Share

Dear Friend

Dear Friend

Waktu begitu cepat berlalu dan Gwen sudah bekerja selama dua minggu, ia sudah nyaman sekali disana. Kabar baiknya Gwen kedatangan Tasya sahabatnya, setelah sekian tahun mereka tidak pernah bertemu. Tasya memutuskan untuk menginap beberapa hari di Los Angeles setelah sejak dua tahun lalu wanita itu tinggal di Seattle bersama Bibinya.

Mereka melepas rindu dan saling berpelukan, karena sebelumnya tidak bisa saling mengunjungi dimana Gwen sangat terkekang dan tidak bisa kemana-mana kemarin.

Sedangkan Tasya, wanita muda itu selalu memamerkan hidup bebasnya pada Gwen. Tasya sekarang sibuk mengelola galeri seni milik Bibinya yang sangat sayang dengan Tasya. Gwen sedikitnya iri pada sahabatnya itu meskipun ia selalu bersyukur pada hidupnya.

Setidaknya kedua orangtuanya masih hidup dan lengkap tidak seperti Tasya yang sudah kehilangan orangtuanya karena perceraian lalu ayahnya meninggal.

“Sumpah gue kangen banget sama lo sista…”

Tasya memeluknya begitu erat setelah Tasya sampai ke apartemennya. Gwen membalas pelukan erat sahabatnya, membawa Tasya masuk kedalam untuk dapat bercerita lebih nyaman. Dan Gwen menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saat terakhir mereka bersama yaitu ketika Tasya mengantarnya pulang kerumah, dimana kedua orangtuanya marah dan menyuruhnya tinggal di Australia.

Tasya sendiri selain mengelola galeri seni. Wanita itu mengikuti kursus membuat kue. Untuk mengisi waktu senggang dan pelancar calon usaha Tasya yang ingin membuka kedai kue. Tidak seperti Gwen yang hanya fokus belajar dan tidak memikirkan masalah asmara, Tasya akan melangsungkan acara pertunangannya bulan depan. Pria beruntung ini adalah sahabat dari Kakak sepupu Tasya disini, namanya adalah Theo dan bekerja sebagai seorang Chef.

“Lo juga harus lupakan masa lalu Gwen, lagi pula cowok-cowok disini gak mempermasalahkan lo perawan atau bukan selagi perasaan lo tulus.”

“Lo udah capek-capek belajar kemarin dan merasa terkekang, sekarang saatnya lo bebas Gwen. Tujuan utama lo pergi jauh kan memang untuk itu, lo harus jadi diri lo sendiri yang gak peduli dengan tanggapan orang.”

Gwen menghela nafasnya pelan, menatap Tasya dengan senyum tipis. Selama ini selalu dirinya yang menyemangati sahabatnya itu karena Tasya dulu terlalu lemah dan cengeng. Sekarang waktu sudah banyak terlewat dan Tasya sudah dewasa dan akan bertunangan.

“Lo benar, tapi gue masih perlu banyak penyesuaian disini. Nanti kalo ada yang cocok juga gue bakal kejar cowok itu, sekarang belum ketemu aja.”

“Bagus deh, padahal gue pengen banget lo jadi sama Kakak sepupu gue biar kita bisa jadi keluarga. Sayangnya Kakak sepupu gue sudah punya tunangan dan sudah punya anak mau dua.” Gwen terkekeh pelan setelah ia meminum birnya, lalu menatap Tasya dengan tatapan mengejek.

“Gue gak suka dicomblangin dan gue gak suka jadi pelakor.” Tasya tertawa lucu mendengar penuturan Gwen yang sangat tegas tapi menyindir itu, ciri khas Gwen yang sangat Tasya rindukan.

“Pokoknya besok kita harus puas-puasin senang-senang sebelum lusa lo masuk kerja lagi. Sekarang jadwal kita curhat, nonton film dan makan kue buatan gue.” Tasya membuka kopernya dan mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang berisikan berbagai macam kue kering siap makan.

Gwen excited sekali saat melihat berbagai bentuk lucu kue yang dibawa Tasya, ia percaya tak percaya kue itu dibuat oleh Tasya yang tidak bisa memasak mi. “Serius ini buatan lo?”

