[Momy, Baby kecilmu siap punya pacar.]
Bibir tipisnya merekah membuat garis. Tatapannya tak teralihkan dari cuitan yang dibarengi foto manisnya. Dia mengambil napas, lalu mematikan layar ponsel dan menaruh ke dalam mini bag-nya.Takara Airi atau biasa disapa Eri. Gadis berdarah Jepang–Korea sedang berada di tahun kedua kuliahnya. Setelah hidup 19 tahun lamanya tanpa sandaran hati, Airi akhirnya mau membuka diri untuk mengenal yang namanya cinta sejati.Lampu remang-remang menjadi pencahayaan tempatnya berada saat ini. Pada sebuah bar ternama di ibu kota Negri Sakura, keramaian dan hiruk pikuk menemani malam di tempat luas nan megah itu. Saat ini lantai dansa sudah dibanjiri manusia-manusia.Dari kursi tempatnya duduk, Airi menikmati musik yang bersahabat dengan telinganya. Sesuai instruksi pesan dari calon teman kencannya, tempat mereka bertemu adalah meja tengah yang berdekatan dengan lantai dansa."Hh!" Airi menghela napas. Lelah menunggu yang katanya sudah di jalan.Entah sudah berapa orang yang datang menyapanya. Mengajak untuk turun ke lantai dansa atau sekadar berbincang-bincang saja. Kecantikan paripurna yang dimiliki gadis berambut ikal hitam panjang itu membuat banyak pasang mata tak teralihkan darinya. Tak terkecuali seorang pria yang menatapnya sedari gadis itu tiba."Kamu milikku," gumam pria itu.Ketertarikan si pria semakin kuat karena Airi selalu memalingkan wajah tiap diajak bicara lawan jenis. "Ya, pasanganku harus yang seperti itu. Berani untuk menolak, mengabaikan orang lain."Dan di tempatnya, Airi menatap lagi ponselnya. "Apa aku dipermainkan?" monolog Airi. "Ish!" Dia berdiri, mengentakkan kaki. "Ini menyebalkan! Sungguh!"Airi yang membenci menunggu harus menahan kebencian itu demi mendapatkan seorang kekasih.Setelah helaan napasnya lagi, Airi kembali duduk. 'Sebentar lagi. Harus sabar.' dia meyakinkan dalam hati.Lebih dari 10 menit kemudian Airi belum juga mendapatkan kehadiran dari teman kencannya."Huh! Sepertinya memang tidak akan bertemu dia di sini." Airi beranjak dari duduknya.Menjinjing tasnya, Airi berjalan ke meja bar. Memesan satu minuman dengan kadar alkohol rendah.“Hai cantik, mau pindah tempat bersamaku?” Tangan orang itu menyentuh tepat di bokong berlapis celana jeans berwarna putih.Bug!"Aakh!" Pria itu memekik memegang selangkangannya dengan dua telapak tangan."Hah?" Airi menatap tidak percaya. Pria yang baru saja mendapatkan tendangan dari kakinya adalah teman kencannya, Keiko Kitagawa."Kamu ...!" Pria itu menahan umpatannya. Giginya mengancing menahan ngilu."Apa! Jangan macam-macam!” ancam Airi. Jadi kesal sendiri.Gadis itu sangat tidak senang karena pria yang awalnya disangka baik, nyatanya tidak demikian. Bagaimana bisa pertemuan pertama adalah sapaan sentuhan menjijikan seperti itu?Begitu bartender mendorong minuman yang Airi pesan, tangannya meraih gelas itu dan langsung mengabiskan tanpa sisa. Airi membayar. Lantas segera keluar dari tempat itu. Harapannya sudah hancur."Apa aku akan terus sendiri?" Dia mulai mengoceh.Kesadaran Airi menurun. Dia berdiri di pinggir jalan. Tangan kirinya melambai ingin menghentikan mobil. Namun tangan seseorang lebih dulu menangkap tangannya hingga tubuhnya menubruk dada bidang orang itu."Aku akan mengantarmu pulang." Pria itu mengalihkan jaket kulit warna hitamnya ke tubuh Airi. "Malam ini sangat dingin bukan?"Airi mengangguk. Tubuhnya mengikuti langkah pria yang memapahnya. Mereka kembali ke depan bar di tempat parkiran