Share

City Light
City Light
Penulis: Aerina Jane

1. Kencan Buta

Begitu masuk restoran, aku mencari sosok pria yang wajahnya sama seperti di foto kemarin. Informasi yang kudapat, katanya dia seorang pewaris salah satu perusahaan besar di kota Beijing. Dia sangat tampan di foto, tapi saat aku menemukannya di sudut restoran... ternyata wajahnya tidak sama seperti di foto itu. Sedikit ada perbedaan di bagian hidung, mata, dagu dan bentuk rahangnya. Dia pasti menggunakan aplikasi khusus untuk memperbaiki wajahnya lalu ditunjukkan pada ayahku. Aku tersenyum kecut, mengecewakan. Orang seperti dia biasanya tidak percaya diri dan manipulatif. Kali ini aku tidak akan menegur perihal fotonya yang berbeda dengan wajah aslinya, orang seperti dia... aku tahu bagaimana ending-nya nanti. Dia akan membela diri dengan cara mencari-cari kejelekan orang lain.

Pria yang kusebutkan menengok ke samping ketika menyadari kehadiranku, bahkan etikanya begitu buruk. Ada seseorang datang bukannya berdiri untuk menyambut, malah tetap duduk dan memandangku remeh. Pandangan matanya menelusuri kaki hingga kepalaku, seolah menilai apa yang bagus dari tubuhku. Aku membiarkannya menilai, asal dia tidak sampai menyentuhku, meski sebenarnya aku ingin mencolok matanya. Heh!

"Halo, Tuan Jamie Lim?" sapaku bermaksud menghentikan tindakan kurang ajarnya. Aku harus tetap profesional meskipun sedang tidak bekerja. Jika aku masih diam di tempat, pria ini pasti akan mengomentari bagian tubuhku yang menurutnya tidak memuaskan.

"Maria Tan?"

Bahkan dia memanggilku tanpa sebutan 'nona', sedangkan aku adalah orang yang baru dia temui. Bukannya aku ingin dihormati atau sejenisnya, tapi seseorang seperti dia — yang katanya pewaris tunggal perusahaan besar, apakah tidak punya etika dalam menghadapi orang baru? Jika dia memimpin perusahaan... aku tidak yakin dia bisa mengambil hati para investor. 

"Bolehkah aku duduk?" tanyaku dengan maksud menyindir. Baru datang, bukannya menyuruhku duduk malah menjelajahi tubuhku dengan matanya yang buas.

"Tentu saja." Dia meringis.

Aku pun duduk di kursi yang lain, tidak ada kursi lagi karena di meja ini hanya tersedia dua kursi. Sepertinya pria ini sengaja memesan meja untuk pasangan. Aku tertegun saat menyadari di atas meja sudah ada dua menu makanan dan minuman yang sama, dua-duanya masih utuh dan tatanannya masih sangat sempurna. Aromanya harum dan khas, sepertinya masih panas karena uapnya terasa hangat saat menerpa permukaan kulitku.

"Apa anda sedang makan bersama orang lain?" tanyaku.

"Siapa yang kau maksud? Aku akan makan bersamamu."

"Tapi makanan ini..."

"Aku sudah memesan makanan untuk kita berdua, bagaimana kalau kita makan dulu?"

Lagi-lagi aku terdiam. Orang ini, jika ingin memesan makanan terlebih dahulu seharusnya bertanya padaku makanan apa yang ingin kumakan, dia malah memesan sesuka hati tanpa memerhatikan pendapatku. Dia pikir aku menyukai semua jenis makanan?

Aku tidak menyukai menu ini.

Tidak masalah, aku bisa memakannya sedikit untuk menghargai pemberiannya.

"Oh, ya ampun, minus sekali," gumamku lirih.

"Apa?"

"Tidak ada, aku hanya merasa sedikit tidak nyaman."

"Kau tidak menyukai tempatnya? Tempat ini sangat bagus dan terkenal. Apa kau tidak tahu?"

"Tuan, tidak semua hal harus kuketahui." Aku tersenyum tipis.

Pria itu tersenyum simpul lalu menyantap makanannya dengan nikmat, antara kelaparan atau itu adalah menu favoritnya. Aku tidak tahu. Sedangkan aku hanya menelannya beberapa suap karena aku sungguh tidak menyukai makanan ini.

Setelah pria bernama Jamie Lim ini telah menyelesaikan kudapannya, dia meletakkan sendok dan garpu di atas piring lalu meneguk wine perlahan-lahan.

"Kenapa tidak dihabiskan?" tanyanya ketika melihat isi piringku cukup utuh.

"Aku sudah merasa kenyang."

