Beranda / Young Adult / Cintaku Melawan Restu / Bagaikan Layangan Putus

Share

Cintaku Melawan Restu
Cintaku Melawan Restu
Penulis: agneslovely2014

Bagaikan Layangan Putus

Penulis: agneslovely2014
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-03 09:42:19

"Horeee kita lulus!" teriak pemuda jangkung berparas rupawan itu kepada gadis yang ada di sebelahnya sembari memeluknya erat. Martin mencuri sebuah kecupan yang numpang lewat di bibir ranum merah muda pacarnya.

Binar kegembiraan bercampur kelegaan menghiasi raut-raut wajah belia pelajar SMA Negeri 1 Perintis. Sorak sorai dan derai tawa membahana di lapangan sekolah. Mereka merayakan kelulusan SMA dengan saling menyemprotkan pilox warna warni dan menulisi seragam putih abu-abu rekannya menggunakan spidol.

Sebuah tulisan dengan pilox warna merah jambu 'Martin LOVE Cherry' itu menghiasi punggung seragam putih gadis berambut hitam panjang yang diikat model ekor kuda. 

"Iiihh ... kamu nulis apaan sih, Tin?!" rajuk Cherry dengan pipi bersemu merah muda sambil mengulum senyumannya. Dia membalik badannya untuk menatap wajah kekasihnya yang menyengir bandel ke arahnya.

"Ada deh ... ntar bacanya kalau kamu sudah sampai rumah dong biar surprise!" jawab Martin lalu merangkul bahu Cherry. Dia mengajak gadis itu menuju ke parkiran sekolah. 

Sebuah mobil sedan vintage warna biru telur asin yang selalu menemani Martin berangkat ke sekolah 2 tahun terakhir ini terparkir di sana bersama deretan mobil yang lebih modern serinya milik teman-temannya. 

"Silakan naik, Tuan Puteri!" ucapnya dengan gaya lebay nan alay mengayunkan tangan kanannya usai membuka pintu mobil untuk pacarnya.

Cherry terkikik menutupi mulutnya dengan telapak tangannya. "Gaya kamu lho, Tin!" tukasnya lalu menempatkan dirinya di bangku sebelah pengemudi.

Martin menutup kembali pintu mobilnya lalu berlari kecil mengitari bagian belakang untuk naik ke sisi samping bangku Cherry. Dia segera menjalankan mobil kesayangannya sambil bersenandung riang.

"Kita mau ke mana nih, Cayang?" tanya Cherry penasaran karena arah pulang ke rumahnya seharusnya ke kiri, tetapi kekasihnya membelok ke kanan.

Pemuda ganteng itu pun menyahut sembari mengecup tangan kekasihnya, "Mau jalan-jalan dong buat ngerayain kelulusan kita. Udah ... pokoknya aku mau bawa kamu ke tempat yang unforgettable, sabar ya!"

Mobil itu pun melaju melalui jalan-jalan yang naik turun dengan kanan kiri ditumbuhi pohon cemara. Seolah menghayati perjalanan mereka, Martin pun menyanyikan lagu 'Naik-Naik Ke Puncak Gunung' dengan suaranya yang merdu pas-pasan. Kekasihnyalah yang memiliki suara emas dan sering menjadi juara menyanyi bintang SMA.

Garis tawa itu seakan tak ingin memudar dari wajah ayu kekasihnya, Martin sangat mencintai Cherry. Dia merasa sedikit galau karena pengajuan beasiswanya berkuliah ke luar negeri telah disetujui. Martin merahasiakannya dari Cherry karena takut membuat gadis itu sedih memikirkan kisah cinta mereka yang entah bagaimana lagi harus menjalaninya selain LDR.

"Nah, sampai deh kita!" seru Martin mematikan mesin mobilnya di sebuah tebing berpemandangan indah yang ada di daerah Puncak. Dia mengajak Cherry turun lalu mereka pun duduk di atas kap depan mobilnya.

