Share

Rutinitas Malam

*****

Dirga berjalan keluar dari cafe, setelah menemui klien yang ingin menggunakan jasanya. Membuka pintu mobil kemudian memakai sabuk pengaman, menyalakan mesin lalu pergi ke kantor.

Di kursi samping terdapat kotak bekal. Dirga melirik beberapa kali, setelah sampai di kantor Dirga menjinjing kotak bekal itu. Di cafe tadi Dirga hanya memesan minuman, sekedar menghormati klien tadi karena teringat dengan bekal tadi pagi.

Dirinya hanya menghargai makanannya bukan niat gadis itu, Dirga hanya sayang jika nanti makanannya harus dibuang. Dirinya sangat menghargai makanan. Dirga membuka pintu ruangannya kemudian duduk di sofa, lalu membuka kotak bekal itu.

"Em, enak" suapan pertama Dirga merasakan nikmatnya makan siangnya.

Kemudian suapan kedua, ketiga, dan seterusnya sampai bekal habis. Dirga meneguk air minum lalu menghela napas, perutnya sekarang terasa penuh. Suara dering handphone terdengar, Dirga segera mengambil handphonenya di kursi.

Melihat siapa yang memberinya pesan Dirga segera tersenyum. Senyuman lembut yang tidak pernah dia berikan kepada siapapun."Lucu."

**

"Om Dirga!" teriak Rara sembari berlari kecil menghampiri Dirga yang sudah lebih dulu masuk ke dalam pagar rumah. Rara tersenyum lebar setelah berhadapan dengan Dirga, dengan napas yang sedikit tidak beraturan. 

Sedangkan Dirga hanya menatap Rara datar. Tidak tersenyum atau bertanya. Hanya menghela napas lelah karena malam ini diganggu kembali oleh gadis kecil dihadapannya. Kemudian Dirga berbalik masuk ke dalam rumah. 

"Aku tunggu di kursi luar, ya, Om. Kita makan masakan Bunda, soalnya hari ini ulang tahun pernikahan Bunda dan Ayah" seru Rara sambil menghampiri meja diluar rumah Dirga, lalu menata makanan yang Ia bawa diatas meja. 

Dirga sedikit terdiam, menimbang-imbang apakah dirinya harus turun kembali atau tidak. Tapi Ia akan tidak sopan jika tidak memakan makanan pemberian tetangga baiknya itu. Apalagi malam ini mereka ulang tahun pernikahan dan Dirga kebagian makanannya. Kemudian Dirga berdehem kecil lalu kembali berjalan membuka pintu rumahnya. 

Rara tersenyum menatap makanan yang sudah terhidang di meja makan. Malam ini keluarganya merayakan ulang tahun pernikahan yang Ketiga puluh tahun. Dan Rara juga Bundanya memasak banyak sekali makanan, tidak lupa juga Rara menyimpan makanan untuk cintanya, yaitu Dirga. 

Suara kursi yang ditarik membuat Rara tersenyum. Dirga pria itu masih terlihat tampan walau wajahnya kelihatan lelah. "Om Dirga pasti belum makan, kan? Aku bawain udang goreng, yang mau pakai saos juga ada udangnya, terus ada kue, ini tuh Bunda yang buat. Om Dirga pasti bisa menebak gimana rasa kue masan Bunda aku, kan? Terus steak aku bawain komplit sama asparagusnya terus kentangnya. Di jamin enak, silakan dimakan. "

Dirga melirik banyak makanan yang tersaji dimeja, dan terlihat menggiurkan untuk segera dicoba. Tidak menampik jika masakan ibu Rara memang sangat enak. Dirga sudah merasakan waktu pertamakali Ia pindah kesini. Kemudian Dirga menyantap steak yang tersaji untuknya juga udang saos padang. 

Dirga mengangguk puas. "Masakan mama kamu memang selalu enak.  

Rara tersenyum puas menatap Dirga yang tampak menikmati makanan yang Ia bawa. Ngomong-ngomong, makanan yang Rara bawa buat Dirga itu sebenarnya Ia yang masak dengan resep yang dia Pinta dari Bundanya. Cukup puas Rara mendengar pujian yang ditujukan ke Bundanya walau bukan dirinya. 

"Iya, kan, enak. Masakan bunda emang selalu enak, pantas aja Ayah kepincut sama Bunda. Kalo ditanya kenapa suka sama Bunda, Ayah suka jawab masakan Bunda kamu itu enak banget jadi Ayah langsung melamar Bunda kamu biar nanti Ayah tidak kelaparan kalo Ayah menikah."

Rara terkikik geli membayangkan bagaimana alasan kedua orangtuanya itu menikah. Hanya dengan makanan enak Ayah langsung melamar Bundanya, Ayah memang sosweet orangnya. Dirga tersenyum samar mendengar celotehan Rara, keluarga Rara memang harmonis sedari dulu. 