berada."Bukannya kamu membawa mobil?" tanya si pria."Eumm..., tidak tau." Airi menggeleng."Rupanya kamu sangat payah dalam alkohol. Padahal tadi sangat berani menolak orang-orang di dalam." Sebelah sudut bibirnya terangkat. Menyeringai senang."Juga dengan tendangan ke K tadi, kamu..., menarik."Airi yang berada dalam rangkulan pria itu hanya diam begitu dituntun masuk ke dalam mobil hitam metalik. Milik si pria.Mobil melaju membelah jalanan menuju kediaman Airi. Tanpa diberitahu si gadis, pria yang memegang kendali di mobil itu sudah tahu di mana letak kediaman gadisnya."Sebelum kamu bangun di esok hari, mobilmu, aku pastikan sudah parkir depan rumahmu," bisiknya dengan suara deep serak basah. Tangannya melepaskan sabuk pengaman di tubuh Airi.Mata Airi terbuka saat wajah mereka hanya tersisa beberapa sentimeter, menghadirkan senyuman di bibir Airi. "Kamu sangat tampan," ucap Airi. Tangannya diangkat. Jari menusuk-nusuk pipi pada wajah tanpa ekspresi di depannya."Kenapa kamu seperti porselen?" Airi mulai meracau.“Bibir kamu ini….” Jari telunjuk Airi menurun ke bibir datar itu. "Ayok tersenyum." Jarinya menarik ujung bibir itu."Ah, menyeramkan," keluhnya.Sebelah tangannya yang lain jadi ikut dia angkat. Kedua jari telunjuk sudah ada di masing-masing sudut dari bibir pria itu."Sekarang jadi lebih tampan," ucapnya. Senyuman Airi merekah sampai terlihat gigi kelincinya."Sudah ya, kamu harus pulang," ucap si pria. Mereka sampai di depan bangunan bertingkat. Di mana terletak satu rumah Airi di sana."Hah? Kenapa?" Airi bertanya, tapi tangannya menurut untuk turun mengikuti arah dari tangan si pria. Wajah keduanya masih dengan jarak yang minim."Kamu harus tidur," jawab pria itu.Airi mengangguk-anggukkan kepalanya patuh. "Lalu, siapa namamu?" Airi menunjuk ke hidung bangir milik si pria."Naka. Nakamoto Yamashita.""Baik, baik. Nama yang begitu cantik.""Kamu harus ingat namaku.""Iya, akan aku ingat." Airi mangut-mangut seraya menjatuhkan tangannya. Tubuhnya melemas dan kemudian tertidur."Kamu harus ingat jika kamu hanya milik Nakamoto Yamashita," bisik pria itu.Tangannya menggendong tubuh Airi membawa masuk ke rumahnya. Pada lembaran kertas yang tidak sengaja ditemuinya di rumah Airi, dia menuliskan kalimat yang akan jadi pengingat jika Airi sudah memiliki kekasih.[Jangan berani untuk dekat dengan pria mana pun. Malam ini dan seterusnya, kamu hanya milik Naka.]Seorang pria berpakaian serba hitam berjalan tergesa memasuki rumah dengan nuansa serba putih. Langkahnya berhenti. Menunduk punggung hormat. "Bos," sapanya."Ada laporan, Bos. Ada mayat dari pinggir hutan Aokigahara." Dia berkata di hadapan pria yang sedang duduk termangu. Kepala si bos terangkat. "Mayat? Bunuh diri?" Sebelah alisnya naik ke atas. Dalam bulan ini bukan berita kematian pertama kali. Bunuh membunuh di dunianya pun seperti santapan sehari-sehari.Si pembawa laporan hanya diam menunduk. "Siapa?" tanya si bos."Keiko, Bos."Pikiran pria yang dipanggil bos itu langsung mengarah ke seseorang yang beberapa hari lalu dia lihat mendatangi gadisnya di Honesty Bar. Ada yang membereskan untuknya. Atau mungkin menghadirkan masalah?"Bagaimana dengan kepolisian?" tanyanya masih tanpa ekspresi. Nakamoto Yamashita. Bos dari sindikat Naka yang tak pernah menunjukkan wajahnya. Orang-orang hanya tahu bahwa Bos Naka adalah pria yang berbahaya. Menakutkan. "Sudah dilaporkan. 30 menit
