Share

Bab 4

Author: Bertha
Setibanya di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Tamara tidak menyalakan lampu di ruang tamu, karena malam ini kemungkinan besar Carlos sedang bermesraan dengan Verona di luar. Pria itu pasti tidak pulang.

Setelah mengambil kotak P3K dengan tubuh yang masih terasa sakit, dia perlahan berjalan menuju kamar kecilnya.

Dua tahun pernikahan ini hanya sebatas status. Carlos menjaga kesuciannya demi cinta pertamanya, bahkan tidak membiarkan Tamara mendekati kamar utama.

Sebenarnya ada bagusnya. Setidaknya, dia tidak perlu membayangkan dirinya pernah disentuh oleh pria itu. Hanya memikirkannya saja sudah membuatnya merasa jijik.

Tamara membersihkan luka di siku dan punggung kaki seadanya serta mengoleskan obat. Dia bahkan tidak punya tenaga untuk mengembalikan kotak P3K ke tempatnya lagi. Dia hanya meletakkannya di nakas, berniat merapikannya besok pagi.

Setelah mengganti pakaian dan berbaring, begitu menekuk pinggangnya sedikit, rasa sakit di tulang ekornya membuatnya tak kuasa menarik napas dalam-dalam.

Tamara mengatur posisi tubuhnya dengan lebih hati-hati, menutup mata, mengosongkan pikirannya, hingga akhirnya rasa kantuk menyerang.

Sementara itu, Carlos sedang mengantar Verona kembali ke hotelnya.

"Carlos, kamu mau antar aku sampai ke kamar?" Di kursi penumpang, mata Verona berkilat lembut, suaranya manja penuh dengan maksud tersembunyi.

Carlos tidak merespons. Sambil menyetir, matanya sesekali melirik layar di mobil. Entah kenapa, hatinya dipenuhi kegelisahan dan kekesalan. Ini sudah panggilan ke-20, tetapi tidak ada jawaban.

Di sampingnya, Verona yang tak mendapatkan reaksi atas godaannya hanya bisa mengamati layar mobil. Dia melihat nomor yang tidak memiliki nama kontak itu dan merasa cukup familier.

Dia membuka ponselnya sendiri, lalu masuk ke halaman pesan, melihat kembali pesan yang tadi dikirimnya kepada Tamara. Benar saja, nomor itu sama persis.

Verona menggigit bibirnya, kebencian tebersit di matanya.

Mobil akhirnya sampai di depan hotel. Saat berhenti, Verona kembali bertanya, "Carlos, kita sudah dua tahun nggak ketemu. Kamu mau antar aku ke kamar nggak?"

Sambil bicara, tangannya menyentuh punggung tangan pria itu. Jari-jarinya sengaja menyelinap ke dalam lengan kemeja Carlos, menyiratkan godaan yang lebih jelas.

Carlos tentu saja memahami maksudnya. Namun, dia hanya menatap tangan itu sebentar, lalu menarik tangannya. Kemudian, dia turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Verona.

"Kamu naik dulu. Aku harus cari Tamara. Dia nggak menjawab teleponku," ujar Carlos.

Verona berdiri, menatapnya lurus, menggigit bibir dengan ekspresi terluka.

"Kamu sudah jatuh cinta pada Tamara? Kalau nggak, kenapa kamu begitu peduli padanya? Dari tadi saat aku diperiksa, kamu terus meneleponnya," tanya Verona dengan mata berkaca-kaca, suaranya penuh dengan keluhan.

Mendengar itu, Carlos langsung membantah tanpa berpikir, "Mana mungkin? Aku nggak akan pernah mencintai seseorang yang sudah berulang kali menyakitimu."

"Aku mencarinya cuma karena takut dia mengadu ke Kakek, lalu Kakek akan menyulitkanmu lagi." Carlos menjelaskan, merasa alasan ini sangat masuk akal.

Verona yang mendengarnya pun tersenyum kembali. Dia tahu, Carlos masih mencintainya seperti dulu. "Kalau begitu, cium aku sekali, baru aku percaya." Verona kembali bertingkah manja.