“Serius, besok lo kerja gue bakal buatkan lo kue untuk stok cemilan di apartemen.”

“Lo masak mi aja gak bisa, gimana gue percaya lo bisa buat kue yang lucu-lucu begini bentuknya,” ujar Gwen seraya mencomot satu kue untuk ia icip.

“Itu kan dulu Gwen, gue sekarang udah bisa masak. Soalnya Theo itu suka makan dan jago masak, jadi gue untuk ngejar dia itu butuh usaha extra belajar masak dan buat kue begini.” Bela Tasya pada dirinya sendiri, agak kesal juga ia mengingat dulu payah sekali menjadi perempuan.

“Ya meskipun gue gak sejago Theo tapi masakan gue lumayan enak kok kata Aunty gue.”

“Ah lo mah dari dulu jago kandang, gak heran gue kalo Aunty lo yang bilang enak.” Ledek Gwen yang tak berhenti mengunyah cemilan.

“Ihh Gwen lo mah gitu, beneran masakan gue enak. Lo emang kudu nyoba masakan gue biar gak mengejek gue lagi.” Tawa Gwen pecah, nyatanya sudah sedewasa apapun mereka sikap manja dan kekanakan itu akan muncul saat bersama dengan orang terdekat.

Gwen sudah lupa kapan terakhir kali ia bermanja, lagipula sekarang pada siapa ia bisa bermanja selain pada Tasya yang sekarang menampilkan wajah cemberut kesalnya. Sesering apapun ia mengejek Tasya. Dalam hati Gwen hanya Tasya yang paling ia sayangi karena sudah bersama dirinya menerima setiap keluh kesahnya selama mereka berteman. Gwen harap Tasya akan menemukan kebahagiaannya karena itu adalah kebahagiaan Gwen juga.

“Eh btw gimana rasanya kerja di perusahaan besar kayak M.B. Inc.?”

“Ya sejauh ini sih gue masih nyaman dengan berbagai aturannya, lo tau sendirikan kalo gue harus betah-betah kerja disana supaya bisa disini lebih lama? Entah setelah kontrak gue habis, apa orangtua gue bakal menjodohkan gue atau engga nanti karena takut gue makin banyak berulah.”

“Bener sih, tapi ya kali Gwen orangtua lo bakal jodohin segala. Ini bukan zaman Siti Nurbaya, sekarang wanita sudah berhak memilih apapun yang dia mau dalam hidup. Lo berhak menikah dan hidup bahagia dengan seseorang yang lo mau bukan orangtua lo mau.”

Gwen menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa seraya menatap langit ruangan, pikirannya berlarian kemana-mana.

“Kalo memang benar gue bakal di jodohkan, apa yang bisa gue lakukan selain menerima Sya? Dikeluarga gue, gue gak punya hak apapun untuk berpendapat. Gue gak bisa bayangkan gimana suami yang bakal dipilih sama keluarga gue untuk gue."

Apa bakal mirip Papa yang temperamennya keras atau mirip Keluarga Mama gue yang pendiam dan terlalu disiplin. Di kehidupan gue sekarang, gue gak bisa menentukan hidup gue sendiri dan itu kenyataan yang sangat gue benci.”

Tasya mengikuti Gwen dengan merebahkan kepalanya di sofa, menatap sahabatnya itu dengan perasaan yang tak tergambarkan. Dulu Tasya begitu terpuruk karena perpisahan orangtuanya. Lalu ditinggal sendirian oleh ayahnya akibat kecelakaan dihari ibunya menikah lagi dengan pria lain.

Tetapi sekarang Tasya punya Aunty dan Kakak sepupunya yang selalu mendukung apapun yang ia mau. Tasya beruntung untuk itu, tetapi Gwen. Ia hidup dengan harta berlimpah, keluarga lengkap, tetapi sangat tidak cocok dengan dirinya dan tidak ada yang mendukungnya sama sekali. Itu lebih menyedihkan…

Nyatanya didunia ini tidak ada yang namanya hidup sempurna. Pasti ada kecacatan yang entah itu tampak atau tidak, yang selalu membuat oranglain tidak merasa berutung meskipun ada begitu banyak hal lain yang patut disyukuri.

