Share

Freedom

Freedom

Gwen sudah menahan diri selama ini. Ia terjebak dalam rasa bersalahnya pada keluarga dan ia hanya bisa menuruti setiap perintah juga apa apa yang diatur oleh Neneknya. Nyatanya dalam tiga tahun Gwen tidak bisa berbuat apapun, hanya bisa pasrah. Ia tidak pernah pulang ke Indonesia sama sekali sejak pertama kali menginjakkan kaki di Australia. Sebagai gantinya keluarganya yang akan datang untuk mengunjungi dirinya kemari.

Jika bisa menentukan pilihan, Gwen akan dengan mantap menjawab ia ingin tinggal dengan Eyang di Jogja daripada dengan Granny di Aussy. Eyang nya meskipun cukup disiplin tetapi masih bicara cukup lembut. Memberikan pengertian yang tidak memaksakan dan mudah diterima siapapun.

Tidak dengan Neneknya yang satu lagi. Dia cerewet dan akan terus berkomentar pedas jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Waktu tiga tahun dengan cepat Gwen gunakan untuk lepas dari Neneknya, ia sudah mendapatkan gelar sarjana beberapa hari lalu dan keluarganya pun masih ada disini. Ayahnya memberi usul agar Gwen kembali ikut mengurusi perusahaan ayahnya bersama kakak-kakaknya atau tetap disana bersama Nenek untuk melanjutkan study.

Tetapi Gwen menolak, secara diam-diam ia sudah mengirim lamaran kerja melalui email ke beberapa perusahaan besar di Amerika. Gwen sudah gatal kaki ingin cepat-cepat kabur dari sana. Lihat saja pakaian yang Gwen pakai disini, sudah seperti anggota kerajaan Inggris sungguh bukan gaya Gwen sama sekali.

“Gwen sudah melamar pekerjaan di beberapa perusahaan, dan sudah mendapatkan panggilan.”

Hans menatap putrinya itu dengan tatapan tak terbaca, entah hal apa lagi yang sebenarnya ada dalam pikiran putri bungsunya itu Hans sama sekali tidak mengerti. “Dimana?”

“L.A.” Semua orang diruang makan itu terhenti dan menatap Gwen, pasalnya mereka tidak memiliki keluarga atau kenalan siapapun di L.A itu terlalu jauh.

“Tidak.” Hans dengan tegas menolak keinginan putrinya.

“Kamu tahu jelas ranah keluarga kita hanya disekitar Indonesia, Singapura dan Australia.”

“Ini tidak ada urusannya dengan keluarga Papa, ini urusan karirku secara pribadi. Perusahaan besar seperti M.B. Inc. tidak akan dua kali memanggilku untuk bekerja. Itu perusahaan konstruksi paling diingkan teman-temanku untuk mereka bekerja. Kenapa saat aku mendapatkannya aku tidak bisa?”

Mendengar nama perusahaan yang memanggil Gwen untuk bekerja membuat Hans harus berpikir ulang.

Meskipun Hans berkecimpung di dunia perhotelan tetapi ia tidak buta dan tahu persis perusahaan besar itu memang tidak mudah untuk dapat bekerja disana. Hans jadi teringat dengan sahabat kecilnya Donny yang sewaktu dulu sempat melamar pekerjaan disana. Tetapi ditolak karena kurang kualifikasi padahal temannya itu orang yang cukup pintar.

Pria itu sekarang sudah membangun perusahaan konstruksinya sendiri meskipun tidak sesukses Hans.

“Papa ku mohon pikirkanlah dulu, beberapa hari lagi aku akan berangkat karena terkejar waktu.”

“Sudah lebih baik kalian habiskan dulu makanan ini, barulah bicara lagi nanti.”

Kembali hanya keheningan yang mengiringi mereka menyelesaikan makan malam. Setelah semua orangtua selesai makan, Gwen pamit untuk langsung pergi ke kamarnya.

Gwen mengunci pintu kamarnya rapat-rapat, dirumah ini ia hanya merasa sedikit lebih nyaman dikamarnya. Dikamar ini ia bisa melakukan apapun yang ia mau tanpa ada yang bisa melarang ini dan itu, Gwen membawa tubuhnya merebah diatas kasur dengan mata yang menatap kearah langit kamar.

