Aurora menatap William yang sedang duduk di meja kerjanya. Sepertinya lelaki itu adalah pekerja keras. Namun, wajah suaminya sangat dingin. Aurora mencoba masuk. Langkah kakinya sangat pelan.“Ponselku bagaimana?”“Aku membutuhkannya!” ucap Aurora segera. William perlahan menonggakan wajahnya dan menatap wajah Aurora yang terlihat murung. William mengangkat salah satu alisnya lalu menghela napas panjang.“Edward mengatakan apa?”“Dia mengatakan, aku akan menerima ponsel atas persetujuanmu,” ucap Aurora.“Oke, suruh pengawal itu memberikanmu segera!” ucap William. Bola matanya segera menatap layar laptopnya kembali. Aurora mendengus kesal. Dia segera berbalik arah dan bergegas pergi dari ruangan itu. Percuma saja berbicara dengan William.Di depan ruang kerja William, ada Edward yang sudah menunggu. Lelaki itu tersenyum sejenak lalu menyerahkan satu bungkusan plastik.“Nona, pergunakan benda ini untuk hal yang penting!”Lelaki berjas hitam itu lalu pergi. Aurora mengambil kantong plast
Aurora memasukan kakinya ke dalam sepatu bot. Dia lalu merapatkan Trench Coatnya. Tidak lupa Aurora melilitkan syal cokelat yang selaras dengan warna Trench Coatnya. Dengan senyum menawan, Aurora siap menuju ke kampus.Aurora berjalan ke arah pintu. Dia menatap William yang terlihat murung. Entah apa yang membuat lelaki itu terlihat tidak bersemangat hari ini.Aurora tidak peduli, dia harus ke kampus dan menyelesaikan tugasnya. Setelah itu, dia akan ke rumah sakit untuk menjenguk ibunya. Apapun yang terjadi dengan William. Itu buka urusannya.Namun, rasa penasaran Aurora benar-benar tidak bisa ditahan. Saat berada di pintu utama, dia menatap lelaki itu lagi.“Ada apa?” tanyanya. William menghela napas panjang. Seakan ada beban yang berusaha di tahannya.“Maya belum menghubungiku, seharusnya istriku itu menghubungiku sebelum berangkat ke bandara. Hari ini dia akan pulang,” jelas William. Aurora mencibir.“Dasar lelaki yang protektif!” gerutunya dalam hati.“Mungkin saja dia sibuk, bias
“Kamu mau keluar?” William mengetuk pintu lalu bergegas menatap Aurora yang sedang sibuk menulis sesuatu.“Aku di sini saja,” ucap Aurora kemudian.“Aku akan menjemput Maya malam ini, jadi aku mengajakmu makan di luar,” jelas William lagi. Aurora sibuk mencatat beberapa tugas kuliahnya.“Bagaimana?”“Pagi ini kamu sudah memeriksanya?”Aurora lalu bergegas menunjukan alat cek kehamilan kepada William. Dua hari ini dia terlambat datang bulan, Aurora mengira dia sudah hamil. Namun, saat pagi-pagi buta dia memeriksanya. Garis dua merah itu tidak kian muncul. Mungkin saja Aurora sedang stress makanya menganggu siklus menstruasinya.“Kalo begitu, kita akan …,” William menjeda ucapannya.“Persiapkan dirimu!” Lelaki itu bergegas menutup pintu.Aurora mencoba memperjelas ucapan William. “Apakah aku akan melakukannya lagi?” batin Aurora.Dring!Ponselnya bergetar. Aurora bergegas mengangkat benda persegi itu. Senyum terukir di wajahnya saat melihat nama Antoni. Mantan kekasihnya itu menghubungi
Aurora terus menangis. Entah mengapa saat membayangkan ayahnya tertembak sepuluh peluru, dada Aurora terasa sakit. Dia menyeka air matanya saat botol whisky tergeletak di depannya begitu saja. Aurora menonggakan wajah.“Nona, ayo bersenang-senang denganku!” ucap lelaki bertubuh tinggi dengan aroma alkohol yang begitu menyengat. Aurora berdiri, dia bergegas berjalan meninggalkan area club. Tangan lelaki itu menariknya secara paksa dan melempar tubuhnya di kursi.“Auh!”“Sakit!”“Brengsek!” umpatnya. Aurora berusaha berdiri. Dia menatap lelaki asing itu dengan pandangan tidak suka. Wajah lelaki itu sangat menyeramkan. Seakan dia ingin memangsanya tanpa ampun.“Jangan mengangguku, aku ingin pulang!” teriak Aurora. Dia bergegas berdiri dan berlari, menjauh sejauh mungkin.Namun, lelaki asing itu melemparkan botol wisky tepat di kepalanya dan membuatnya terjatuh. Darah segar mengalir di pelipisnya. Aurora merintih kesakitan.“Ai!” desisnya. Lelaki itu kemudian memaksa Aurora untuk berdiri.