Pria itu mengangguk lalu memanggil pelayan, kemudian meminta hidangan pencuci mulut.

"Maria Tan, aku dengar kau mendapat jabatan tinggi di perusahaan ayahmu."

Aku tersenyum dan mengangguk.

"Kau pasti mendapat banyak perhatian," sambungnya. Aku mendeteksi nada mengejek di dalam suaranya.

Aku tahu Jamie sedang menyindirku, aku kembali tersenyum. "Bukankah anda juga seperti itu, Tuan Jamie?"

Ekspresi mengejek Jamie berubah menjadi kaku.

"Meskipun aku bekerja di perusahaan ayahku, tapi aku bisa memastikan orang lain memperhatikanku karena prestasi yang aku capai, bukan karena statusku sebagai ahli waris."

Jamie tersenyum sinis. "Omong-omong... sepertinya ayahmu sangat terobsesi padaku, dia sangat ingin aku menikahimu. Dia mungkin berpikir kalau seleraku mudah digapai, tapi kau harus tahu, seleraku lebih tinggi dari perkiraan ayahmu."

Dia merendahkan aku lagi. Kali ini Ayah akan gagal lagi mencarikan aku jodoh. Heh! Kalau begitu... syukurlah.

"Em, begitu ya?" Aku melemaskan punggung dan bersandar di kursi, salah satu tangan kuletakkan di bawah dagu dan kusilangkan kaki supaya aku terlihat santai.

"Ya, tentu saja, karena aku adalah pewaris tunggal MXlim maka seleraku juga pasti berkualitas. Kau tahu Lucas?"

"Lucas?"

"Ya, Lucas Chen. Dia sama sepertiku, lahir di bulan September dan shio kami sama. Kau harus mempelajari orang yang lahir di bulan September itu seperti apa. Lucas Chen, dia berwawasan sangat luas dan memiliki pemikiran yang cerdas, sama sepertiku. Tapi... wawasanmu sepertinya kurang, yang ada kau tidak akan bisa mengimbangiku kalau kita menikah."

Lucas Chen? Si pengacara tingkat nasional itu? Memangnya Jamie Lim ini siapa sampai berani menyamakan dirinya dengan seorang Lucas Chen? Meskipun aku tidak tahu seperti apa wajah Lucas Chen, tapi menurut rumor yang beredar Lucas Chen sulit disamakan dengan orang lain karena kesempurnaannya. Baik dari segi fisik dan pencapaian.

"Tuan Jamie, jika anda mau menolakku maka sebaiknya tolak saja menggunakan kata-kata yang jelas, dari pada anda membicarakan tentang omong kosong di depanku, itu sangat mengganggu dan menjijikkan. Anda pikir aku akan percaya? Bahkan orang awam pun tahu anda tidak sebanding dengan Lucas Chen. Perbandingan kalian terlalu jauh, sebaiknya anda jangan membicarakan hal itu lagi pada orang lain karena itu sangat memalukan. Kurasa pertemuan kita sampai di sini saja. Permisi."

Aku berdiri dari kursi, wajah Jamie membeku dan memerah.

"Oh ya, sebaiknya anda segera pulang dan segera bercermin. Lihat siapa diri anda sebenarnya," tuturku.

Aku meninggalkan senyum simpul sebelum pergi menuju kasir, aku membayar semua tagihannya. Aku tahu MXlim lebih besar daripada perusahaan ayahku, tapi dia tidak berhak merendahkan aku. Dia pikir aku semiskin apa?

Orang lain boleh menilaiku, membicarakan aku, mengomentari aku. Tapi itu bukan berarti aku seperti yang dia bicarakan. Cara seseorang berkomentar tentang diriku, itu menunjukkan seperti apa dia bukan seperti apa diriku.

-o0o-

Sebenarnya aku sudah muak dengan kencan buta yang disiapkan oleh orang tuaku, tapi aku hanya bisa mengikutinya dan aku belum menemukan pria yang cocok. Selain tidak ada yang cocok, di dunia ini memang sulit menemukan orang yang tulus. Terlalu banyak orang manipulatif, baik di depan buruk di belakang. Aku hanya takut di antara mereka mau menikahiku hanya karna ayahku kaya atau memanfaatkan ayahku sebagai batu loncatan untuk mengembangkan bisnis mereka, apalagi mereka dari keluarga pembisnis yang levelnya di bawah ayahku. Aku hanya tidak mau mengambil resiko dan aku tidak mau menikah karena bisnis. Aku hanya ingin menikah karena kami benar-benar saling cinta, tapi orang tuaku tidak mengerti itu. Aku tidak tahu Jamie Lim pria ke berapa yang melakukan kencan buta denganku, aku sudah malas menghitungnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status