Carlos menatapnya, bibirnya sedikit terkatup. Verona sudah melingkarkan lengannya di leher Carlos, hendak memberikan ciuman penuh gairah. Namun, yang dia dapatkan hanyalah ciuman ringan di keningnya.

Dia tidak puas. Saat hendak berinisiatif mencium bibir pria itu, Carlos segera menghindar.

"Carlos, kamu ini ...." Mata Verona kembali dipenuhi air mata. "Kamu benar-benar nggak mencintaiku lagi? Apa kamu masih membenciku karena meninggalkanmu dulu? Tapi, kamu juga tahu aku nggak bersalah. Itu semua karena kakekmu ...."

Sebelum dia selesai menjelaskan, Carlos menyela, "Jangan pikir yang aneh-aneh. Ini tempat umum, di depan hotel. Kalau ada paparazi yang melihat, itu bisa berdampak buruk padamu."

Carlos pun menjauh sambil mendorong Verona. Wajah Verona dipenuhi kekecewaan. Bagaimana dia bisa mempertahankan Carlos? Apa pria ini benar-benar mulai menyukai Tamara?

Carlos sudah kembali ke mobil. Melihat wanita yang masih berdiri di sana dengan tatapan penuh kesedihan, dia berkata, "Besok siang aku jemput kamu untuk makan siang. Hari ini kamu sudah cukup capek, istirahatlah."

Verona tersenyum, tampak pengertian dan penuh kasih sayang. "Oke, sampai jumpa besok. Hati-hati di jalan. Aku mencintaimu."

Carlos menggerakkan bibirnya, ingin membalas, tetapi kata-kata itu terasa sulit untuk diucapkan. Akhirnya, dia hanya mengangguk dan langsung pergi.

Aku juga mencintaimu. Dulu, dia bisa mengucapkan kalimat ini ribuan kali pada Verona tanpa ragu. Namun, kali ini rasanya begitu sulit. Apa karena mereka sudah berpisah selama dua tahun?

Melihat mobil itu menjauh, Verona mengepalkan tangannya. Matanya penuh dengan kebencian dan tekad.

Di jalanan, Carlos kembali mencoba menelepon Tamara, tetapi dia semakin frustrasi. Dia menginjak pedal gas lebih kuat hingga hampir melanggar batas kecepatan.

Sejak keluar dari rumah sakit, dia sudah berkeliling mencarinya. Karena tidak menemukannya, dia hanya bisa berharap Tamara sudah pulang.

Mobilnya memasuki garasi. Dia berlari pelan menuju lift. Begitu pintu terbuka dengan sidik jarinya, dia mengira akan melihat ruang tamu yang terang. Namun, yang ada hanyalah kegelapan.

Setiap kali dia pulang, tidak peduli seberapa larut, Tamara selalu meninggalkan lampu menyala. Jika mengantuk, dia hanya akan tidur di sofa, menunggunya pulang untuk menyiapkan sup pereda mabuk.

Selama dua tahun ini, baru kali ini ruang tamu terasa begitu gelap. Carlos merasa tidak nyaman. Pikiran pertama yang muncul di benaknya adalah Tamara belum pulang?

Dia menyalakan lampu, lalu matanya melihat sepasang sepatu di dekat pintu. Itu sepatu yang biasa dipakai Tamara. Selain itu, ada sepasang sandal yang hilang.

Berarti dia sudah pulang. Lalu, kenapa dia tidak menyalakan lampu? Kenapa dia tidak mengangkat teleponnya?

Carlos merasakan amarah yang membara. Dia bahkan tidak melepaskan sepatu dan langsung menuju ke kamar tamu.