“Aurora, bukan pintunya!”William masih terus mengetuk pintu. Dia menunggu Aurora untuk menjelaskan banyak hal kepadanya. “Aurora!” sahutnya lagi. Di dalam kamar, Aurora yang ingin terlelap tidur segera mengibaskan selimutnya. Lelaki itu masih terus berteriak di luar.“Menyebalkan!” batinnya.Klek~Pintu terbuka, Aurora menatap William yang berkacak pingang di depannya. Lelaki itu menghela napas panjang. “Jelaskan kepadaku!” sergapnya.“Aku tidak punya tenaga, tuan William. Tolong jangan ganggu aku malam ini!” pinta Aurora. Dia memohon kepada lelaki itu. William menggelengkan kepala.“Jelaskan kepadaku, apa yang terjadi dan mengapa lelaki itu ada?” ucap William lagi. Dia belum puas dengan jawaban istrinya itu. Aurora menghela napas kasar.“Aku akan jelaskan besok. Aku janji aku jelaskan besok! Jangan mengangguku!” mohon Aurora. Dia bergegas menutup pintunya lagi. William terus mengetuk pintu. Aurora benar-benar naik darah. Mengapa lelaki itu sangat susah di jelaskan?“Aku akan jelaska
Aurora menatap bangunan pencakar langit yang berada di depannya. Dia bergegas turun dari mobil dan Edward mengikutinya dari belakang. Aurora masuk ke dalam loby kantor, Cloud Corp.“Mengapa Tuan Damian ingin bertemu denganku?” tanya Aurora sambil bergegas melangkah ke dalam lift yang akan membawahnya menuju lantai lima.“Saya tidak tahu, Nona!” ucap Edward. Setelah pintu lift terbuka, Aurora bergegas keluar. Dia menuju ruangan yang bertulisakan direktur Cloud Corp. Aurora masuk ke dalam ruangan itu. Dia duduk di sofa dan menunggu Tuan Damian. Dia tahu, ruangan ini adalah ruangan kerja tuan William, suaminya.Langkah kaki jelas terdengar. Aurora mencoba menahan napasnya. Entah mengapa setiap bertemu dengan Tuan Damian, dia sedikit panik.Klek~Pintu terbuka dan Tuan Damian melangkah masuk. Di samping lelaki paruh baya itu, terdapat William. Bola matanya membulat memandangi Aurora yang ada di ruangannya.“Kau?”“Mengapa kau di sini?” sergap William segera. Tuan Damian spontan menatap pu
Maya menatap Aurora dari ujung kepala sampai ujung kaki. Perempuan itu menyipitkan mata.“Selama aku tidak berada di sini, apa saja yang kau lakukan dengan suamiku?” tanyanya. Aurora menghela napas panjang. Dia menatap perempuan itu dengan sorot mata tajam.“Aku dan tuan William tidak melakukan apapun!”“Tidur bersama?” sergap Maya. Aurora menggeleng. Sepertinya dia tidak berniat melakukan hal itu untuk kedua kalinya.“Aku tidak melakukan itu,” jawab Aurora segera.“Oke, biaya orang tuamu sudah ditanggung oleh Wiliam secara keseluruhan, kau seharusnya lebih tahu tugasmu sekarang. Melahirkan anak untuk keluarga Keller, jangan berkeliaran ke mana pun.”Setelah mengatakan hal itu, Maya kemudian bergegas pergi. Aurora menatap Margaret yang melihatnya dari kejauhan.“Tentu saja, setelah semua urusanku di rumah ini selesai, aku akan pergi!” ucap Aurora dalam hati. Dia segera menuju kamarnya. Hari sudah mulai gelap. Seharian ini, dia sudah menghabiskan banyak energi bertemu banyak orang.Di