Pikirannya menerawang pada keluarganya, meskipun kecil tetapi Gwen yakin ayahnya akan membiarkan pergi ke Amerika.

Sejak hari itu, Gwen sudah tidak dekat lagi dengan ibunya meskipun ia telah meminta maaf. Rasanya masih agak canggung dan aneh, dan hal itu membuat dirinya selalu merasa sendirian dikeluarganya tidak seperti dulu saat Mamanya selalu ada untuknya.

Dirumah besar tua ini Gwen tinggal bersama dengan Nenek, adik laki-laki bungsu ayahnya dan juga salah satu adik perempuan ayahnya yang sudah menjanda beranak dua. Uncle Harry belum menikah, pria berusia 27 tahun itu masih sibuk mengurus perusahaan keluarga. Sedangkan Aunty Hellena tidak ada minat untuk menikah lagi, wanita yang masih terlihat cantik itu lebih memilih ikut fokus mengurus perusahaan keluarga.

Dengan dua orang itu tentu saja Gwen merasa sangat canggung, mereka tidak akrab sama sekali hanya pernah saling menyapa dalam acara formal. Begitupun dengan Kakak ayahnya Uncle Hugo yang menetap di Singapura, keluarga ayahnya memang sekaku itu. Dan untuk dua anak Aunty Hellena yaitu Gustav dan Liliana, Gwen sama sekali tidak menyukai dua orang itu karena mereka sama sama menyebalkan.

Liliana selalu saja mengadu yang tidak-tidak dengan Nenek jika ada sesuatu yang membuat ia iri pada Gwen, Gwen yang tahu pasti perempuan seusianya itu memang iri dengan kecantikannya jadi merasa wajar-wajar saja meskipun sering kali merasa kesal dengan tingkah Lily.

Dan Gustav masihlah anak remaja baru pubertas yang tidak ada lucu-lucunya sama sekali. “Aku ingin cepat-cepat pergi dari sini. Aku muak.” Gwen mencari ponselnya, melihat apa ada pesan dari teman-temannya. Banyak notifikasi dari grup SMA nya, nyatanya mereka sering sekali spam. Hanya ada beberapa pesan dari pria-pria yang selalu berusaha mendekati dirinya, dan tidak pernah Gwen tanggapi.

Selama tiga tahun ini Gwen hanya fokus pada belajar supaya ia cepat-cepat lulus dan pergi jauh dari keluarganya, tidak memperdulikan sama sekali masalah asmara. Ketukan pintu mengejutkan Gwen, segera saja ia membuka pintunya dan melihat sang ibu ada disana.

“Mama, ada apa?”

Anggun menatap putrinya dengan tatapan yang tak bisa terbaca, ia sedih putrinya menjauhinya tetapi ia juga cukup senang dengan perubahan yang Gwen buktikan padanya.

“Ada yang mau Mama bicarakan dengan kamu.”

Gwen mengangguk dan mempersilakan ibunya masuk. Anggun memasuki kamar anaknya yang jauh dari gaya Gwen, di kamar ini benar-benar polos dan begitu rapih bersih. Jika dibandingkan kamar Gwen dulu pasti akan berbanding terbalik karena Gwen suka sekali kamarnya ia coret-coret dengan kuas belum lagi lampu-lampu tumblr yang menghiasi dinding juga meja rias serta kasur yang berantakan.

Gwen sebenarnya sangat pintar melukis, tetapi Hans mengarahkan anak itu untuk mengembangkan skill menghitung dan menghafalnya dibanding jiwa seni yang sudah tetanam erat pada diri Gwen. Hans tidak melarang hanya saja membatasi, hal itu boleh dijadikan hobi tetapi tidak untuk tujuan utama hidup Gwen.

Anggun mengambil duduk ditepi kasur Gwen, ia menatap putrinya yang berdiri dengan jarak satu meter darinya.

“Papa tadi sempat membicarakan ini dengan Mama, Papa setuju kamu pergi ke L.A karena dia pikir ini kesempatan langka. Besok Papa akan bicarakan dengan Granny dan Eyang.”