Dia memutar gagang pintu. Terkunci. Dia mulai menggedor pintu sambil membentak, "Tamara! Keluar sekarang juga! Kamu sudah dua tahun jadi istriku, tapi sekarang lupa statusmu? Apa hakmu untuk bersikap seperti ini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Wiwit Gustiningsih
setelah smpe bab ini baru ingat KLO sdh pernah bc, habis terlalu bnyk yg dbc kdg lupa lupa ingat tp krn bagus d ulang lagi g apa
goodnovel comment avatar
Ningke Endengi
seoertinya sudah tumbuh rasa nyaman di hati carlos untuk tamara
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 136

    Tamara menoleh dan berkata, "Maaf, Kak Jacob. Nanti aku akan jelaskan semuanya padamu."Saat itu, Arham menatap pemuda di samping Tamara. Wajahnya penuh lebam dan memar. Arham mengerutkan dahi dan berkata, "Ini ... bekas pukulan Carlos?"Jacob menatap pria tua itu, lalu mengangguk dan memberi salam, "Halo, Pak Arham. Namaku Jacob. Dulu kita pernah bertemu saat kompetisi Universitas Asahi, Anda saat itu menjadi sponsor dan juri."Arham mengamati wajah pemuda itu. Dia merasa wajah Jacob tampak tidak asing dan berkata, "Aku ingat kamu. Anak muda yang sangat berbakat.""Maafkan aku, cucuku sampai berani memukulmu. Kalau kamu butuh ganti rugi atau kompensasi lainnya, bilang saja.""Nggak perlu, ini cuma kesalahpahaman. Satpam datang tepat waktu, aku juga nggak mengalami luka serius," jawab Jacob tenang. "Selain itu, aku akan membuat surat pernyataan damai, jadi Bapak nggak perlu khawatir," tambahnya.Mendengar hal itu, Arham memandangi pemuda ini lebih saksama. Kemudian, dia bersiap melangk

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 135

    Tamara hanya berkata, "Dia ingin memperbaiki hubungan hanya untuk balas dendam. Waktu aku mengajukan cerai sebelumnya, dia menolak. Katanya dia akan menyiksaku seumur hidup dan nggak akan memberiku kebebasan.""Bukan begitu, aku nggak ...." Carlos buru-buru menggeleng, menatap Tamara."Itu kata-katamu sendiri, sekarang kamu nggak mau mengaku? Mau kupanggil Verona sebagai saksinya?" sindir Tamara."Aku ... aku cuma sekadar ngomong dulu, tapi sekarang aku benar-benar nggak bermaksud begitu! Aku bukan ingin balas dendam padamu, aku ...." Carlos mencoba membela diri, tetapi kedua tangannya sudah diborgol oleh polisi."Aku menyukaimu ...."Akhirnya, kata-kata yang menyatakan isi hatinya itu pun keluar dari mulutnya. Carlos dibawa pergi oleh polisi, tetapi dia masih menoleh memandang Tamara.Sayangnya, Tamara bahkan tidak menoleh sedikit pun, seolah-olah tidak mendengar apa-apa.Saat Carlos sudah naik ke mobil polisi, Tamara hanya berdiri terpaku di tempat. Kedua tangannya mengepal kuat agar

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 134

    Jacob berdiri dengan dipapah oleh satpam. Dia memandang Tamara yang menatapnya cemas, lalu berkata dengan suara terengah-engah, "Nggak apa-apa, aku baik-baik saja. Aku masih sanggup menahannya."Tamara mendekati Jacob, bahkan menyentuh lengannya untuk membantunya berdiri. Semua ini membuat Carlos kembali marah dan berusaha mendorong satpam agar bisa mendekati mereka. Dia ingin menghancurkan pria sialan itu. Dia ingin membunuhnya!Ketiga pria berbadan kekar itu menghalanginya. Sementara itu, Tamara berbalik perlahan dan menatap Carlos, lalu melangkah mendekat."Dia pria yang kamu sukai selama ini, bukan? Pria yang kamu telepon waktu itu!" teriak Carlos penuh kemarahan dan cemburu.Tamara bahkan membawa-bawa buku harian itu setelah menikah. Orang yang dicintainya diam-diam selama SMA ... apakah pria ini orangnya?"Tamara, apa kamu pernah menyukaiku sedikit saja? Sedikit saja!" teriak Carlos. Suaranya serak dan bergetar."Aku sudah bilang sejak awal, nggak pernah," jawab Tamara dengan dat