Angin segar pegunungan yang dikelilingi hutan cemara itu berhembus menerpa tubuh mereka. Cherry pun bergidik kedinginan. Dengan pengertian Martin mencopot jaket denimnya yang berwarna biru tua lalu memakaikannya ke badan kekasihnya.

"Makasih, Cayang!" ucap Cherry sembari melepas senyum manisnya. Dia lalu berkomentar, "Tin, tempatnya bagus banget deh. Kamu kok tahu sih? Sering ke sini?"

"Pernah dua kali sama anak-anak, tapi naik motor trek malam-malam jadi nggak ngajakin kamu, Cher!" Martin mengedarkan pandangannya ke pemandangan sekeliling yang menghijau.

"Btw ya, kamu mau lanjutin kuliah di mana, Tin?" tanya Cherry penasaran karena selama ini memang mereka tak pernah membahas hal tersebut. Martin selalu berkelit tak ingin memberi tahu rencana studi selanjutnya.

Pemuda itu menghela napas dalam-dalam. Dia menoleh menatap Cherry lekat-lekat lalu menjawab, "Jauh, Cher. Ke Perth, Ausie!"

Jawaban tak terduga yang didengarnya sontak membuat Cherry lunglai. Wajahnya tertunduk tanpa kata. Dia jelas tak mungkin membersamai pemuda yang menjadi cinta pertamanya itu. Pasrah, satu kata itu yang terpampang nyata dalam benaknya.

"Cher ... Cher ... kamu nggakpapa 'kan? Kok diem aja?" Martin menggoyang-goyangkan lengan gadis yang tengah melamun itu.

Cherry merasa ada rasa dingin yang meremas hatinya. Dia pun dengan ekspresi datar berkata, "Berangkat kapan ke sana? Berarti kita putus 'kan habis kelulusan SMA—" 

"CHERR!!" seru Martin merasa seakan tertampar oleh realita perkataan kekasihnya. 

Sepasang lengannya meraih tubuh ramping Cherry ke dalam dekapannya. Tak terasa air matanya luruh. Laki-laki tak sepantasnya menangis, tetapi masa bodoh pikirnya. Perasaan takut kehilangan seseorang yang dicintainya itu sakitnya tak tertahankan.

"Tin. Please, kita nggak ada masa depan buat tetap bersama. Perbedaan kita terlalu jauh, orang tuaku nggak bakal mampu sekolahin aku keluar negeri ... emm ... buat lanjut kuliah aja, sepertinya berat. Kemampuan akademikku juga pas-pasan, otakku nggak seencer kamu. Udah dong nangisnya, masa cowok segede kamu mewek begini?!" Cherry menepuk-nepuk lembut punggung pemuda yang bergetar karena tangisnya. Dia lebih tegar karena memang hidupnya keras dan dipaksa keadaan untuk selalu kuat sedari kecil.

Martin membersit ingusnya dengan tissue yang disodorkan oleh Cherry. 'Sialan! Malu deh nangis di depan cewekku,' batinnya kesal kepada dirinya sendiri yang cengeng dan baperan padahal dia laki-laki.

"Lalu kalau kamu nggak kuliah, mau ngapain dong, Cher?" balas Martin tak bisa mengerti apa yang akan dikerjakan oleh pacarnya itu.

Gadis itu melayangkan pandangannya jauh ke awan-awan putih yang bergerombol yang berlatarkan langit lembayung senja. "Aku bisanya cuma nyanyi, mungkin sama bantu-bantu di warteg ibuku sambil cari kerjaan nanti apa deh gitu yang bisa pake ijazah SMA, Tin!" jawabnya tanpa merasa malu. Memang kehidupannya seperti itu yang dijalaninya sehari-hari. Dua adiknya pun masih sekolah di kelas 2 SMP dan kelas 5 SD, butuh banyak biaya pastinya.