Aurora mendengus kesal. Dia berjalan di belakang prof. John. Aurora semakin curiga dengan gerak-gerik lelaki itu. Seharusnya prof. John tidak terlalu berlebihan kepadanya. Aurora masuk ke ruangan yang sangat aneh. Di setiap dinding ruangan kerja Prof. John terdapat beberapa foto yang tidak Aurora mengerti. Lukisan abstrak yang tidak memiliki makna.Prof. John duduk di meja kerjanya sambil menatapnya dengan tajam.“Aurora Smith!” sahutnya. Aurora duduk di depan prof. John. Mereka saling berhadapan. Aurora menghela napas panjang sambil menunduk ke bawah. Dia mengigit bibir bawahnya sambil memainkan jemari.“Aurora Smith, saya tahu bahwa kau memiliki banyak masalah. Tapi tidak dengan bercerita di dalam kelas saya,” ucap prof. John ketus. Aurora menghela napas panjang.“M-maafkan aku,” ucapnya. Apapun itu, Aurora sangat malas berdebat hari ini.“Oke, lain kali kau jangan lakukan itu!” seru prof. John. Aurora mengangguk.“Hari ini, saya bisa memaafkanmu. Tapi di lain waktu, saat berada di
“Untuk saat ini, Aurora harus di sini.”Prof John menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Mereka sedang berada di dalam kamar. Semenjak keluar dari rumah sakit. Aurora hanya terdiam membisu. Dia tidak banyak bicara.“Apa tidak berbahaya?” tanya Joanna sedikit ragu. Tatapannya nanar memandangi prof. John.“Tidak ada yang curiga hal ini. Pengawal keluarga Keller tidak akan curiga terhadap Roy.”“Akan sangat berbahaya jika dia berada di rumah atau di apartemen,” jawab prof. John. Dia membungkukan sedikit badannya menatap Aurora. Perempuan itu memandang ke depan. Tatapannya kosong dan tangannya bergetar.“Aku akan menghubungi salah satu psikolog kenalanku, dia akan membantu Aurora menyembuhkan traumanya,” jelas prof. John. Dia berdiri lalu melipat tangannya. Joanna mengusap rambut Aurora dengan iba.Roy hanya terdiam membisu di depan pintu. Entah apa yang sedang dipikirkan lelaki itu.“Aku akan memerintahkan pengawal berjaga di sekitar sini, tentu saja dengan diam-diam
Edward pulang dari apartemen Tuan Damian saat lelaki tua itu terlihat sangat mabuk. Edward berpamitan dan segera menuju rumah tuan William. Rumah keluarga Keller namun Tuan Damian tidak ingin berlama-lama tinggal di sana. Entahlah, tidak ada yang tahu alasan Tuan Damian tidak ingin tinggal di rumah lamanya. Rumah yang menyimpan banyak kenangan antara dirinya dan istri tercintanya, nona Adelia.Edward semakin menyesal karena menghianati keluarga Keller. Seharusnya dia berterus terang saja kepada lelaki tua itu. Namun, Edward merasa Roy bisa menyelamatkannya dan melindungi dirinya jika keluarga Keller akan membuangnya sewaktu-waktu.“Ah.” Edward menghela napas panjang.Sesampai di rumah keluarga Keller, Edward segera turun dan menatap William yang sudah berdiri di depan sana.“Dari mana saja kamu?”William menatap Edward yang baru saja turun dari mobil perak. Lelaki berjalan dan sedikit membungkukan badan.“Maaf Tuan William, Tuan Damian mengajakku minum dan menemaninya di apartemen. Ap
“Apa John sama sekali tidak memberikanku kesempatan?” Cicilia memandangi Roy dengan sangat lama. Lelaki di depannya itu menghela napas panjang.“Cicilia, John sudah jatuh cinta dengan Aurora. Akan sangat sulit membuat hatinya berpindah.”“Ini tidak mudah, menyerahlah!” sambungnya.Roy menatap Cicilia dengan serius. Mereka bertemu di salah satu cafe yang terletak tidak jauh dari kampus The Great.Hari ini, Roy ingin menjemput Joanna, namun dia malah bertemu Cicilia yang sedang mengunjungi Prof. John.“John akan ke Inggris bersama Aurora. Kamu sudah tidak memiliki kesempatan lagi.”Cicilia menunduk ke bawah.“Aku mencintainya. Roy!”“Aku sangat mencintainya!”Roy menyenderkan tubuhnya di sofa sambil mengusap wajahnya. Bola mata Cicilia perlahan menjadi berkabut. Dia menatap Roy yang terlihat iba memandanginya.“Aku tahu itu, Cicilia. Semua orang tahu kamu mencintainya.”Roy menghela napas panjang.“Sudahlah, masih banyak lelaki lain di luar sana, Cicilia. Kamu pasti bisa mendapatkan yan