Los Angeles

Gwen tidak bisa menghilangkan senyum bahagia diwajahnya yang begitu kaku karena tidak pernah se-ekspresif ini untuk tiga tahun lamanya sejak ia benar-benar sampai ke tempat tujuannya Los Angeles dua hari lalu, kota yang akan menjadi halaman baru untuk Gwen memulai hidup sesuai dengan yang ia inginkan.

Ayahnya telah memberi izin untuk memenuhi panggilan dari lamaran kerjanya dengan persetujuan para tetua keluarga. Gwen hanya diberi waktu tinggal sesuai dengan kontrak kerja yang akan diberikan M.B. Inc. dan harus mengirimkan scan surat perjanjian kontrak agar ketahuan ia berbohong atau tidak.

Belum lagi ia akan diawasi untuk beberapa hari oleh orang kepercayaan ayahnya dimana pria itu sudah menyediakan tempat tinggal dan apa saja yang dibutuhkan oleh Gwen.

Hari ini adalah hari interview-nya, Gwen berharap sekali hari ini akan berjalan dengan lancar. Meskipun merasa gugup tetapi Gwen lebih merasa percaya bahwa dirinya bisa, ia bisa melakukan hal ini dan mendapatkan kebebasan yang benar-benar bebas. Dengan pakaian kerjanya Gwen diantarkan oleh orang kepercayaan ayahnya itu ke perusahaan besar yang akan menjadi tempat kerja Gwen nantinya.

Gwen menahan rasa kagumnya saat melihat betapa megah dan kerennya bangunan perusahaan yang telah menerima lamaran kerjanya itu, ia tak ingin terlihat kampungan oleh orang-orang yang berlalu lalang disana meskipun mereka pasti tidak akan peduli.

“Tenang Gwen, lo pasti bisa.”

Melangkahkan kaki penuh percaya diri Gwen masuk kedalam perusahaan setelah ia memberi tahu tentang kepentingannya pada security yang menjaga pintu, Gwen kembali meminta konfirmasi pada receptionis dimana interview akan berlangsung.

Ternyata disana ia melihat beberapa orang yang akan melakukan interview hari ini sama sepertinya dan itu hanya ada enam orang saja. Mereka begitu rapi dan terlihat kaku, membuat Gwen tidak yakin mereka bisa mengobrol.

“Silahkan Anda tunggu disana, nanti setelah Mr. Smith tiba akan ada penjelasan lebih lanjut.”

“Baiklah, terimakasih.”

Gwen ikut bergabung duduk disalah satu tempat kosong di sofa yang ada dipojok lobi yang luas itu. Menunggu instruksi lebih lanjut, mata Gwen berkeliaran. Perusahaan ini terlihat mewah sekali, entah sekaya apa pemilik perusahaan ini.

Dan Gwen dengar bahwa perusahaan ini pun punya beberapa anak perusahaan yang bergerak di bidang lain, sangat keren. Para pekerja disini juga begitu profesional, tidak ada pandangan merendahkan atau apapun itu yang Gwen duga-duga sebelumnya.

Tak sampai menunggu lama seorang pria dengan pakaian kerja rapi mengintruksikan mereka untuk ikut ke lantai lima. Mereka kembali harus menunggu diruang tunggu yang tersedia disana, melakukan prosesi interview satu persatu.

Gwen sudah berlatih dengan baik untuk interview ini, yang ditanyakan padanya nyatanya tak berbeda jauh dengan perkiraan Gwen. Ia akan menerima hasilnya lusa, dan lusa orang kepercayaan ayahnya harus kembali ke Indonesia. Gwen harus mendapatkan pekerjaan ini agar ia tidak ikut pulang bersama orang kepercayaan ayahnya itu.

Selama menunggu panggilan kerja nya Gwen memanfaatkan waktu untuk pergi jalan-jalan, tentu diikuti orang kepercayaan ayahnya. Ya setidaknya bisa Gwen gunakan sebagai tukang foto, nyatanya orang itu ada gunanya juga.

Hari dimana Gwen interview, Gwen memutuskan untuk pergi ke salon dan mewarnai rambutnya. Gwen seolah memberi harapan baru untuk hidupnya, hidup baru dan warna rambut baru. Ia berharap sekali ia dapat bekerja di M.B. Inc.