"Maafin aku ya, belum bisa bantu kamu dan juga keluarga kamu, Cher," ujar Martin dengan nada penyesalan. 

"Ehh ... apaan sih, Tin. Itu sama sekali bukan masalah buat kamu. Memang kondisi keluargaku begini. Aku juga nggak bisa milih buat dilahirin di keluarga yang mana 'kan?" sergah Cherry sembari tertawa kering menghindari tatapan mata jernih pemuda yang dicintainya.

"Kita bisa keep in touch via email atau WA juga, Cher. Zaman sudah maju, jarak nggak akan terasa jauh asal kita mau jalani sama-sama!" Martin tak ingin putus hubungan dengan sosok yang telah 3 tahun ini mengisi hari-hari indah masa remajanya. Dia merengkuh tubuh gadis itu hingga kepala Cherry rebah di dadanya.

Cherry hanya mengangguk patuh sekalipun dia tak yakin. Bisa saja pacarnya itu kecantol cewek baru di luar negeri. Perempuan bule pastinya lebih cantik dibandingkan dirinya. Dia harus merelakan kisah cintanya usai di sini. Cherry pun berpikir, mungkin benar kata pepatah bila cinta tak harus memiliki, mengetahui bahwa orang yang kita cintai bahagia saja itu sudah cukup.

***

"Permisi, Tante Femmy. Apa Martin ada di rumah?" ucap Cherry dengan santun di teras depan rumah pacarnya pagi jelang siang itu.

Raut wajah Nyonya Femmy Bintoro nampak judes, dia sedari dulu memang tidak menyukai anak tukang ojek dan pemilik warteg yang berpacaran dengan puteranya. Dia bersedekap memandangi gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Ngapain kamu cari Martin hahh?!" hardiknya kasar.

"Ehh ... sa—saya cuma mau ketemu Martin aja, Tante," jawab Cherry takut karena mama pacarnya galak. Dia sebetulnya semalam ketiduran dan terlambat membaca pesan pemuda tersebut yang berpamitan dengannya karena harus berangkat ke Australia.

"Huhh ... sono kamu terbang ke Perth kalau mau ketemu sama si Martin. Bocahnya sudah di pesawatlah. Penerbangan pagi jam 7, siap-siapnya dari sebelum ayam berkokok buat ke bandara!" jawab Nyonya Femmy Bintoro kesal. Sudah siang baru gadis itu kelabakan mencari puteranya, telat!

Mendengar bahwa Martin sudah berangkat beberapa jam yang lalu, lutut Cherry terasa goyah. Dia tak sempat mengucap selamat jalan karena seharian kemarin sibuk membantu warteg ibunya yang mendapat pesanan nasi box 300 pack untuk makan malam acara kumpul warga di balai desa.

"Hey, kamu tuli ya? Pulang sana, buang-buang waktuku aja! Ohh ya, lebih baik jangan hubungi Martin lagi biar dia fokus sekolah. Memang sekolahnya beasiswa, tapi biaya hidup di Australia masih kami orang tuanya yang tanggung 'kan. Amit-amit kalau sampai gara-gara sibuk pacaran sama kamu, dia nggak lulus kuliah!" sindir mama Martin memberi peringatan kepada Cherry dengan tatapan sinis.

Hati Cherry sakit. Seperti tanaman yang dicabut paksa, kisah cintanya layu sebelum berkembang. Dia pun mengucap lirih mengiyakan perkataan Nyonya Femmy. 

"BLAMM!" Pintu teras depan dibanting hingga menutup di hadapan Cherry yang masih berdiri mematung seolah kakinya terpaku enggan untuk digerakan sementara tak ada lagi yang bisa dia lakukan di tempat itu.