'Kenapa dia mirip ...?' Airi tiba-tiba teringat sesuatu. Di sebuah rumah makan dengan private room. Airi bergabung bersama para anggota polisi lainnya. Pria yang menjemputnya mengatakan mereka semua dari tim 1 yang bertugas memecahkan kasus kematian Keiko. Namun sedari tadi, mata Airi sering mencuri pandang ke si pria yang selalu memisahkan diri. "Tuan Oya, ya?" Airi bergumam, membuat orang yang duduk di sebelahnya bertanya. Namun Airi gadis yang cerdik, jadi hanya menjawab jika itu hanya gumaman kekaguman. Airi merogoh ponselnya karena lagi-lagi si tuan Oya menggangu pikirannya. Dia memandang sebuah potret pria tampan yang terpampang sebagai wallpaper. Foto yang ditemukan dari berkas penting sang papah.'Ini mirip.'Beberapa kali gadis itu melakukan peralihan mata menoleh dari ponsel ke si tuan Oya. 'Aku harus tahu siapa dia.' Airi kembali membatin, bertekad untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang sering bergulat manja di pikiran.Selesai mengisi perutnya dengan beberapa p
Dia menyesap dalam-dalam rokok yang tersemat di antara dua bibirnya. Pandangannya tak bisa bergeser dari si gadis yang sudah tertidur. "Bagaimana dengan hasil dari forensik?" tanyanya setelah memindahkan rokok ke piring kecil di atas meja."Tidak ada sidik jari lain yang ditinggalkan di tubuh Keiko, Bos. Hasil akan dilaporkan ke media besok pagi dengan peryatakan bunuh diri," jawab dari orang dari seberang sana. "Sangat lucu." Si bos menarik sebelah ujung bibirnya."Periksa tentang tanda salib yang gadis itu katakan.""Baik, Bos."***Pukul lima pagi. Airi terbangun kembali setelah sempat bangun hanya untuk meminum sup penghilang pengar dari si pemilik rumah tempatnya tidur. "Sudah pagi dan aku harus bangun," ucapnya. Airi turun dari ranjang besar dengan seprai putih bersih. Kakinya melangkah keluar dari kamar itu. "Pagi ini pers akan mengumumkan kematian Keiko, dan—""Kalian mengenal Keiko?" Gadis itu keluar dengan hanya mengenakan baju dalamnya saja. Sangat tipis.Tuan Oya sege
Hening lama. Hanya ada dentingan jam yang menemani kesunyian. "Airi.""Eh, i–iya?""Sebelum menjawab, apa kamu tau siapa aku?" Airi kembali diam. Bergeming. Memutar bola matanya mencari objek yang bisa matanya pijaki. Tidak lama anggukan dia berikan. "Ya, penerus Oyama Group yang siap menjadi pengusaha muda sukses selanjutnya," jawab Airi mencoba riang, berbanding terbalik dengannya yang tadi terlena dalam tatapan pria yang melepas kacamata itu.Dia tentu mengenal Tuan Oya seperti yang dikatakan para polisi kemarin. Pria yang saat ini di usia akhir dua puluhan itu sedang berjalan nanjak pada karir bisnisnya. Sayang sekali harus tersandung karena masalah kematian Keiko, si pria yang ternyata pengusaha muda itu digadangkan akan menjadi mitra bisnis dan menjanjikan kesuksesan bagi perusahaan Oyama Group. "Apa sungguh mengenal? Mengapa di pikiranmu itu selalu ada uang?" "Cih." Airi jadi menoleh ke si pria. "Hidup itu harus realistis."Airi membuka matanya lebar-lebar. Bersikap angku
Mereka berhenti di depan toko baju. Tuan Oya sudah melangkah masuk, Airi mengikutinya dari belakangnya tanpa tahu tujuannya datang ke sana. Pria dengan rambut ikalnya itu terus berjalan sampai akhirnya dia berhenti di bagian gaun. Gaun yang panjang, pendek, lengan panjang, lengan pendek, tidak berlengan, dan segala macam bentuk kerahnya tertata rapi di sana. "Pilih satu gaun."Airi menatap Tuan Oya tidak percaya. Maksudnya memilih, untuk apa? "Kenapa harus Oya-san?" tanya Airi menyebalkan. "Hanya tersisa waktu kurang dari satu jam. Kita harus sampai sebelum pers dimulai.""Astaga! Kamu serius?" "Tentu saja, Eri. Pilih satu." Tuan Oya mendekatkan bibirnya ke telinga Airi. "Dan pastikan itu membuat cintaku makin bertambah.""Apa tanpa gaun yang ada di sini, cinta itu akan berkurang?" Airi berkacak pinggang. Mereka belum bersama. Tapi dengan seenak diri pria berkacamata itu membahas tentang cinta yang bertambah."Tidak. Tapi aku menyukai saat bisa membelanjakanmu."Airi menghela na