“Sial!”“Benar sial, bagaimana perempuan itu bisa hidup dan membuat William selalu bersamanya?”“Seharusnya dia mati saja, jika seperti ini, dia akan semakin dekat dengan William. Apa lelaki itu lupa? Aku sedang mengandung anaknya juga!”“Ah, sial!” desahnya. Maya mengepal tangannya dengan kuat. Dia benar-benar tidak suka dengan kelakuan Aurora. Perempuan itu terlalu manja kepada William. Sudah pukul lima sore dan setua hari penuh, William mengurus Aurora tanpa memperdulikan dirinya. Membuat Maya benar-benar muak.Minggu depan, dia sudah berjanji kepada William untuk mengundurkan diri dari dunia model. Sialnya, lelaki itu malah mengacuhkannya dan tidak peduli. Maya mengira jika dia mundur dari dunia model, William akan semakin menyanyanginya dan posisinya akan aman. Namun, lelaki itu malah dekat dengan Aurora. Perempuan jalang yang sangat dibencinya.Maya mengusap wajahnya frustasi. Jika ada tempat dan waktu, dia akan bertemu dengan Aurora dan membunuh perempuan itu dengan tangannya s
Mereka duduk saling berhadapan. Margaret memandangi mereka dari kejauhan. Untung saja Nona Maya sedang beristirahat dan perempuan itu tidak mungkin mengetahui kehadiran lelaki asing di rumahnya. Kalo tidak, Nona Maya pastinya akan marah.“Jadi, kamu bernama Edward?” ucap Roy memandangi lelaki di depannya. Sebenarnya Edward sangat malas berbasa-basi seperti ini. Dia tidak punya waktu untuk itu.“Kamu mau membahas tentang Joanna?”“Ah, saya tidak punya waktu!” ucap Edward ketus. Roy menggelengkan kepala. Tidak, dia tidak ingin membahas tentang Joanna. Dia ingin mencari bukti mengenai perselingkuhan majikannya sendiri.“Aku sebenarnya malas bertemu denganmu!”“Aku tidak punya waktu berurusan denganmu. Tapi ini tugasku, maka aku melakukannya!” jelas Roy panjang lebar.“Maksudmu apa?” sergap Edward segera. Matanya melotot menatap lelaki itu. Roy menghela napas panjang. Benar-benar menyebalkan berurusan dengan Edward. Jika bukan karena uang, dia tidak akan menginginkan hal ini.Roy mencondo
Aurora membuka matanya dan menatap William yang sedang berada di sampingnya. Lelaki itu tersenyum lalu mengelus pipinya dengan lembut.“Maafkan aku,” bisiknya.Aurora mengerutkan kening. Bukan, bukan lelaki itu yang diharapkannya sekarang. William melirik ke kiri dan ke kanan. Mencari sosok prof. John. Namun nihil, lelaki itu tidak berada di ruangannya saat ini.“Aurora?” William mendekatkan wajahnya. Ekspresi Aurora seperti orang kebingungan.“Ada apa?” tanyanya lagi.“Kamu mencari siapa, sayang?” William lebih mendekatkan wajahnya. Mengamati mimik wajah Aurora yang kebingungan.“Mundur, aku tidak menyukai wajahmu!” hardiknya. William spontan menjauhkan tubuhnya dari perempuan itu.“Prof. John, di mana dia?” Aurora menatap William lalu mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan. William beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menuju sofa. Dia menuangkan air mineral ke dalam tengorokannya. Mendengarkan nama prof. John membuatnya kehausan seketika.“Mengapa kau mencari lelaki itu?