Lima menit setelahnya, Cherry melangkah pergi dari rumah berhalaman asri itu dengan hati dan pikiran yang kosong tak tau harus ke mana bagaikan layangan putus.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cintaku Melawan Restu   Sebuah Hari Istimewa (THE END)

    "Iya, Om. Nama saya Luther, maaf ... Om ini siapa ya?" Putra sulung Cherry tak mengenali ayah biologisnya sendiri. Pedro dan Justin saling sikut seraya memperhatikan kemiripan wajah kakak mereka dengan pria yang menyapa Luther barusan."Aku papa kandungmu, Luther. Apa nggak ingat? Kita pernah ketemu puluhan tahun lalu!" jawab Martin yang membuat pemuda di hadapannya mundur beberapa langkah lalu segera menaruh piring ke meja karena takut menjatuhkan benda itu hingga membuat heboh di tengah acara ramai.Luther menolak dengan keras karena kenangannya tentang Martin nyaris tak ada, "Om, tolong jangan ngaku-ngaku. Saya lebih baik panggilkan dad and mom, tunggu di sini!" Dia bergegas mencari Nicky dan Carrisa yang sedari tadi hanya ditemani Chrissy, si bungsu.Seolah menahan lara hatinya karena kesalahan di masa mudanya, Martin tetap di tempatnya menunggu putra kandungnya bersama Cherry dulu memanggil orang tuanya untuk menemui dia.Pedro menebak-nebak bahwa pria di hadapannya adalah sosok

  • Cintaku Melawan Restu   Reuni SMA Setelah 20 Tahun

    Dua puluh tahun kemudian.Carrisa yang sedang bersantai sore menikmati secangkir teh di patio backyard mansion house mewah keluarga Jansen di Jurong, Singapura dikagetkan oleh sebuah undangan via email. Perlahan dia membaca dengan teliti isi undangan via online itu lalu menghela napas panjang. "Kenapa, Mom? Kok wajahnya tiba-tiba kayak nggak enak gitu sih?" tegur Pedro yang kini telah menjadi pemuda tampan berusia 20 tahun. Genetik Kaukasoid dari keluarga daddynya nampak semakin jelas di perawakan tinggi gagah dan hidung mancung serta bola mata cokelat madu yang melelehkan hati kaum Hawa itu.Istri Nicky Jansen yang masih nampak awet muda tersebut tertawa kering seraya menjawab, "Ada undangan reuni SMA di Bandung, Indonesia!""Ohh ... pantas!" tukas Pedro paham, kunjungan mereka ke Indonesia memang sangat dibatasi oleh Nicky, ayahnya. "Tapi kalau untuk acara yang langka dan berkesan begitu masa sih nggak boleh, Mom?" lanjut Pedro berusaha memberi secercah harapan.Carrisa menaruh can

  • Cintaku Melawan Restu   Malam Pertama Sebelum Honeymoon

    "Mencintaimu seumur hidupku, selamanya setia menanti. Walau di hati saja, seluruh hidupku. Selamanya. Kau tetap milikku."Lantunan lagu pamungkas di pesta pernikahan Martin dan Rihanna terasa mengharu biru. Rihanna memang merequest lagu yang dipopulerkan oleh Krisdayanti itu. Dia sempat menitikkan air matanya ketika berdansa di pelukan suaminya, cinta pertama yang awalnya bertepuk sebelah tangan."Jangan nangis dong, Sayang!" bujuk Martin sembari berdansa dengan langkah perlahan mengikuti irama lagu yang sedang dilantunkan biduanita bersuara bening di atas panggung dengan iringan home band.Tatapan mata Rihanna berkaca-kaca, dia menyunggingkan senyum sendu sembari menatap Martin. "Malam ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan buatku, Tin. Dahulu kupikir aku nggak akan pernah bisa menjadi wanita yang kau pilih menjadi istrimu. Cintaku itu hanya bisa kunikmati sendiri dalam diam!" ujarnya masih berdansa penuh perasaan.Martin menghela napas lalu menjawab, "Maafkan karena sadarku yang t

