yang kau katakan, Liora tetap pemenangnya," final Nick tak ingin dibantah."Menurut kalian, Nyonya besar datang ke kantor untuk apa?""Apalagi kalau bukan melihat perkembangan perusahaannya. Mana mungkin dia ke kantor untuk melihatmu, kan?""Haish! Kamu jangan meledek seperti itu. Aku bertanya dengan serius.""Pasti dia ingin bertemu dengan anaknya atau mungkin ingin bertemu dengan yang lainnya.""Tetapi wajah nyonya tampak terlihat tidak enak setelah dari ruangan Pak Nick. Apa mereka berdebat?""Entahlah karena yang aku tahu mereka sama-sama keras kepala.""Tapi kudengar-dengar kalau Pak Nick katanya sudah menikah.""Sut! Kau jangan menyebar gosip atau rahangmu akan dipatahkan oleh Pak Nick."Gina yang dari tadi berada di dalam salah satu bilik toilet mendengar gosip-gosip klasik para karyawan kantor. Perempuan itu merasa panas saat mendengar suami dan mertuanya sedang menjadi bintang utama gosip tersebut. Gina berjalan keluar. "Jangan bergosip di kantor atau kalian akan terkena denda saat pekerjaan kalian kurang memuaskan," Gina memperingati dengan lembu
Nick tersentak karena tiba-tiba lampu apartemen menyala.Gina memandang suaminya yang baru saja masuk ke apartemen, sedangkan sang suami tampak terlihat santai sambil memperbaiki jas berwarna navinya."Aku ingin berbicara sebentar saja, Nick," pinta Gina."Aku lelah dan ingin istirahat," tolak Nick.Gina menghela nafas panjang. "Aku cuma butuh waktu beberapa menit saja. Mungkin sekitar sepuluh menit?" tawar Gina.Nick mengacak-acak rambutnya dengan kesal, lalu dengan segera dia duduk di kursi yang ada di depan istrinya. "Aku ingin membahas masalah tawaranmu yang tadi. Tawaran kamu tentang kerjasama mu dengan Arello Group," jelas Gina.Alis kanan suaminya itu terangkat tinggi. Sepertinya pembahasan mereka kali ini menarik. "Jangan terlalu banyak basa-basi. Langsung saja pada intinya," ucap Nick malas.Gina tersenyum tipis karena ternyata tak ada sedikitpun rasa peduli pada suaminya itu. Dia tak tahu kalau suaminya ini memang gila harta atau memang suaminya tidak peduli dengan diriny
Gina berjalan masuk ke apartemennya tetapi beberapa detik berikutnya dia menghentikan langkah kakinya. Mata perempuan itu memandang ke arah sofa dengan kaget.Dengan tanpa rasa bersalah, Nick dan Liora melanjutkan cumbuan mesra mereka usai melihat Gina beberapa saat.Gina bak orang bodoh di sana saat menyaksikan suaminya bercumbu mesra dengan kekasihnya. Padahal Gina itu istrinya tetapi mengapa Nick memperlakukannya seperti itu."Hentikan itu semua!" teriak Gina.Gina menghampiri Nick dan Liora. Gina menari pergelangan tangan Liora sambil mendorong wanita itu agar menjauh dari suaminya.Betapa rapuh hati Gina saat melihat wajah Liora yang acak-acakan karena ulah suaminya. Ada Nick yang bahkan wajahnya oenuh lipstik yang pastinya milik Liora. Jangan lupakan keringat mereka berdua yang menetes, begitu panas cumbuan mereka."Menjauh dari suamiku!" teriak Gina.Nick menampar Gina dengan keras, membuat Liora tersenyum menang dan Gina yang menunduk sambil memegang pipinya."Jangan berani-be
"Kau yang bilang ke Ayah kalau aku akan membatalkan kontrak kerjasama dengan Arello Group?" tanya Nick sambil menatap Gina serius.Gina menggeleng."Aku tidak pernah melapor ke Ayah Arga," bantah Gina."Jadi, bagaimana bisa Ayah tahu kalau bukan dari kamu?" tanya Nick heran."Tanyakan langsung saja pada Ayah," saran Gina.Nick cuek.Telepon yang ada di samping Nick berdering, membuat sang CEO langsung mengangkatnya."Langsung suruh ke ruanganku saja," perintah Nick.Nick memutuskan sambungan telepon itu.Gina memperhatikan gelagat sang suami."Dia marah? Dia menerima telepon dari siapa?" batin Gina bertanya penasaran.Seseorang mengetuk pintu ruangan Nick."Masuk!" perintah Nick.Gina mendelik kaget beberapa saat sewaktu melihat siapa tamu Nick, tetapi perempuan itu dengan buru-buru menetralkan mimik wajahnya.Daniel tersenyum ke arah Gina, membuat Nick semakin tak senang saat melihat itu.Daniel menghampiri Nick laku duduk di kursi yang ada di hadapan CEO Arselio Group itu."Sekretar
"Selamat pagi, Bu," sapa salah seorang karyawan kantor pada Gina.Gina tersenyum kecil sambil mengangguk lembut."Selamat pagi juga," balas Gina lembut."Mata Ibu kelihatan nggak enak. Semalam ibu ngejar deadline dari Pak Nick ya?" tanya karyawan kantor yang ber-name tag Nara itu."Hah?! Maksudnya?" bingung Gina.Nara terkekeh kecil."Mata ibu kelihatan kayak panda," bisik Nara.Gina tersenyum malu."Kentara sekali ya?" tanya Gina malu-malu.Nara mengeluarkan cermin dari saku roknya, lalu memperlihatkan pantulan wajah Gina di cermin bergambar beruangnya itu."Astaga! Parah sekali!" kaget Gina.Tadi pagi saat siap-siap, Gina tak melihat kalau lingkaran hitam di bawah matanya sekentara itu, tetapi mengapa sekarang malah kentara sekali. Dia bahkan seperti mayat hidup.Nara tersenyum ramah lalu mengembalikan cermin mininya ke dalam saku roknya."Kenapa bisa seperti ini?" heran Gina sambil memegang bawah matanya."Berat sekali ya jadi sekretaris pribadi Pak Nick?" tanya Nara.Gina menatap
Tak mau berada lebih lama di apartemen untuk melihat kedekatan Liora dan Nick, Gina memilih untuk berjalan-jalan di sekitaran area apartemen nya. Malam itu terasa sangat dingin hingga menusuk ke kulit-kulit tubuh. Perempuan dengan kulit putih bersih itu berjalan di tengah malam yang dingin sambil memeluk tubuhnya untuk melindungi tubuh mungilnya dari dingin malam yang menyengat. Katakanlah Gina saat ini seperti orang tak terurus sama sekali, seperti bukan anak orang kaya saja dan malah sebaliknya. Rambutnya acak-acakan, matanya sembab dengan garis hitam di bawah sana, ujung hidungnya memerah sambil sesekali dia menghisap ingusnya yang ingin keluar. "Gina?" sapa seseorang agak kaget. Gina berbalik lemas, tetapi saat ingin membalas panggilan orang itu, pandangan Gina tiba-tiba memudar. Kepalanya pusing dan dalam seketika perempuan itu terjatuh tak sadarkan diri. Iya. Gina Pingsan. *** "Uhm..." Gina bergerak lemah sambil sesekali meringis pelan. Matanya terbuka perlahan. S