Setelah acara jalan-jalannya kemarin, Gwen seharian menunggu panggilan kerja. Ia hanya di apartemen, bermalas-malasan. Hingga lewat dari makan siang barulah panggilan itu sampai padanya dan meminta Gwen agar masuk bekerja besok.

Ia akan ditempatkan sebagai Drafter dimana ia ini yang bertanggung jawab atas shopdrawing (gambar kerja) dengan koordinasi langsung dari Site Engineer untuk membuat shopdrawing yang dibutuhkan. Seusai mendapat kabar baik, Gwen memberitahu ayahnya dan menyuruh orang kepercayaan ayahnya itu kembali ke Indonesia.

Keesokan paginya dengan outfit kerja yang baru ia beli kemarin, Gwen mengawali hari pertama kerjanya. Mempelajari jobdesk-nya dan mencoba membangun hubungan baik dengan karyawan lain, nyatanya hanya tiga orang saja yang diterima diperusahaan ini dari hasil interview kemarin.

Ia ditempatkan di team yang cukup nyaman untuknya karena teman-teman seniornya ramah dan baik, Gwen memiliki leader seorang pria yang sangat profesional sehingga mampu mengajak karyawan dibawahnya ikut bekerja keras juga. Gwen suka disini.

“Bagaimana dengan makan siang bersama hari ini? Apa kau sudah ada janji Gwen?”

Gwen agak terkejut sedikit saat Cherry -tetangga kubikelnya bertanya, Cherry adalah orang paling ramah di team ini. Wanita yang lebih tua dua tahun darinya itu baru satu tahun bergabung di perusahaan ini, jadi Cherry senang sekali kedatangan Gwen diteam mereka yang kebanyakan bergender pria.

“Aku belum ada janji dengan siapapun hari ini.”

“Baiklah, kita akan makan siang bersama di cafetaria. Leader Liam akan mentraktir kita hari ini sebagai penyambutan anak baru.”

“Oh, baiklah.”

Gwen tersenyum dan kembali melanjutkan pekerjaan barunya. Ia benar-benar harus banyak belajar dan mengimbangi team ini sebagai balasan karena mereka telah memperlakukan Gwen dengan baik. Gwen sesekali bertanya pada seniornya tentang pekerjaan yang telah ia kerjakan, meminta koreksi dan masukan. Waktu terus berjalan dan waktu makan siang tiba, bersamaan dengan para seniornya Gwen menuju ke cafetaria seraya mengingat jalan.

Cherry juga banyak membantu Gwen memberitahu dirinya arah jalan dan ruangan apa yang mereka lalui. Cafetaria ini sangat luas hingga satu lantai, dan Cherry bilang disatu gedung besar ini ada sepuluh cafetaria yang tersebar.

Cherry juga mengatakan bahwa dalam satu gedung yang besar dan tinggi ini dibagi atas beberapa bidang usaha dengan Cafetaria sebagai batas pertujuh lantai. Dan tempat kerja Gwen ini berada di Cafetaria terakhir yang berada di lantai 51, Gwen bekerja di M.B. Inc. bidang konstruksi yang tempat kerjanya berada dilantai teratas gedung besar ini bahkan tepat di bawah lantai para eksekutif.

Sedangkan untuk tiap tujuh lantai yang lain diisi oleh karyawan yang bekerja dibidang lain seperti pertelevisian, penerbitan buku dan media, telekomunikasi, konsultan, ritel hingga keuangan. Gwen tak habis pikir, seberapa banyak uang owner perusahaan besar ini bahkan gaji CEO pun Gwen tidak tahu akan sebanyak apa.

“Selama aku bekerja disini, belum pernah aku mendengar ada kekerasan dari sesama karyawan. Mereka bekerja dengan profesional disini, semua akan berjalan sempurna asal kita bisa saling menghargai saja.”

“Kau benar, kita memang harus saling menghargai disini.”

Cherry mengangguk pelan, “Setiap satu tahun perusahaan akan memperkerjakan tiga orang baru dari berbagai penjuru dunia dan itu sangat menyenangkan saat kita mendapatkan teman baru. Mengetahui kau dari Indonesia, aku jadi ingin berlibur di Bali.”

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status