  • Cintaku Melawan Restu   Perfect Wedding

    Ruangan di JCC Plenary Hall yang menjadi tempat acara resepsi Dokter Martin Bintoro dan Rihanna Annelika Razak dipadati lautan manusia karena undangan yang disebar berjumlah seribu dari kedua keluarga mereka.Keluarga kecil Cherry bersama tetangga mereka Bu Murni dan Bu Sundari baru saja sampai di sana. Mereka mengisi buku tamu lalu memasukkan amplop sumbangan. Penerima tamu berparas cantik dengan balutan dress anggun yang berwarna hijau pastel dari pihak wedding organizer menyerahkan cenderamata kepada mereka."Wah, pestane geden ya, Mbakyu!" seru Bu Sundari yang berasal asli dari Banyumas, Jawa Tengah. (Wah, pestanya besar-besaran ya, Kakak Perempuan!) "Iya. Wajar soalnya Rihanna putri bungsu terakhir yang menikah dan Martin juga jadi pewaris tunggal keluarga Bintoro, Jeng Sundari!" jawab Bu Inah maklum. Sebenarnya jika dibandingkan dengan acara pernikahan dengan putrinya dulu, ini menjadi hal yang miris untuk diperbandingkan. Jelas sudah status sosial mereka berbeda perlakuan.And

  • Cintaku Melawan Restu   Undangan Pernikahan Martin dan Rihanna

    "Halo, selamat pagi!" sapa Nyonya Regina Jansen dengan wajah berseri-seri ketika memasuki kamar perawatan menantunya."Selamat pagi, Ma. Semalam maaf kami nggak membangunkan Mama sewaktu berangkat ke rumah sakit. Takut Mama kecapekan kalau ikut begadang!" jawab Carrisa seraya menerima kecupan sayang di pipi kanan kiri dari mama mertuanya.Namun, Nyonya Regina Jansen mengibaskan tangannya seraya berkata, "Sudah nggakpapa, yang terpenting semua sehat sesudah melahirkan. ASI kamu lancar 'kan, Carrisa?" "Syukur, lancar kok. Sudah minum bolak-balik dari tadi Pedro. Ini lagi aja kelar terus dia terlelap. Nggak rewel bocahnya, Ma. Apa mau coba gendong?" balas Carrisa yang kemudian menyerahkan bayinya ke Nyonya Regina.Wanita berumur yang masih nampak awet muda itu menggendong cucu bungsunya begitu fasih karena memang telah mengasuh banyak anak-anak selama puluhan tahun, empat anak kandung dan sepuluh cucu. "Wajah Pedro seperti jiplakan ayahnya sewaktu bayi. Oya, di mana Nicky?" ucap Nyonya

  • Cintaku Melawan Restu   Menantikan Kelahiran Putra Ketiga

    Nicky berdiri di balik punggung istrinya seraya mendekap calon ibu yang sedang hamil besar itu. Sebelum tidur Carrisa terbiasa membersihkan wajahnya dan menggunakan skincare agar kulitnya terhindar dari penuaan dini sedari muda. Sementara itu telapak tangan Nicky mengusap-usap lembut perut istrinya yang membuncit itu dari balik kain lingerie khusus wanita hamil."HPL kata dokter kapan sih? Lama amat ya!" ucap Nicky sembari mengecupi leher wanita kesayangannya yang wangi semerbak bunga."Sudah nggak sabar buat ketemu si jagoan kecil ya, Daddy?" goda Carrisa sambil terkikik. Dia lalu menjawab, "sebenernya ini telat dari HPL lima hari, Mas. Jadi bisa kapan saja sih!" Nicky mengerutkan keningnya lalu menyahut, "Berarti harus dipacu deh biar bisa pecah ketuban dan kontraksi. Beib, kita ML ya habis kamu kelar pake skincare, mau kusembur di dalam biar bisa lancar melahirkan. Udah telat pula nih!""Masih wajar bukannya ya? Kan baru telat HPL lima hari sih, Sayang!" kelit Carrisa lalu menutup

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status