Share

Overthinking

*****

Rara termenung. Sudah hampir jam sepuluh malam tapi Rara merasa tidak mengantuk sama sekali. Pikirannya teringat dengan perkataan Ayahnya tadi. 

'Berhenti, ya. Rara jangan menemui dia lagi. Rara fokus kuliah saja, jangan ke rumah dia lagi, jangan buat makanan lalu diantar ke rumah dia lagi. Rara cukup fokus dengan kuliah Rara saja, ya.'

Apa memang Rara harus berhenti mendekati Om Dirga? Apa Rara harus mulai melepas rasa sukanya kepada Om Dirga? Dan apakah Rara sanggup jika dirinya melakukan semua itu?

Di satu sisi Ia sangat menyukai Om Dirga entah sejak kapan. Di satu sisi lagi Ia sangat menyayangi Ayahnya. Rara bingung, apa dirinya harus mempertahankan cintanya, atau tidak?

"Ahhh!!" teriak Rara menenggelamkan wajahnya dikasur. Berteriak mengeluarkan kebimbangannya. Rara mengangkat wajahnya lalu menghembuskan napasnya kasar.

"Bingung. Gue cinta sama Om Dirga, gue juga sayang sama Ayah. Gue gak bisa milih salah satu dari mereka. Gue mau Om Dirga, gue juga gak mau Ayah benci."

"Bunda, Rara harus gimana?"Malam ini Rara habiskan dengan berkeluh kesah sendiri. Dan tertidur ketika hari sudah pukul satu pagi.

*****

Rara terdiam diatas motor maticnya. Hari ini Ia akan pergi ke kampus, tapi seakan ada yang kurang dirinya kemudian terdiam diatas motor. Setelah semalam mendapat wejangan dari Ayah, Rara sama sekali tidak memasak hari ini. Tidak menyiapkan bekal juga sarapan yang setiap kali Ia buat untuk Dirga. 

Dan pagi ini Rara tidak membawa benda itu di kedua tangannya. Rasanya campur aduk ketika kita sudah melakukan rutin kegiatan itu, tapi sekarang kita tidak lagi melakukannya. Seperti perasaan Rara sekarang, Ia tidak memasak untuk Dirga dan harus langsung pergi ke kampus. 

"Tenang Ra, kamu pasti bisa. Hari ini dan beberapa hari kedepannya jangan memasak apapun buat Om Dirga. Ayah pasti makin marah kalo dia tahu aku ngeyel, ini pertama kalinya Ayah beri aku wejangan kayak gini." 

Rara memakai helmnya. "Jangan lirik ke depan Ra, jangan lirik" tapi gagal. Tetap saja matanya melirik pagar rumah milik Dirga. Rara menghela napas karena pikiran juga tindakannya yang tidak sesuai. 

"Yaudah, lah. Berangkat aja" lirih Rara menghidupkan motornya kemudian berlalu melewati rumah Dirga untuk pertamakalinya. Dan pertama kalinya juga Ia tidak memberi sarapan dan kotak bekal untuk Dirga. 

***

Dirga menutup pintu mobil, dirinya pulang pukul setengah delapan. Sedikit malam dari biasanya. Pekerjaannya selalu banyak jika sudah mendekati waktu deadline. 

Terdengar suara langkah kaki, Dirga menoleh. Terlihat seorang gadis di depan pagarnya memamerkan senyuman. Rara, gadis ini selalu datang ketika dirinya pulang, entah Ia pulang larut atau masih sore gadis ini selalu ada.

Tapi Dirga teringat kembali dengan kejadian tadi pagi. Tadi pagi Dirga melihat Rara melewati rumahnya menggunakan motor metic yang biasa Rara kendarai. Dirga sedikit bingung karena gadis itu tidak seperti biasanya memberikan sarapan dan bekal untuk dirinya bawa.

Dirga menggeleng pelan. Mungkin Rara mulai bosan karena tidak Ia respon. Dan sebentar lagi pasti gadis ini akan berhenti melakukan hal yang sedikit tidak berguna kepadanya.

"Om Dirga pulangnya agak malam, ya" ujar Rara berdiri di hadapan Dirga. Tersenyum lembut menatap wajah tampan Dirga yang sedikit terlihat lelah.

"Pasti capek. Tapi, maaf Om, aku gak bawa makan malam buat Om" ujar Rara sedikit merasa bersalah karena untuk pertama kalinya Ia tidak membuat sarapan dan juga makan malam untuk Dirga.

Dirga menatap Rara datar. Wajah gadis itu di penuhi rasa bersalah, sebenarnya Dirga tidak mempermasalahkan hal itu. Lambat laun, Rara akan mulai bosan kepadanya dan berhenti memberikan makanan untuk dirinya.

Walaupun perasaan Dirga merasa tidak nyaman sedari tadi pagi.

"Kamu tidak perlu seperti itu lagi, Rara. Jangan memberi sarapan dan bekal makan siang, juga makan malam. Jika perlu, jangan menempeli ku lagi. Kamu tahu kan, saya pria dewasa, saya tidak memikirkan hal remeh. Jadi berhenti, sekarang."

Rara tertegun. Dua kali Rara mendapat ucapan seperti itu selain dari Ayahnya. Dan malam ini Dirga, lelaki yang di sukainya pun mengatakan hal seperti itu. Dirga tidak suka apa yang di lakukan Rara kepadanya. Dan untuk pertama kali Dirga melepas tali yang selama ini Rara ikat kepada Pria itu.

Sebelum Rara menjawab, Dirga lebih berbicara lebih dulu. "Tidak ada gunanya, Ra. Kamu memberikan saya perhatian seperti yang kamu lakukan itu tidak ada gunanya buat saya. Sedari awal saya tidak menyambut kamu, harusnya kamu mengerti. Dan sedari awal saya tidak merespon kamu, itu tandanya saya tidak menyukaimu, Ra. Seharusnya kamu mengerti sedari awal. "

Kembali Rara tertegun, hatinya sangat sakit ketika mendengar langsung dari mulut pria yang di sukainya. Selama beberapa bulan ini Dirga tidak memprotes sama sekali apa yang di lakukan Rara. Tapi kali ini, Rara melihat betapa risih nya Dirga menatapnya.

Ini yang akan ko dapat jika terus berkehendak sesuai keinginan lo Ra. Sadar, Dirga tidak membalas perasaan lo. Dia hanya kasihan sama lo kemarin, dan hari ini rasa kasihan menjadi rasa risih dan mungkin jijik.

Rara tidak mampu berkata-kata, kedua matanya berkaca-kaca. Patah hati pertama yang Rara rasakan saat ini. Pria pertama yang di sukainya dan patah hati pertama yang di rasakannya.

Melihat kedua mata bulat itu berkaca-kaca, Dirga memalingkan wajahnya. Menekan rasa tidak nyaman di hatinya, lalu berbalik meninggalkan Rara yang sudah berderai air  mata. "Om" panggil Rara pelan.

Dirga mendengarnya. "Berhenti Ra."

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status