William terus memandangi wajah Aurora secara dekat. William baru menyadari bahwa Aurora begitu mempesona.“Mengapa aku baru menyadari bahwa dia secantik ini?” sahut William dalam hati.“Atau selama ini, aku sama sekali tidak menyadarinya?”William tersenyum. Salah satu tangannya mengelus dengan lembut pipi Aurora. Mencoba untuk menyentuh perempuan itu dengan pelan.“Aurora Smith!”“Aurora Smith? Mengapa kau tidak bangun-bangun?” bisiknya pelan.Dring!Ponsel itu mengagetkan William. Dia segera membalikan badan dan berjalan menuju sofa.“Prof. John?” serunya.“Hai, ada apa?”“Mengapa meneleponku? Kau mendapatkan nomorku dari mana?”“Bagaimana Aurora?” ucap prof. John segera. Dia sangat malas berbasa-basi kepada lelaki itu. Bagi prof. John, menurunkan ego untuk saat ini adalah sesuatu yang penting.“Dia istriku, John. Mengapa bertanya seperti itu?”“Jangan terlalu cemas, aku ada di sini bersamanya. Jadi, jangan terlalu berlebihan!” jawab William dengan penuh penekanan. Prof. John terdia
Prof. John terus memeluk Aurora. “Please, bangunlah Aurora!” bisiknya. Prof. John menatap kedua pengawal yang bersamanya di dalam mobil.“Cepat lajukan mobilnya!”“Dia bisa saja mati!”“Hai, saya akan potong kepala kalian, jika lambat melajukan mobilnya!” teriak prof. John frustasi. Melihat Aurora terus mengeluarkan darah membuatnya panik. Prof. John tidak bisa berpikir apapun saat ini. Apa yang sedang terjadi dengan kandungannya?“Aurora sayang, bertahanlah!”Prof. John terus memeluk tubuh Aurora sambil menangis. Ini kali pertama Prof. John sangat ketakutan. Dia tidak akan memaafkan dirinya jika terjadi sesuatu kepada perempuan itu.Sesampai di rumah sakit Valley Hospital Las Vegas. Prof. John segera turun sambil mengendong Aurora menuju ruang UGD. Dia tidak membiarkan perempuan itu sendiri.“Maaf Tuan John, biar kami periksa lebih dahulu!”Prof. John mundur. Ruangan ditutup dan dia harus menunggu di luar. Prof. John mengusap wajahnya frustasi. Dia benar-benar kebingungan saat ini.D
“Jadi bagaimana Tuan, apa kita akan mengeksekusinya sekarang?”Dominic mengangkat salah satu alisnya. “Bunuh dia!” perintahnya.“Baik tuan!” sahut suara itu.“Tapi Antoni, tunggu dulu!”Dominic meletakkan tangan di dagu dan sedang memikirkan sesuatu saat ini. Antoni terheran. Dari sambungan telepon, suara majikannya itu tidak terdengar jelas.“Ada apa Tuan?”“Jangan sampai orang lain tahu rencana ini. Bunuh Aurora dan buang mayatnya begitu saja!” titahnya.“Kamu mengerti? Kamu bisa kan?” Antoni terdiam cukup lama melalui sambungan telepon. Dia sedang memikirkan tawaran itu.“Aku akan menambahkan komisi buatmu, jadi tenang saja! Jika semuanya sudah selesai, hubungi aku!”Tit!Telepon terputus. Dominic bergegas meletakkan ponselnya “William akan kehilangan kedua perempuan yang berada di sampingnya. Bukan kah seperti itu yang dia lakukan kepadaku?” batinnya. Sebuah senyum penuh misteri terukir di wajah tampannya. Dominic sangat puas. Melihat William jatuh adalah tujuan utamannya. Perset