Airi mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyadarkan diri sendiri. Silaunya sinar matahari yang menembus kaca jendela, membuat si gadis refleks mengernyit. "Sekarang sudah pagi, dan aku harus bangun."Namun betapa terkejutnya dia saat matanya turun melihat tangan yang melingkar pada perut. Ketika Airi mendongak, dia bisa melihat wajah tampan milik seseorang yang masih setia memejamkan mata.Betapa Airi terhipnotis melihat ciptaan Tuhan yang kini tepat berada di depan matanya. Begitu dekat, sehingga tapa sadar sebelah tangannya terangkat untuk menyentuh pahatan wajah pria itu. Namun belum sampai menyentuh, tangan seseorang sudah lebih dulu menahannya. Airi tersentak. Betapa terkejutnya dia ketika mata Tuan Oya itu terbuka dan menatapnya datar. Tangan Tuan Oya yang menarik tangan Airi, membimbing menyentuh bibirnya. Pria itu mengecup tangan Airi sebentar lalu melepaskan. "Moorning kiss," ucap pria itu serak. Mengajukan permintaan.Airi mengerjapkan matanya. Dengan cepat dia mele
Tangannya mengeratkan rangkulan pada pinggul ramping gadis itu. Mereka sama-sama diam setelah pertanyaan dari si gadis. Namun senyuman di bibir Tuan Oya tidak luntur juga. "Kamu tidak perlu jawaban bukan?"Airi menunduk lagi. Malu. Dan detik itu juga dirinya mematung. Tubuhnya meremang merasakan sentuhan lembut dari kekenyalan bibir pria yang merangkulnya.Tuan Oya mengajak tangan Airi untuk bergantung ria ke lehernya. Gerakan dari pengecapnya mulai menjelajah ke tiap sisi dalam mulut Airi. Lantas bermain tali-temali yang belum pernah dua orang itu lakukan sebelumnya. Namun seperti sangat ahli.'Beruntung juga mengikuti jejak Alice untuk belajar dari klip-klip video yang di kirimnya.'"Hh. Kamu memang sangat menarik." Dengan napasnya yang terengah-engah, Tuan Oya melepaskan pangutannya. Memberikan kecupan singkat lantas makin mempersempit jarak tubuhnya dan sang kekasih. Tanpa kata tangannya berpindah posisi. Memegangi dagu Airi untuk bisa bersitatap dengan bola mata kecokelatan itu
"Kenapa aku merasa ini gak asing?"Airi terduduk. Sebuah kertas tertulis sebagai catatan kecil yang diberikan sang kekasih untuknya. Airi sangat merasa kenal dengan tulisan itu. Padahal ini pertama kalinya mendapatkan pesan tertulis dalam kertas. "Mandi dan siap-siap lah. Hari ini aku ngga bisa menemanimu, ada anak buahku yang pasti akan selalu menuruti tiap kalimat dari kamu. Jangan sungkan. Oke Sayang?" Senyuman di bibirnya terpatri cantik. Airi menguap. Merenggangkan otot tangannya sekali lagi. "Selamat pagi Airi kesayangannya Momy, selamat berbahagia dengan status baru." Gadis itu berbicara sendiri. Senyuman dari bibirnya belum juga luntur. "Aaakh ..., aku harus hubungi Mom karena akhirnya berhasil melepas masa lajaang ...!" Suara teriakan Airi membuat pria yang berdiri tepat di balik pintu ikut tersenyum. Meski yang terdengar di telinganya samar-samar saja. Brak!Airi terkejut begitu membuka pintu mendapati seorang pria yang berdiri dan langsung membungkuk memberi hormat. "