Shock

Gwen kembali ke rutinitasnya setelah Tasya pulang ke Seattle, sahabatnya itu menepati janjinya dengan membuatkan Gwen banyak stok camilan di apartemen. Kemarin mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama dengan berkualitas dan memuaskan. Mungkin lain kali Gwen akan berkunjung ke Seattle untuk bertemu dengan Tasya.

“Bagaimana?” Suara Cherry menghapus keheningan yang dalam ruang kerja team mereka tepat setelah kedatangan Mandy.

Mandy kembali duduk dikursinya bersamaan dengan mug yang wanita itu letakkan diatas meja kerjanya, wajah anggunnya terlihat menggedikkan bahu. Sedang Gwen tidak mengerti apa yang sedang terjadi disini.

“Lebih baik kita tunggu konfirmasi dari Leader langsung daripada terus menduga dan mencari gosip.” Cherry terlihat mencebikkan bibirnya, terlihat kecewa dan sedih bersamaan.

“Cherry sebenarnya ada apa?”

“Aku kemarin mendengar informasi bahwa Leader Liam akan dipindahkan ke team lain. Aku sungguh menyukai cara kerjanya, entah nanti Leader baru kita seperti apa tapi ku harap berita itu salah.”

Gwen yang baru tahu mengenai itu sedikit bingung, selama ia kerja disini Leader Liam adalah Leader terbaik yang Gwen tahu. Pekerjaannya bersih dan rapih, disiplin tapi dibuat nyaman, tapi mengapa pria itu harus pindah jika pekerjaan nya bagus?

“Mungkin kau bingung, akan aku jelaskan. Jadi seperti yang kita tahu Leader Liam sudah bekerja dengan baik disini dan ia menjadi leader team ini beberapa hari sebelum aku datang. Dan disini terbiasa untuk melakukan pertukaran Leader agar kinerja para akaryawan lebih baik.”

“Leader Liam kemungkinan akan di pindahan pada team yang dikira kinerjanya kurang dari tema yang lain karena pekerjaannya yang bagus.”

Gwen menganggukkan kepala paham, ia mengerti sekarang. Sistem seperti itu juga ia rasa cukup efektif untuk membangun semangat persaingan kinerja antar karyawan. Jadi karyawan disini selalu berlomba-lomba untuk mendapat posisi terbaik, berdedikasi pada pekerjaannya.

Pintu ruangan terbuka disana Leader Liam masuk dengan sebuah map coklat ditangannya, senyum menenangkan pria itu muncul entah memberi pertanda apa.

“Lima menit sebelum makan siang tolong luangkan waktu kalian, aku ingin berbicara.”

Lalu setelah itu pria berkacamata tersebut memasuki ruangannya sendiri, kembali membawa keheningan pada mereka yang matanya masih menatap pada pintu ruangan ketua tim yang ada didalam ruangan.

“Sepertinya memang kita akan kedatangan pengganti ketua tim.” Ujar Hanry yang langsung melanjutkan pekerjaannya.

Kembali mereka dalam keheningan dan fokus pada pekerjaan, sementara Gwen meski matanya menatap layar komputer tetapi pikirannya bercabang. Ia masih anak baru disini, masih butuh penyesuaian dan sekarang bertambah pula penyesuaiannya karena ketua tim baru. Gwen berharap ketua tim yang baru tidak cerewet dan menyebalkan.

Benar saja saat Leader Liam meminta waktu lima menitnya, pria yang sudah memiliki dua orang anak itu mengatakan bahwa ia akan dipindahkan pada team lain. Besok pria itu harus pindah dan ketua tim yang baru akan datang, pria itu berterimakasih pada mereka semua karena selama ini sudah bekerja keras dan memotivasi agar mereka selalu tetap semangat.

Gwen bahkan bisa melihat Cherry yang terus mengusap air matanya, wanita itu begitu sensitif. Sedangkan wanita lain diruangan ini yaitu Mandy dan Rebecca masih bisa mempertahankan raut mukanya.

“Kalian akan kedatangan Mr. William sebagai ketua tim yang baru. Kuharap apa yang sudah kalian lakukan, harus tetap dipertahankan baik itu semangat dalam bekerja dan kekompakan kalian.”