Kemudian Rara menyangga wajahnya dengan satu tangan menatap wajah Dirga dengan senyum manis. "Om Dirga kapan lamar aku? Aku juga mau dilamar Om Dirga tahu, terus kita nikah dan punya anak, deh!" 

Dirga seketika terbatuk lalu minum air botol yang Rara bawa. "Jangan mikir aneh-aneh. Serius saja sama kuliah kamu, gimana kalo gak wisuda coba. Kan kerjaan kamu cuma mengganggu saya saja." 

Rara sedikit tertegun mendengar kata mengganggu dari mulut Dirga. Rara cuma mengganggu Dirga saja katanya, nggak kok, Rara juga kuliah dengan serius. Tapi memang yang paling prioritas dirinya sekarang yaitu mengejar cinta Om Dirga. 

Dirga mengernyitkan melihat Rara bergeming, kenapa dengan gadis ini. Lalu Dirga mengangkat bahu tidak peduli, kembali melanjutkan untuk mencicipi kue buatan Bunda Rara. Dan rasanya memang luar biasa enak, pantas saja Ayah Rara sangat kepincut dengan Istrinya, masakannya saja sangat enak. 

Setelah kenyang Dirga membereskan piring yang kosong. "Makasih sama Bunda kamu sudah menyisihkan makanan yang enak buat saya. Juga selamat untuk annive pernikahan orangtua kalian. Maaf, saya tidak mengirim kado untuk orangtua kamu." 

Rara sedikit tersenyum kaku. "Akan aku sampaikan, Om. Nggak apa-apa  kok, jangan kirim kado. Soalnya kado buat orangtua aku sudah banyak yang kirim sampe-sampe aku mau jual sebagian." 

Cengiran lebar Rara sambil menatap wajah Dirga yang juga sedang menatapnya. "Kalo gitu aku pulang Om, udah ditelepon sama abang suruh pulang, katanya udah malem. Terus besok aku ada ulangan." 

Rara beranjak dari kursi pelan lalu dengan gerakan cepat Rara mengecup pipi Dirga pelan. Dengan senyum lebar melihat Dirga yang bergeming, kemudian berlalu keluar rumah Dirga. 

*****

Rara berlari kecil setelah masuk ke dalam rumah Dirga."Om!" 

Dirga berbalik melihat Rara yang sedang berlari sembari tersenyum kepadanya. "Ra, saya baru pulang kerja, loh." 

Rara berdiri di depan Dirga, tersenyum menatap wajah tampan pria di hadapannya. Pria ini sangat tampan walau terlihat lelah. Terlihat di wajahnya yang lesu dan bicaranya yang pelan. 

"Om Dirga cape, ya? Yaudah, buat malam ini aku gak nungguin Om kerja. Sebagai gantinya aku bawa makan malam sama cemilan buat Om. Di makan, ya. Cemilannya juga." 

Rara berjalan melewati Dirga lalu membuka pintu rumah Dirga yang tidak terkunci. Dirga mengekori Rara di belakang melihat apa yang akan dilakukan gadis di hadapannya ini. Dirga memandang Rara yang menaruh toples-toples itu diatas meja. 

Rara tersenyum lembut menatap Dirga. "Dimakan ya, Om. Terus istirahat jangan begadang lagi. Besok kan hari sabtu, besok libur." 

Dirga berdehem. Tidak tahu harus merespon bagaimana. Gadis ini sudah terlalu baik kepadanya, dan sepertinya susah jika harus diberi omongan. Karena sebenarnya Dirga merasa tidak enak juga risi. 

" Kalo gitu aku pulang. Selamat malam" pamit Rara kemudian berlalu keluar dan pulang ke rumah. 

*****

"Habis pulang dari rumah Dirga, kamu Ra." 

Rara sedikit terkejut mendengar Ayahnya berbicara. Rara melihat Ayahnya sedang duduk sofa ruang tamu. Di temani dengan secangkir teh dan biskuit kesukaan Ayahnya. 

"Iya, ayah. Kenapa, yah? Tumben ayah nanya" Rara mengangguk membenarkan. Lalu duduk di hadapan Ayah, sepotong biskuit Rara ambil lalu di makan. "Berhenti, ya. Rara jangan menemui dia lagi. Rara fokus kuliah saja, jangan ke rumah dia lagi, jangan buat makanan lalu diantar ke rumah dia lagi. Rara cukup fokus dengan kuliah Rara saja, ya." 

Rara tertegun. Menatap Ayahnya yang juga menatap dirinya datar. Ini baru pertama kali Ayahnya bersikap seperti ini. Dan Rara baru pertama kali melihat Ayahnya menolak apa yang di lakukan dirinya. 

" Tapi,, kenapa, Yah? "tanya Rara pelan. Ayah menghela nafas berat. Menatap putri bungsunya, putri  satu-satunya yang Ia punya." Mau sampai kapan, Ra. Mau sampai kapan kamu begini sama dia? "

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status