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 133

    Begitu mendengar panggilan itu, rasanya kemarahan dalam diri Carlos langsung meledak. Dia langsung menjadi tegang. Bahkan tidak sempat mengaitkan sabuk pengaman, dia hanya menutup pintu mobil dengan keras dan menguncinya. Dia memutar badan dengan cepat, lalu menatap tajam ke arah sosok yang mendekat.Pria yang sedang berlari ke arah mereka itu, baru saja ditemuinya pagi ini. Kini, saat dia memperhatikan wajah pria itu lebih saksama, Carlos tiba-tiba menyadari sesuatu.Pantas saja wajah itu terasa tidak asing. Ternyata bukan mitra bisnis, melainkan pria yang sering muncul saat Tamara mengikuti lomba waktu berkuliah dulu.Kak Jacob .... Haha, ternyata pria ini. Hari ini benar-benar sial!"Pak Carlos, kenapa kamu ...." Jacob yang sudah sampai di depan mereka mengernyit. Sebelum dia sempat menyelesaikan ucapannya, mendadak sebuah pukulan keras mendarat di wajahnya. Lantaran tidak sempat menghindar, Jacob terkena pukulan telak. Tubuhnya langsung limbung dan nyaris terjatuh.Di dalam mobil,

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 132

    Carlos hanya ingin secepatnya membawa Tamara masuk ke mobil. Setelah sampai di rumah, dia bisa bicara apa pun yang perlu dibicarakan. Dia tidak akan membiarkan Tamara bersembunyi lagi."Lepaskan aku! Cepat lepaskan aku!" teriak Tamara sambil berusaha keras melepaskan tangannya. Tubuhnya ditarik hingga terhuyung-huyung. Namun, bahkan setelah dicubit atau dicakar Tamara hingga punggung tangannya meninggalkan bekas kuku, Carlos tetap tidak bergerak sedikit pun."Gila! Sebenarnya kamu mau apa? Lepaskan atau aku teriak minta tolong!" Tamara mulai terdesak hingga panik melihat sekelilingnya untuk mencari bantuan."Teriak saja, aku cuma bawa istriku pulang ke rumah, siapa yang berani melarang?" Carlos membalas dengan galak.Mendengar sebutan itu, Tamara merasa muak dan kulit kepalanya seakan-akan merinding. Dia pun mengangkat kaki dan menendang betis pria itu. Namun, dengan satu kaki yang melangkah dan satu kaki lainnya berusaha menendang, tubuhnya kehilangan keseimbangan dan nyaris jatuh ke

  • Cintaku Mati Bersama Kontrak yang Usai   Bab 131

    Sudah larut malam, tapi si gila Carlos ini ternyata masih menunggunya! Telepon semalam benar-benar sia-sia. "Kamu salah orang," bisik Tamara dengan suara rendah, lalu berusaha menarik tangannya."Aku nggak akan salah orang! Mau kamu berubah jadi abu sekalipun, aku tetap bisa mengenalimu. Tunjukkan wajahmu kalau berani!" desis Carlos sambil menggertakkan gigi.Dari mencengkeram satu tangan, dia beralih mencengkeram kedua lengan gadis itu dengan kuat hingga membuat Tamara mengerutkan alis kesakitan.Tamara mencoba mencari cara untuk melepaskan diri, atau setidaknya menekan tombol panggilan darurat di ponsel. Namun, cengkeraman Carlos membuatnya mustahil melepaskan diri.Ditambah lagi, dia memakai sepatu hak tinggi. Karena ditarik-tarik begitu saja, tubuhnya oleng hingga terjatuh ke belakang.Punggungnya membentur dada pria itu. Carlos segera memanfaatkan kesempatan itu untuk merenggut kacamatanya. Begitu melihat tatapan gadis itu yang penuh kepanikan dan amarah, Carlos langsung yakin 100

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status