Waktu lima menit sangatlah singkat hingga waktu makan siang tiba, Cherry yang semula terharu biru sekarang begitu sumringah membuat Gwen tak paham mengapa wanita itu begitu cepat berganti suasana hati.

“Apa ada sesuatu yang menyenangkan? Mengapa kau terlihat menahan senyum seperti itu.”

Cherry menaikkan wajahnya setelah wanita itu menyesap jus miliknya, menatap Gwen dengan senyum yang sama seperti sebelumnya.

“Ketua tim kita yang baru Sir William adalah pria tertampan di sini tentunya setelah Owner perusahaan dan wakil direktur.”

“Apa sebelumnya dia ketua tim lain?” Tanya Gwen yang akhirnya paham mengapa Cherry begitu senang, Gwen pikir nanti setelah ketua tim itu datang Cherry akan mengencaninya.

“Bagaimana kinerjanya?”

“Ya, dia ketua tim lain sebelumnya. Tentu kinerjanya bagus karena Timnya selalu masuk peringkat ketiga, tetapi yang penting dia tampan tampan tampan dan tampan.”

Gwen mengerutkan keningnya, menurut Gwen tampan tidak bisa menjadi patokan dari segala sesuatu. “Bagaimana sikapnya selama bekerja menjadi ketua tim? Apa menyebalkan?”

“Tentu tidak, mana ada pria tampan yang menyebalkan. Wajah tampan mereka menyelamatkan mereka dari hal itu.” Mendengar ucapan Cherry yang tidak bisa diharapkan, akhirnya Gwen memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Mungkin ia akan tahu nanti jika pria itu sudah pindah ke timnya.

“Tetapi tetap saja tidak ada yang lebih tampan daripada Owner perusahaan kita sekaligus CEO M.B.Inc. dia adalah pria tampan yang paling diincar dinegara ini ah tidak mungkin di dunia ini. Sangat kaya dan tampan sekali.”

“Apa kamu pernah bertemu dengan CEO kita?”

“Tentu tidak, aku hanya sering lihat dimajalah.” Kantin yang awalnya senggang tiba-tiba menjadi ramai, terlihat rombongan yang masuk. Gwen yang tidak pernah berjumpa dengan hal ini bertanya pada Cherry, apa yang terjadi.

“Sepertinya CEO kita akan makan disini.”

Ponsel mereka bergetar bersamaan, memunculkan notifikasi pesan dari perusahaan yang menyuruh agar mereka tetap melanjutkan makan siang dengan tenang seperti biasa tanpa harus memperdulikan ada CEO disana.

“Wajahnya sangat tampan sekali, terlihat tidak nyata.”

Gwen hanya mendengarkan saja semua yang Cherry katakan, tak ingin tahu soal rupa CEO. Lagipula jika dilihat ia hanya cukup tahu saja, tak ada manfaat lebih seperti tiba-tiba diberi uang satu miliar. Dalam hidupnya Gwen sudah kenyang melihat pria tampan bahkan kemaluan mereka.

Astaga.. jika diingat ingat sudah lama sekali Gwen tidak bertemu dengan benda itu. Dan pria itu yang menjadi terakhir juga yang mengambil kesuciannya adalah yang paling terbaik dari yang lain.

Gwen.. apa yang kau pikirkan, ya ampun pikirannya begitu kotor sekali dan ia rasa ia perlu mencuci muka agar pikirannya jernih supaya tidak melulu memikirkan kemaluan pria.

“Aku akan ke kamar mandi sebentar.”

Gwen bangkit dari kursinya dan pergi menuju toilet diluar area kantin. Baru saja ia masuk dan ingin menghidupkan air keran, seseorang masuk dan mengejutkan Gwen karena pria itu menarik Gwen hingga tersudut didinding.

“Gwen…”

Melihat wajah pria itu saja Gwen syok sekali, ditambah pria itu memanggil namanya dengan nada marah yang kental. Gwen tidak percaya mengapa mereka bisa bertemu disini.

“Dimana saja kamu selama ini, katakan padaku.”

Dalam rasa terkejutnya Gwen sama sekali tidak menjawab pria ini.

“Dimana anakku Gwen?”

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status